logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 3 Biarkan Aku Pergi

"Aku tak akan hadir," ketusnya.
"Oke, kita kerjakan di rumahmu," ujar Reynand sambil bangkit dari duduknya.
Alissa menoleh cepat, dia lantas bangkit mengejar pemuda itu sebelum keluar dari kelas.
"Heh, tunggu!" teriaknya. "Aku sudah bilang, aku tak mau!"
Pemuda itu menatap Alissa tak kalah dinginnya. Kedua tangannya bersembunyi dalam saku celananya. "Mau bagaimana lagi, kau tak memutuskan. Jadi, aku yang memutuskan."
Alissa menghela napas. "Jangan di rumahku," ujarnya.
Reynand berbalik melangkah mendekati Alissa. Gadis itu sontak mundur seiring Reynand yang maju menipis jarak hingga punggung Alissa terantuk pada meja guru.
Lalu, Reynand tertawa. "Ku kira kau hanya memiliki ekspresi dingin saja. Namun, baru saja aku melihat wajah ketakutanmu."
Sial, dia menjebakku! Batin Alissa.
"Kalau begitu kau ingin mengerjakannya dimana?" alih Reynand menatap manik hazel Alissa.
"Alamat rumahmu?" tanya Alissa memandang datar wajah Reynand.
"Nanti kukirim padamu."
Alis Alissa mengernyit. "Kau memiliki nomor ponselku?" tanya Alissa dengan mata menyipit. Pasalnya, dia tak pernah membagi-bagi nomor ponselnya.
"Ingat, aku ketua kelasmu, tentu saja aku tahu," ujarnya, lalu melengos keluar dari kelas.
Alissa mematung di tempatnya berdiri. Lalu, dia mengetuk kepalanya. Mulutnya menganga, dia baru menyadari dalam kurun waktu kurang 15 menit, dia menunjukkan kurang lebih tiga ekspresi dan berbicara lebih dari lima suku kata, atau lima kali lipat dari jumlah kebiasaannya.
Itu pencapaian tertinggi baginya. Lalu, dia menyunggingkan senyum.
Astaga, ada apa dengan diriku hari ini? Tanyanya.
Kemudian, Alissa mengeluarkan sebungkus roti dan susu kotak dari tasnya, lalu keluar kelas menuju atap sekolah. Itu tempat peristirahatan Alissa, dia tak pernah sekali pun ke kantin. Dia benci keramaian karena dirinya menjadi pusat perhatian.
Alissa menikmati rotinya sembari memandang langit yang bersinar terik, lalu ponselnya berdenting. Satu pesan dari nomor tak dikenal. Namun, membaca isi pesan itu, dia tahu bahwa pengirimnya Reynand.
Tangan Alissa beralih memencet kontak tersebut, menekan fitur menyimpan kontak dengan nama 'Si Tukang Ikut Campur'.
Sepulang sekolah, Alissa langsung menuju rumah Reynand yang tak jauh dari sekolah. Jadi, dia memutuskan berjalan kaki saja.
Seperti biasa, Alissa menyumpal telinganya, bibirnya sesekali bersenandung kecil mengikuti lirik lagu. Tepat saat dirinya ingin berbelok memasuki gang, terlihat Brianna dan dua budaknya sudah berdiri bersandar di tembok. Dua kancing atas seragamnya dilepas dengan rambut yang dikuncir tinggi. Seragam itu seketika berubah menjadi pakaian malam di tubuh Brianna.
"Hai!" sapa Brianna memamerkan deretan gigi rapinya.
Alissa mematung sesaat. Entah apa yang ada di pikirannya, dia berlari kabur.
"Sialan, kejar dia!" titahnya, dan langsung dituruti oleh dua anak buahnya; Ana dan Cilla.
Alissa berhasil kabur berkat kaki panjangnya. Namun, dia salah, saat dia memelankan larinya. Tiba-tiba seseorang membekap mulutnya.
"Kenapa kau lari, huh?!"
Dia Brianna, rupanya gadis setan itu mengambil arah berlawanan dan menangkap Alissa. Brianna menarik Alissa ke lorong sempit. Setidaknya, aksi penyiksaannya tak dipergoki orang sekitar.
Brianna lantas menghempas tubuh jangkung Alissa.
Entah keberanian dari mana, Alissa menyahut, "Apa maumu, huh?"
Alissa benar-benar tak paham dengan sikapnya hari ini. Sudah tak terhitung, berapa kali ekspresi wajahnya berubah.
Brianna mendengus. Dia menundukkan badan hingga Alissa melihat jelas belahan dada gadis itu.
"Kau kini pandai memberontak, ya? Belajar dari mana? Tapi aku suka, sih. Ini tentunya akan jauh lebih menyenangkan." Senyum sinis Brianna muncul.
"Ah, ini kesempatan yang sangat bagus. Tatapan matamu membangkitkan gairah menyiksaku," ujarnya dengan wajah memelas menatap Alissa.
Dasar psikopat! umpat Alissa.
Alissa sudah menjadi langganan rundungan Brianna sejak di bangku kelas 2. Hingga kini, Alissa belum mengerti jelas apa motif Brianna merundungnya, selain lontaran tatapan matanya yang tajam. Dia tak tahu, mengapa Brianna begitu membencinya.
Dulu, Alissa abai saja saat Brianna merundungnya. Kalimat-kalimat pedas Brianna tak berpengaruh padanya. Hingga lama kelamaan, Brianna menaikkan level aksinya, yang mulanya hanya kata-kata pedas kini beralih pada penyiksaan fisik, dan pada akhirnya, menyiksa tubuh-tubuh lemah menjadi candu baginya.
"Biarkan aku pergi," ujar Alissa dingin.
"Pergi?" Brianna mengerucutkan bibir sambil mencengkram dagu Alissa. "Tidak semudah itu, Alissa!"
Alissa menepis tangan Brianna. Gadis berambut abu-abu di depannya mendecih, lalu tertawa.
"Ada apa denganmu? Kemarin, kau santai saja saat aku menyiksamu. Kenapa kini aku tak melihat hasrat untuk mati di matamu?" Brianna kembali mencengkram dagu Alissa. Namun, kali ini cengkramannya lebih kuat hingga kuku-kukunya menancap dalam rahang dan leher Alissa. Lalu, tak lama kemudian, Brianna menghempas wajah Alissa ke samping.
"Cat kukuku belum bertahan satu jam, tapi aku juga tak rela melepaskanmu begitu saja. Jadi, bagaimana dong?" tanya Alissa dengan tampang yang dibuat menggemaskan.
Ingin rasanya Alissa menampar sulam bibir Brianna. Namun, urung melakukannya. Alissa tak ingin membuang-buang tenaga dengan orang seperti Brianna.
Gadis dengan rok super pendek itu berdiri, dia melirik ke arah dua temannya, dan dibalas anggukan. Dia lalu melirik Alissa. "Aku punya eksperimen baru untukmu!"
Lalu, Ana dan Cilla muncul dengan ember kecil yang entah berisi apa.
Brianna menjongkok kembali, tangannya yang kini bercat biru malam bertabur serbuk kilap kini bergerak lentik melepas kancing seragam Alissa.
Namun, sebelum tangannya melepas kancing kedua, Alissa segera menepis tangan Brianna. Dia segera bangkit berdiri, tapi Brianna menarik kakinya hingga Alissa kembali jatuh tersungkur.
"Ada apa denganmu hari ini?" tanya Brianna dengan satu alis terangkat. "Bukankah kau ingin mati? Aku disini untuk membantu mempercepat kematianmu."
"Bria–"
"Apa kau kini sudah berubah pikiran?" potong Brianna.
Alissa memejamkan mata. Ini kesalahannya. Waktu masih duduk di kelas 1 SMA, Brianna dan Alissa pernah cukup dekat—hanya bertahan sebulan—dan sialnya, Alissa menceritakan hal-hal yang dibenci di hidupnya seperti perlakuan diskriminasi antara dirinya dan kakaknya di rumah, dan keinginan untuk mati.
Alissa bergeming di tempatnya.
"Kenapa kau diam?"
Alissa beralih menatap Brianna yang kini mengerucutkan bibir. Lalu, terlintas ide dalam kepalanya. Berhubung pegangan tangan Brianna mengendur di kakinya, kesempatan itu Alissa gunakan untuk menendang badan Brianna. Namun, sialnya tendangannya cukup kuat hingga wajah Brianna juga ikut terlibat.
Alissa langsung beranjak lari. Namun, lagi-lagi dia berhasil di tangkap oleh dua teman Brianna. Alissa mengamuk ingin melepaskan diri, tapi kekuatannya kalah dengan tubuh gemuk Ana yang kini memelintir tangannya ke belakang.
"Aish!" Brianna mengusap hidungnya yang berdarah.
"Alissa setan!" teriaknya kemudian.
Brianna bangkit dari duduknya, menghampiri Alissa dan mencengkram dagunya. Lalu, dia melirik pada Cilla. Gadis bertubuh pendek itu mengangguk dan melepaskan tangannya yang mencengkram bahu Alissa.
Cilla kembali dengan ember cat yang berisi cairan merah. Alissa mengernyit, tak tahu cairan apa itu, dia lantas menoleh menatap Brianna dan mendapatkan seringaian dari bibirnya yang berselimut darah. Kemudian, Brianna mengambil alih ember cat dari tangan Cilla.
"Apa yang kalian lakukan?" teriak Alissa saat kedua tangan Cilla melepas kancing bajunya.
"Sebentar saja, kok!" Brianna menuang cairan merah itu. Tercium aroma menyengat dan pedas.
Apa ini cabai? Batin Alissa.
Brianna tertawa diikuti kedua temannya melihat Alissa yang kini basah kuyup dan seragam putihnya memerah.
Awalnya, Alissa tak merasakan apapun, hingga beberapa menit, dia merasakan panas pelan-pelan merambat.
Alissa merebut tasnya dan berlari meninggalkan tiga gadis gila itu. Dia masih ingat alamat rumah Reynand, segera dia mengecek nomor rumah satu per satu dengan panas di tubunya yang kian menjalar. Sesekali Alissa merintih, kini lengannya memerah.
Tak sengaja kaki Alissa terantuk dengan kakinya sendiri, dan dia kembali jatuh tersungkur. Lagi-lagi, dia mendapat luka baru di dagunya. Tepat di hadapannya, sebuah rumah minimalis ber-angka 075. Alissa bangkit dan berjalan tertatih-tatih menuju pintu.
Untungnya, Alissa masih sempat memencet bel sebelum tubuhnya terperosot. Bibir pucatnya pelan bergumam, "Reynand!"

หนังสือแสดงความคิดเห็น (202)

  • avatar
    Nisya hadahNadia

    banguss bgt😍 tapi ending nya gantung bangettt, plis sambung lgi😣

    27/03/2022

      3
  • avatar
    Chiaraa

    yukiiiiiii

    7h

      0
  • avatar
    HidayatullahSudirman

    sangat menyenangkan

    3d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด