logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

3.

Sherin duduk di atas karpet bulu dengan wajah ditekuk, terlihat kesal. Dia langsung mengomel pada dua sahabatnya juga pada si kembar. Meluapkan rasa kesal dan malunya yang setengah mati.
"Nyasar? Masa sih? Rumah ini bahkan gak seluas museum," ucap Vano yang tak percaya saat Sherin berkata dia nyasar dan masuk kamar yang salah.
"Serah deh ah," balas Sherin kesal sendiri. Dia mengambil toples camilan dan mulai memakannya. Berusaha melupakan kejadian beberapa menit yang lalu. Kejadian yang sangat memalukan untuknya.
Vano dan Vian saling tatap saat melihat reaksi Sherin. Kemudian mereka mengangkat bahu. Tak apalah. Yang penting sekarang Sherin tak ngomel-ngomel lagi.
"Mau nonton film gak? Ada banyak koleksi film di sini. Kalian bisa pilih mana yang kalian suka." Vano memberikan pilihan pada tamu-tamunya untuk memilih film mana yang akan ditonton. Dan Sherin mulai risih. Pasti deh mereka bakal mesra-mesraan kayak di bioskop. Dia yang jomblo jadi ngenes sendiri.
Setelah diskusi, akhirnya mereka memilih sebuah film horor. Saat film diputar, Novi langsung nempel pada Vian dan bersembunyi di balik punggungnya. Menatap layar televisi dengan takut-takut. Sedangkan Renata, biasa saja. Sherin bisa melihat Renata dan Vano yang saling menggenggam tangan.
Nah, kan. Sudah dipastikan semuanya akan seperti ini. Sherin jadi menyesal ikut mereka. Harusnya dia pulang saja ke kosan. Bukan malah ikut Novi dan Renata. Ujung-ujungnya dia yang ngenes sendirian.
Menit demi menit terlewati, suasana terasa mencekam bagi Novi yang memang penakut. Sementara Sherin, bosan sendiri. Bolak-balik melihat ponselnya dan layar televisi. Tak ada yang membuatnya tertarik.
Setelah melewati waktu yang terasa lama bagi Sherin, akhirnya film berakhir. Ada suara seorang wanita yang memanggil Vano dan Vian. Berkata, kalau makan siang sudah siap.
"Ayo makan siang bersama!" ajak Vian semangat. Novi dan Renata mengangguk mau. Sedangkan Sherin, terlihat keberatan.
"Aku sepertinya mau pulang saja. Lupa ada tugas yang belum selesai." Sherin berusaha mencari alasan. Namun, dia tak dibiarkan pulang oleh dua sahabatnya. Dengan tak tahu malunya, Novi dan Renata menyeret Sherin agar ikut makan siang bersama di rumah si kembar.
"Ish. Kalian ini malu-maluin banget. Baru juga pacaran, udah main ke rumah segala. Apalagi sampai ikut makan siang," gerutu Sherin.
"Udahlah, Rin. Jangan ngomel terus. Ayo ikut kita makan." Novi dan Renata menarik Sherin dengan paksa menuju ruang makan. Saat sampai di sana, si kembar sudah duduk rapi. Pandangan Sherin langsung tertuju pada seseorang yang berpakaian rapi dan duduk di meja makan bersama si kembar.
Rona merah kembali menghiasi pipi Sherin saat tak sengaja bertemu pandang dengan Revan, ayah si kembar. Dengan cepat, Sherin memalingkan wajah. Terlalu malu untuk bertatapan lebih lama dengan pria itu. Malu atas tindakannya sendiri yang ceroboh hingga masuk ke kamar pria itu.
"Makanlah. Jangan malu-malu. Anggap saja rumah sendiri." Revan berkata dengan ramah. Novi dan Renata mengangguk lalu mulai menyantap makanan yang terhidang. Sherin pun ikut makan siang, walau terlihat sedikit enggan.
Selesai makan, mereka tidak langsung pergi. Berbincang-bincang terlebih dahulu dan mengenalkan diri. Saat Novi dan Renata terlihat nyaman, beda jauh dengan Sherin yang tak sabar ingin segera pergi dari sana.
"Ini pertama kalinya mereka membawa teman perempuan ke rumah," cetus Revan. Novi dan Renata terlihat malu-malu mendengar itu. Membuat Revan bisa tahu, dua perempuan itulah yang memiliki hubungan dengan anak-anaknya.
"Saya ada keperluan di luar. Kalian bisa main sepuasnya di sini. Kalian boleh berkeliling juga. Jangan sampai tersesat lagi," ucap Revan disertai senyuman kecil. Sontak, keempat remaja yang duduk di sana langsung menatap Sherin yang salah tingkah. Sial sekali.
Revan tak bicara apa-apa lagi dan langsung pergi dari sana. Tersenyum geli melihat reaksi Sherin yang terlihat malu dan menyesal.
"Tunggu. Kenapa Papa bisa tahu kamu tersesat?" tanya Vano heran pada Sherin. Bukan hanya Vano, Vian dan pacar mereka juga penasaran dan menatap Sherin, menuntut jawaban. Sementara Sherin, sudah malu sekali, tak mau mengingat kejadian tersebut. Rasanya dia ingin mengubur diri saja.
"Sudahlah. Aku mau pulang." Bukannya menjawab pertanyaan Vano, Sherin malah berkata ingin pulang. Dia tak mau lama-lama di rumah itu.
"Jangan gitu dong, Rin."
"Aku ada tugas yang belum dikerjakan. Aku pulang duluan." Sherin naik ke lantai atas, menuju kamar Vano untuk mengambil tasnya. Tak lama, Sherin sudah kembali ke lantai satu.
"Sherin, biar aku dan Renata anterin kamu pulang." Vano memberikan tawaran. Namun, Sherin menggeleng pelan.
"Nggak usah. Aku bisa naik taksi." Dengan buru-buru, Sherin keluar dari rumah megah itu. Berjalan cepat keluar dari halaman, dan berdiri di pinggir jalan mencari taksi yang lewat.
"Loh, kamu mau kemana?" Sherin terperanjat kaget saat mendengar suara itu lagi. Menatap ke samping, pada Revan yang duduk di balik kemudi mobil.
"Sa-saya mau pulang," cicit Sherin.
"Kenapa? Teman-teman kamu kan masih di dalam."
"Ada tugas, Om. Harus segera diselesaikan." Tentu saja Sherin berbohong. Bodo amatlah. Yang penting dia bisa segera sampai ke kosannya. Sherin menengok ke kiri dan kanan bergantian. Terlihat panik karena tak menemukan satu taksi pun yang lewat. Mau pesan taksi atau ojek online pun tak bisa karena ponselnya kehabisan baterai. Jika di ingat-ingat, Sherin rasanya sial sekali hari ini.
"Ya sudah. Ayo masuk. Biar saya antarkan," ucap Revan. Sherin membelalak kaget mendengarnya. Spontan mundur beberapa langkah, hingga hampir jatuh.
"Tidak usah, Om. Saya naik taksi saja." Sherin menolak secepat mungkin.
"Lah, kamu sudah lama berdiri di sini tak ada satu pun taksi yang lewat." Sherin meneguk ludah dengan susah payah. Memang benar yang dikatakan Revan. Tak ada taksi yang lewat. Sial sekali.
"Tenang saja. Saya tidak akan macam-macam padamu. Saya akan antar kamu pulang dengan selamat menuju tempat tinggalmu." Revan berusaha meyakinkan Sherin. Sherin menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Akhirnya, walau malu tak ketulungan, dia masuk ke dalam mobil Revan. Suasana yang canggung membuat Sherin sangat tidak nyaman.
"Jadi, kamu tinggal di mana?" Revan bertanya. Sherin pun menyebutkan alamat kosannya. Revan tak bertanya lagi, langsung melajukan mobilnya menuju tempat tinggal Sherin. Dia mengerti Sherin yang tak nyaman. Jadi, lebih baik diam saja.
Selama dalam perjalanan, Sherin tak bisa berhenti merasa takut. Tapi ternyata, Revan menepati ucapannya. Mengantarkannya dengan selamat sampai tempat tinggalnya.
"Terima kasih tumpangannya, Om." Revan tersenyum kecil dan mengangguk. Tak lama, mobil mewah berwarna hitam itu melaju pergi dari hadapan Sherin. Sherin berbalik, dan langsung berlari masuk ke kosannya. Sungguh, dia malu sekali hari ini.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (662)

  • avatar
    Ade Lintang

    Great. I love it. Happy ending ❤️

    30/08/2022

      0
  • avatar
    ManroeBona_Joana

    seru banget...dan penasaran...andaikan bab nya lebih banyak 😍😍

    17/05/2022

      2
  • avatar
    Maya Lahe

    sampai baper bacanya ikut nangis baca kisah hidupnya senang nya happy ending. semangat nulis tor 💪💪

    20/04/2022

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด