logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 Dating

Firasat adalah kemampuan unik yang dimiliki seseorang dalam mendeteksi sebuah bahaya atau kebahagiaan, saat menentukan pilihan di masa mendatang. Hanya saja, tak sedikit dari mereka yang mengabaikannya begitu saja. Hingga akhirnya mengambil keputusan yang salah, karena meragukan firasat itu. 
©Rainsy™ 
"Apa? Firasat? Kamu Paranormal atau Peramal? Kenapa kamu bisa yakin sekali pada firasat gilamu itu?" 
Chelsea dibuat merasa jengah, ketika Brandon yang menemaninya pulang menggunakan sebuah Bus itu, terus saja mengoceh perihal keyakinannya pada firasat dalam diri yang mengatakan bahwa Chelsea adalah jodohnya. 
Ayunan langkah kaki gadis bermata besar itu kian dipercepat, kala Brandon yang mengikutinya turun dari pemberhentian Bus itu menjawab bahwa ia memiliki koneksi yang sangat dekat dengan Tuhan. Sehingga Brandon begitu yakin bahwa firasatnya itu akan benar terjadi di masa depan. 
"Astagaa ..., ayolah! Jangan berhayal terlalu jauh. Usia kita saja masih belasan tahun. Kenapa kamu selalu membahas tentang jodoh? Dan lagi pula, aku menerimamu juga karena terpaksa. Karena kamu membohongiku! Tanpa aku harus mengatakannya, tentu kamu sudah tahu bahwa aku tidak cinta padamu." Chelsea mengatakan itu dengan intonasi yang naik turun sembari satu jarinya menekan-nekan dada kiri Brandon, yang baru saja berhasil memaksanya berbalik badan. 
Alih-alih merasa terintimidasi atau menciut nyalinya karena perlakuan juga perkataan kasar Chelsea, Brandon justru menyunggingkan senyumnya lebar, lantas menggerakan kedua tangannya untuk meremas lembut jari telunjuk Chelsea yang masih tertuju ke arahnya. 
"Tolong berilah satu kesempatan untukku. Apakah kamu sungguh tidak merasakannya? Jantungku berdegup lebih cepat karenamu. Kakak kelas, bisakah kamu memberiku izin untuk membuat kamu, jatuh cinta padaku?" 
Paras yang menawan, serta sikap manis yang kerap Brandon tunjukan, sebenarnya telah beberapa kali berhasil membuat aliran darah dalam jantung Chelsea juga berdesir lebih kencang. Namun, karena sifatnya yang begitu rasional mengingat Brandon adalah seorang Idola serta merupakan Adik kelasnya, membuat gadis itu berusaha keras untuk menyingkirkan perasaan suka yang coba Brandon tanam di dalam hatinya. 
Saat kecupan kecil mendarat di punggung tangan milik Chelsea yang Brandon genggam, semburat rona merah pun merekah di kedua pipi gadis bersurai hitam sebahu itu. Merasa dirinya akan semakin salah tingkah, Chelsea buru-buru menarik tangannya kembali. 
"Ehm ..., aku bukan tipikal gadis yang mudah jatuh cinta. Kamu akan membutuhkan waktu sangat panjang untuk menaklukan hatiku. Apa kamu sanggup?" balas Chelsea terkesan menantang. 
Satu sudut bibir Brandon terangkat ke atas menanggapinya. "Tentu. Jangankan waktu yang panjang, seumur hidup kamu menyuruhku untuk menunggumu pun, aku akan melakukannya. Karena aku sangat yakin 100% pada firasatku. Bahwa kamu adalah jodohku di masa depan." 
Melihat rasa percaya diri Brandon yang membuncah, Chelsea tersenyum sinis. "Terserah kau sajalah!" timpalnya mencoba untuk mengabaikan tingkah pecicilan Brandon yang masih mengekor di belakangnya. 
"Tunggu!" 
Chelsea yang baru satu meter menggerakan tungkainya, mendadak berhenti melangkah. Membuat Brandon tak sengaja menabrak punggungnya. 
"Kenapa kamu masih mengikutiku?!" Protes Chelsea yang nampak risih dibuntuti oleh Brandon sejak sepulang sekolah tadi. 
"Memangnya kenapa? Aku hanya ingin memastikan bahwa Kakak Cantikku ini sampai di depan rumah dengan selamat." 
Chelsea menggelengkan kepalanya dengan ritme cepat. "Tidak-tidak, tidak! Kamu tidak boleh mengikutiku sampai depan rumah. Karena Ayah begitu selektif menilai teman-temanku. Aku tidak ingin kau diwawancarai macam-macam oleh Ayahku." Chelsea mengatakannya sembari meremas serta mendorong kedua bahu Brandon ke belakang. 
"Hm ..., Tidak-tidak, tidak. Aku tidak mempermasalahkan akan diberi berapa ratus pertanyaan oleh Ayahmu. Aku tidak mungkin membiarkanmu pulang sendirian. Dan lagi, mungkin ini kesempatan emas untukku mengenal lebih awal calon Ayah mertuaku." 
Sepasang bola mata Chelsea terbuka lebar, mendengar kalimat yang Brandon lontarkan. 
Sungguh. Nyali Junior di Sekolahnya itu benar-benar tangguh. Sekarang, harus dengan cara apa agar Brandon mau meninggalkannya? 
Belum sempat Chelsea menemukan alasan baru yang sanggup membuat Brandon bersedia meninggalkannya. Junior di Sekolahnya itu sudah lebih dulu menyeretnya mengikuti beberapa orang yang beramai-ramai menuju ke area Lapang ; yang rupanya sedang digunakan untuk kelangsungan sebuah acara Festival. 
Lahan terbuka nan luas yang kini telah beralih fungsi itu tampak dipadati lautan manusia. Riuh bermacam suara musik, obrolan seru, bahkan teriakan beberapa orang yang merasa terpacu adrenalinnya saat sedang melakukan berbagai jenis permainan dan wahana yang tersaji dalam festival itu, seolah selaras dengan betapa meriahnya hiasan bendera kecil, lampion serta lampu hias dengan berbagai macam jenis bentuk, yang mulai dinyalakan bersamaan saat Chelsea dan Brandon baru saja memijakan kaki mereka tepat di bawah spanduk acara festival yang membentang lebar. 
"Astaga, sepertinya lingkungan tempat tinggalmu cukup mengasyikan. Karena acara seramai ini pun bisa diadakan dengan sangat meriah. Bagaimana kalau kita masuk? Ayo!" Brandon sangat antusias, mengajak Chelsea untuk ikut serta menikmati Festival yang diadakan untuk merayakan hari ulang tahun berdirinya kota tersebut. 
"Mari kita lihat, kira-kira aku harus membelikan buah tangan apa pada calon Ayah mertuaku itu? Martabak? Kopi? Bakso? Atau ...," Brandon yang tengah mengabsen satu demi satu pedagang kaki lima yang berjejer membuka lapak dalam Festival itu, tampak bingung memutuskan oleh-oleh yang akan dibelinya. "Hei, Kak Chelsea. Apa Ayahmu suka buah? Buah apa yang dia sukai? Bukannya aku akan terkesan menjadi Calon menantu yang sangat peduli kesehatannya, jika aku membawakannya buah-buahan?" 
Satu sudut bibir Chelsea terangkat sinis. "Apakah jika kamu memberi Ayahku kacamata import, kamu akan dipandang sebagai menantu Selebritas bagi Ayahku?!" Sungut gadis itu balik bertanya. "Kalau begitu, kenapa kamu tidak bawakan saja dia sebuah kunci Apartemen atau Vila? Karena dengan begitu, Ayahku pasti akan sangat jatuh hati padamu. Karena dia sangat menyukai sebidang tanah apalagi dengan nama dirinya tertulis dalam  sertifikat hak milik." 
Alih-alih ikut kesal karena menerima amarah yang Chelsea semburkan, raut wajah Brandon justru terlihat semakin sumringah. "Wohoo ..., apakah kamu baru saja memberiku kode untuk melamarmu dengan mahar sebidang tanah, Kak Chel? " goda Brandon yang berhasil membuat Chelsea jadi gelagapan. 
"Apa?! Bu-bukan! Bukan begitu maksudku! Aku hanya ...." 
Belum sempat Chelsea menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Brandon kembali mengejutkannya dengan mengaitkan jemari ke sela-sela jemari tangan kiri Chelsea yang kemudian digenggamnya erat. 
"Kamu tak perlu mengkhawatirkannya, Kak. Aku akan bekerja lebih keras lagi sebagai Idol, mulai dari sekarang. Agar di Masa mendatang, aku bisa melamarmu dengan mahar yang kamu sebutkan tadi." 
Bluss .... 
Rona merah kembali muncul tanpa diminta. Menghiasi kedua pipi chubby milik Chelsea yang kembali mendapat kecupan lembut di punggung tangannya. Meski Chelsea yakin bahwa itu hanyalah sebuah janji semu yang sangat tidak mungkin terwujud oleh seorang anak kecil seperti Brandon, namun tetap saja. Chelsea tidak bisa memungkiri fakta bahwa sebagian hatinya, menyukai setiap janji manis yang Brandon ucapkan tadi. 
Tak ingin ketahuan bahwa dirinya mulai dibuat terlena oleh perlakuan Brandon, Chelsea memilih untuk mengalihkan fokusnya pada tiap stand yang ada di sana. 
Dalam keramaian orang-orang yang hilir-mudik di sekitarnya, Brandon begitu khusyuk menuturkan jengkal demi jengkal langkah kaki Chelsea yang sedang menjelajah dan berkeliling menikmati uforia tiap pengunjung Festival yang berdatangan. 
Brandon ikut tersenyum, ketika melihat Chelsea tersenyum mana kala memerhatikan sepasang kekasih yang tengah saling menyuapi Corndog di depan sebuah stand. Brandon  tertawa kecil, ketika melihat Chelsea tampak begitu senang memerhatikan sekelompok gadis berseragam sekolah yang tengah menikmati sebuah wahana dalam Festival itu. Bahkan Brandon refleks memberengut, saat Chelsea mengamati seorang anak kecil yang sedang merajuk meminta dibelikan ice cream pada orangtuanya. 
Namun sepersekian detik kemudian, tungkai pemuda tampan itu mendadak membeku. Brandon sengaja mengulur dan membiarkan jarak yang cukup renggang memisahkan antara dirinya dan Chelsea, tepat ketika gadis itu memutuskan untuk mengunjungi sebuah stand yang menjual  aneka jenis Bunga. 
Dari tempatnya berdiri, Brandon masih dapat melihat bahwa Sang penjual tengah menyapa Chelsea dengan begitu ramah. 
Dari tempatnya membuat jarak, Brandon pun dapat mendengar Sang Pedagang menawarkan Mawar, Aster, Lili, hingga Bunga Matahari sebagai jawaban saat Chelsea menyentuh kelopak demi kelopak Bunga yang tertata rapi di sana. 
"Apa ada Bunga Tulip?" ucap Chelsea bertanya. Sang Penjual pun mengangguk. Lantas mempersilakan Chelsea untuk masuk lebih dalam ke dalam stand miliknya, guna memilih sendiri Tulip warna apa yang dicarinya. 
Tak ingin kehilangan sosok yang sendari tadi diawasinya. Dengan gerakan ragu, Brandon akhirnya kembali menggerakan tungkainya lagi menuju stand Penjual Bunga. 
"Haaciiih!!!" Brandon mendadak bersin, bertepatan dengan Chelsea yang tiba-tiba saja muncul sembari membawa satu buket bunga dalam pelukannya. 
"Kau jorok sekali, Bocah!" Cerca Chelsea seraya mengasongkan sebuah sapu tangan yang diambilnya dari dalam tas pada Brandon. 
"Maaf. Aku tidak sengaja. Sepertinya angin malam membuat staminaku berkurang." Seloroh Brandon saat menerima sapu tangan milik Chelsea. 
"Kalau begitu, mari pulang. Aku tidak mau disalahkan banyak fansmu jika kamu jatuh sakit karena mengantarku." 
Brandon tertawa kecil, menyadari akhirnya Chelsea dapat menemukan alasan jitu yang sanggup membuatnya membatalkan niat untuk bertemu Sang Calon Mertua. 
"Berhubung suasana hatiku sedang baik, aku akan mengizinkanmu mengantarku sampai di ujung jalan sana. Dari sana, aku hanya membutuhkan waktu lima menit saja untuk sampai ke rumah. Apa kamu lihat? Rumah lantai dua yang memiliki pagar dari rerumputan itu? Itu adalah rumahku." celoteh Chelsea panjang lebar, yang hanya direspon anggukan kepala oleh Brandon di belakangnya yang seketika berubah jadi lebih pendiam. 
Keheningan mengiringi perjalanan sepasang sejoli yang baru meresmikan hubungan itu. Hanya sesekali, suara deru kendaraan-lah yang menjadi pelipur sepi kala Brandon terus memposisikan dirinya untuk berjalan di belakang Chelsea menyusuri trotoar. 
"Bunga itu. Bukankah buket bunga itu merupakan hadiah untuk seseorang? Apakah akan ada sebuah pesta yang kamu hadiri? Untuk siapa bunga itu?" Setelah cukup lama saling membisu, akhirnya Brandon yang memang sejak tadi memerhatikan bunga Tulip dalam gendongan Chelsea pun memberanikan diri untuk bertanya. 
Gadis berlesung pipi itu menoleh, lantas  menggeleng. "Bunga tulip ini untuk diriku sendiri. Dan akan aku letakkan dalam vas milik mendiang Ibuku sebagai hiasan hidup dalam rumahku." 
"Oh. Maaf ..., aku tidak tahu kalau Ibumu ...." 
"Tidak apa-apa. Aku sudah biasa saja. Karena Ibuku meninggal sudah sangat lama. Tepatnya saat usiaku masih lima Tahun." 
Meski Chelsea berkata sekarang ia baik-baik saja. Akan tetapi, Brandon dapat dengan jelas melihat kabut bening muncul di kedua mata bulatnya saat gadisnya bicara tadi. Tak ingin Chelsea terluka atau justru teringat  masa-masa sulitnya saat baru ditinggal oleh Sang Ibu, Brandon berinisiatif untuk mengganti topik obrolan. 
"Bisa beritahu padaku alasan kenapa Kak Chelsea sangat menyukai bunga tulip? Karena pada umumnya, bukankah para gadis itu lebih menyukai bunga mawar ya?" 
"Apa kamu tahu? Tulip adalah satu-satunya bunga yang tak pernah mekar sempurna. Namun di balik ketidaksempurnaannya itu, Tulip juga satu-satunya bunga yang kelopaknya tidak mudah gugur di saat layu. Dari bunga Tulip ini, aku belajar bahwa menjadi sempurna itu melelahkan. Namun menjadi seseorang yang gigih dalam tekad itu penting." 
Brandon dibuat manggut-manggut mendengar makna dari filosofi hidup bunga Tulip yang coba Chelsea jabarkan. 
"Astaga! Tali sepatuku terlepas! Brandon, bisa pegang buket bungaku sebentar?" 
Tanpa menunggu jawaban lebih dulu, Chelsea yang baru menyadari bahwa tali sepatu ketz yang dikenakannya terlepas itu, bergegas menitipkan buketnya, lalu segera berjongkok juga mengikat kembali tali sepatu miliknya. Selagi Chelsea disibukan dengan kegiatannya di  bawah sana, Brandon yang saat ini menggendong buket bunga berukuran sedang itu, tampak mengkhawatirkan saja kondisinya. Karena dalam hitungan detik, raut wajahnya berubah pucat. Hidung juga kelopak matanya pun seketika memerah. Apa mungkin  Brandon terserang flu? 
"Selesai!" Chelsea kembali berdiri tegak. Mengambil bunga yang dititipkannya tadi, kemudian menggerakan bola matanya untuk menatap wajah Brandon guna berterima kasih. Namun alangkah terkejutnya ketika ia menapati kondisi Brandon yang tampak kacau. "Astaga! Sepertinya kamu harus pulang sekarang, Brandon! Sepertinya kamu benar-benar tidak bersahabat dengan angin Malam." 
"Iya, aku akan pulang setelah melihatmu masuk ke dalam rumah lebih dulu." 
"Tidak-tidak, tidak. Kamu tidak perlu mencemaskanku. Aku akan baik-baik saja. Keadaanmu harus lebih dulu diutamakan. Atau ..., apa kamu mau mampir ke rumahku saja? Nanti akan aku buatkan teh hangat untukmu. Siapa tahu dengan mengonsumsi sesuatu yang hangat, kondisimu akan membaik." 
Greb! 
Baru saja sepasang bibir Chelsea terkatup, Brandon tiba-tiba saja memeluknya. Mengundang keterkejutan yang tercetak jelas di wajah Chelsea yang tenggelam di balik punggung lebar Brandon. 
"Kamu benar. Aku membutuhkan sesuatu yang hangat. Dan dengan memelukmu begini, itu cukup membuatku merasa hangat juga nyaman." tutur Brandon mempererat dekapannya. "Terima kasih untuk kencan pertama kita hari ini. Aku sangat bahagia. Terima kasih karena kamu bersedia menerimaku menjadi pacarmu. Dan percayalah, di masa mendatang, aku akan menepati semua janji yang pernah  aku katakan padamu." Brandon merenggangkan pelukannya, untuk meneliti paras cantik gadis yang baru dipacarinya itu. Menyeka dan merapikan  tatanan rambut Chelsea yang sempat kacau karena tertiup embusan angin, dari cepatnya laju kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya, lantas berujar, "Kak Chelsea, aku pamit ya? I Love You." Lirihnya berbisik tepat di telinga kanan gadis pujaanya sebelum di detik berikutnya Brandon menyetop sebuah mobil Taksi yang kebetulan melintas.  
To be continued

หนังสือแสดงความคิดเห็น (18)

  • avatar
    PonorogoNanda

    ceritanya bagus dan Sangat menghibur ke gabutan saya

    16/07

      0
  • avatar

    keren

    15/07

      0
  • avatar
    HAFIZHMUHAMMAD

    5000

    15/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด