logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 Menyelam Kenangan Kelam

Suasana di antara Arsen dengan Shea sangat canggung sekali. Shea maupun Arsen pun tidak mau membuka topik untuk meruntuhkan dinding kecanggungan di antara mereka berdua.
"Kamu duduk dulu di situ, biar aku yang ambilkan obat merah," titah Arsen yang langsung bergegas mencari obat merah tanpa mendengar persetujuan dari Shea.
"Terima kasih," gumam Shea pelan yang tentu saja tidak didengar oleh Arsen.
Setelah menghabiskan sekitar tiga menit, Arsen kembali datang ke arah Shea membawa semangkuk air hangat dan juga sebuah kotak yang berisi obat - obatan.
"Kalau kamu merasa sakit, nanti cubit saja bahu aku," ucap Arsen sambil menuangkan alkohol di atas kapas yang ada di tangannya.
Shea melirik takut - takut pada Arsen. Seakan tahu ketakutan yang dialami oleh Shea, Arsen langsung membawa kedua tangan Shea untuk diletakkan di kedua bahunya.
"Enggak usah takut, aku enggak bakalan gigit kamu, kok," ucap Arsen yang mencoba menyakinkan Shea.
bibir Shea terasa seperti dipakaikan perekat hingga membuat bibir Shea tidak bisa digerakkan. Dan hanya anggukan kepala yang sangat kaku diberikan oleh Shea pada Arsen.
"Nama kamu Shea, kan?" tanya Arsen yang membuka topik pembicaraan selagi dirinya sedang fokus untuk membersihkan luka yang ada di telapak tangan Shea.
"Iya, Kak. Nama aku Shea," jawab Shea yang membenarkan pertanyaan dari Arsen.
Arsen meniup - niup telapak tangan Shea dengan lembut. Lalu, mengangkat kepalanya untuk menatap langsung wajah Shea.
"Kamu ini murid pindahan atau memang sudah masuk dari awal semester?" tanya Arsen lagi.
"Engghhh ... Aku anak baru yang masuk di semester awal, Kak," balas Shea yang semakin menundukkan kepalanya dalam - dalam.
Mendengar balasan dari Shea membuat kedua mata Arsen melotot menatap wajah polos Shea.
"Seriusan? Kok, aku enggak pernah lihat kamu di lingkungan sekitar sekolah," sahut Arsen yang mengangkat sebelah alisnya tidak percaya.
"Malah dua rius, Kak. Mana ada 'sih orang kayak aku begini bisa di kenal banyak masyarakat seantero sekolah," ucap Shea yang mengerucutkan bibirnya ke depan.
Melihat Arsen yang malah tertawa renyah dengan kedua mata menyipit membuat Shea mengerutkan keningnya.
"Ada yang salah sama ucapan aku tadi? Kok, Kakak malah ketawa lucu kayak gitu," decak Shea kesal bukan main ketika tawa Arsen semakin menggelegar.
"Bukan begitu maksud aku. Wajah kamu itu lucu banget. Jangan sampai tunjukin mimik wajah kamu ke orang lain selain aku," ancam Arsen penuh peringatan pada Shea.
"Ada hak apa kak Arsen ancam aku seperti itu?" tanya Shea menelisik wajah Arsen penuh teliti.
Raut wajah Arsen mendadak berubah terkejut seketika. Arsen kembali menajamkan matanya menatap lekat - lekat wajah Shea.
"Kamu tahu nama aku dari siapa?" tanya Arsen dengan penuh penuntutan sambil memegang erat kedua bahu Shea.
"Enggh ... Aku baca name tag yang ada di seragam kak Arsen," jawab Shea mengerjapkan kedua matanya polos.
"Emang aku enggak boleh lihat nama di seragam kak Arsen?" tanya Shea yang kembali menuntut jawaban dari Arsen sambil mengangkat sebelah alisnya.
Arsen menggaruk keningnya yang tidak gatal. "Bukannya kamu enggak bisa lihat, ya," ucap Arsen pelan takut menyinggung perasaan Shea.
Shea hanya menganggukkan kepalanya pelan dengan senyuman tipis yang tercetak di bibir merahnya.
"Dulu memang aku enggak bisa lihat alias buta. Tapi, alhamdulillah sekarang aku sudah bisa lihat lagi selain hanya kegelapan. Dan aku sangat bersyukur sama Tuhan yang sudah kirim orang baik untuk mendonorkan matanya buat aku." Shea menjeda ucapannya untuk mengambil napas lalu dikeluarkan.
"Aku berharap suatu hari nanti aku bisa bertemu sama pendonornya. Karena berkat dia, aku bisa terlepas dari belenggu kegelapan," lanjut Shea dengan bibir bergetar dan juga matanya yang berkaca - kaca.
Usapan lembut dari jempol Arsen di pipi Shea membuat gadis itu tersadar, bahwa ia sudah menitikkan air mata.
"Jangan menangis. Semoga harapan kamu bisa dikabulkan," ucap Arsen yang memberikan semangat kepada Shea.
"Terima kasih, kak Arsen. Maaf sudah merepotkan," tutur Shea dengan tulus sambil menatap senang tangannya yang sudah terbalut perban dengan rapi.
"Kamu tahu kenapa aku ingin dekat sama kamu, Shea?" tanya Arsen setelah membereskan peralatannya di atas meja.
Shea menggelengkan kepalanya pelan.
"Karena mata kamu dan wajah kamu sangat mengingatkan aku pada sosok di masa lalu aku," terang Arsen dengan sejujurnya.
"Apa dia yang bernama Andrhea?" tebak Shea yang ingin tahu kelanjutannya.
Arsen menganggukkan kepalanya membenarkan tebakan dari Shea. "Iya, benar. Dia Andrhea, sosok yang paling kuat sekaligus rapuh di baliknya."
"Lalu, kak Andrhea ke mana?" tanya Shea selanjutnya, karena semakin penasaran melihat mimik wajah Arsen berubah sedih.
Sebelum menjawab, Arsen menghembuskan napasnya pelan guna untuk menenangkan hatinya.
"Pergi. Dia sudah pergi sangat jauh sampai semua orang di sekitarnya sulit untuk mengunjunginya," jawab Arsen dengan suara seraknya.
Shea langsung menyentuh bahu Arsen dengan lembut. Seperti menyalurkan rasa sakit yang dialami oleh Arsen.
"Maaf kak Arsen. Aku enggak tahu kalau Tuhan lebih sayang kak Andrhea dari pada kita," ucap Shea penuh penyesalan dan juga sekaligus prihatin.
"Kamu enggak salah. Semua sudah kehendak yang maha Kuasa. Sekarang aku sedang berusaha mengikhlaskan, meski semua kenangannya tetap tersimpan hingga berbekas di dalam ingatan," ucap Arsen berusaha tegar di hadapan Shea.
Tiba - tiba Arsen langsung memegang kedua tangan Shea dengan lembut. Menatap penuh harap pada Shea.
"Kalau kita berteman, kamu mau 'kan?" tanya Arsen yang penuh harap.
Kedua pipi Shea berubah warna menjadi merah seperti tomat. Shea memalingkan wajahnya ke samping guna menutupi rasa grogi, karena ditatap lekat oleh Arsen.
"Kenapa kamu memalingkan wajah? Kamu malu punya teman kayak aku?" tuduh Arsen yang membuat Shea langsung gelagapan.
"Bukan begitu maksud aku, kak Arsen," sanggah Shea yang menggelengkan cepat.
"Terus maksudnya?" tanya Arsen mengangkat sebelah alisnya menatap ke arah wajah Shea yang sedang menunduk.
"Engghh ... Gini loh maksud aku. Selama ini aku enggak punya teman selain anak panti. Jadi, kayaknya aku ragu buat terima tawaran kak Arsen. Soalnya aku takut enggak bisa jadi teman yang baik," jelas Shea dengan sejelas - jelasnya.
"Kamu enggak perlu takut, kita berdua juga sama - sama saling belajar. Jika di antara kita ada yang salah, maka salah satu di antara kita harus menegur untuk mengingatkannya," ucap Arsen dengan panjang lebar.
"Kalau begitu, kamu masih mau 'kan berteman dengan aku?" tanya Arsen lagi menunggu kepastian dari Shea.
Dengan malu - malu Shea menganggukkan kepalanya. "Iya Kak, aku mau jadi teman kak Arsen."
Senyum puas yang sangat lebar tercetak di bibir Arsen. Berulang kali Arsen mengucapkan terima kasih pada Shea, karena saking antusiasnya bisa dekat dengan sosok yang sangat mirip dengan Andrhea.
Sampai - sampai Arsen melupakan seseorang yang sudah berjuang untuk menutupi keretakan di dalam hubungan mereka berdua.
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (298)

  • avatar
    KhotimahNurul

    aku sangat suka dengan cerita ini

    3d

      0
  • avatar
    Pred

    kata kata ini menarik

    7d

      0
  • avatar
    bagos123toif

    bagus

    18d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด