logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 7

Seperti biasa, Nadhif berjalan dengan gaya santainya saat memasuki kelas. Key menyambutnya dengan tatapan tak bersahabat. Nadhif menyadarinya namun kembali acuh, duduk di kursinya sambil berkutat dengan ponsel pintar. Sepasang earphone terpasang di kedua telinganya seperti biasa.
Ya, Nadhif biasa saja. Namun tidak dengan Rey. Cowok itu bisa merasakan dengan jelas merasakan aliran listrik yang dipancarkan Key sejak Nadhif memasuki kelas.
Rey menoel-noel lengan Key dengan pensil kayu miliknya, seolah takut ia ikut terkena aliran listrik itu. "Oy, Key ...."
Key melirik Rey sengit. "Apaan?"
Rey meneguk salivanya seraya memalingkan wajah, memilih menatap Nadhif lurus. "Lo ada masalah sama Nadhif?" Tak ada jawaban, Rey kembali bersuara. "Masalah apaan lagi?"
"Kemarin gue denger dia jadian sama Qiren, anak kelas XI IPA 1 itu." Key memulai ceritanya. "Tapi katanya hubungan mereka berdua aneh, jadi gue mau ngomong sama Nadhif langsung. Gue misscall belasan kali, gue chat dia puluhan pesan, tapi dia gak bales sama sekali. Gue akhirnya protes pas dia online ... dia nanya gue marah? Ya, iyalah, dan lo mau tau jawaban dia apa?"
Mendapat tatapan misterius dari teman sekelasnya itu, Rey pun mengangguk.
"Dia gak minta maaf dan malah bilang,'Yaudah, kalo lo marah gapapa, lo tinggal blokir nomor gue kan?' ... ... ... SIALAN!"
Rey mengusap-usap dadanya lantaran terkejut dengan umpatan keras yang dilontarkan Key.
Nadhif pun langsung menoleh ke belakang menatap kedua temannya, ia melepas kedua earphone-nya. "Kenapa, sih? Lo masih marah, Key?"
"Ya, iyalah gue masih marah, Nadhif!" Key berdecak, ia berdiri dan menatap Nadhif jengkel, tapi kemudian menunduk dan berkata lirih. "Tanpa gue blokir nomor lo pun, lo pasti gak bakal hubungin gue, iya 'kan ...? Gue, tuh ... gak mau lo giniin gue terus, Nadhif!!"
Nadhif terdiam sebentar kemudian ikut berdiri dan mengacak puncak kepala Key lembut. "Gue minta maaf."
"Maaf gara-gara lo diemin pesan gue?" Key memastikan dengan mata yang malu-malu nenatap wajah Nadhif dari dekat.
Nadhif masih tersenyum. "Maaf gara-gara gue gak ngerti pesan lo yang terakhir, kalo gak salah lo ngomong pake bahasa italia, gue gak ngerti bahasa Italia 'kan kita gak diajarin, sori."
Tak menyadari tatapan Key yang berubah datar, Nadhif berbalik dan melambaikan tangan. "Gue mau nemuin pacar gue dulu!"
Saat Nadhif tak lagi terlihat di pandangannya, Rey tertawa terbahak-bahak. Sementara Key tak berhenti mengumpati Nadhif.
🍁
Qiren berjalan sambil bersenandung memasuki gerbang sekolah. Ia terlihat lebih ceria, mungkin karena cuaca cerah. Tapi sepertinya nasib sial sedang menghampirinya hari ini. Qiren tak sengaja menabrak seseorang hingga minuman kaleng yang dipegang orang itu pun tumpah.
"Sial," Orang itu mengumpat pelan, menatap Qiren datar kemudian mendecih. "Ternyata elo."
Qiren mendongak menatap si pemilik suara. Ah, ternyata itu Chelsie kelas XI IPA 9 bersama Bella dan Windy teman sekelas Chelsie. Qiren pernah mendengar kesombongan mereka sebagai salah satu most wanted girl di sekolah. Dan kabarnya mereka suka menindas anak-anak yang menghalangi.
Mereka bertiga menatap Qiren dengan pandangan jijik. Sementara Qiren sendiri kembali tertunduk dalam. "Maaf," Bisiknya. Bukannya Qiren tak mau melawan, ia hanya malas menghadapi mereka.
Chelsie melemparkan kaleng minuman yang sudah setengah kosong ke kepala Qiren, isi minuman itu pun tumpah dan mengenai seragam Qiren yang bersih. Qiren meringis pelan.
Chelsie tersenyum smirk, ia menoleh pada kedua temannya dan mengisyaratkan sesuatu. Di detik berikutnya, Windy dan Bella sama-sama melemparkan kaleng minuman mereka pada Qiren.
Setelahnya ketiga orang itu tertawa puas.
"Udah jelek, makin jelek lo." Windy berujar pedas.
Chelsie mendorong bahu Qiren dengan kuat hingga Qiren tersungkur. "Buangin, tuh, sampah-sampahnya."
Qiren yang terduduk di depan gedung utama sekolah itu masih tertunduk dalam dan terdiam.
"Kenapa?" Chelsie terkekeh. "Emang itu 'kan tugas ibu-ibu?"
Baru saja Chelsie ingin berbalik dan pergi meninggalkan Qiren, ia terkejut dan mundur selangkah saat mendapati Nadhif yang sudah berdiri di pintu masuk lobi.
Nadhif tersenyum miring ke arahnya. Cowok jangkung itu mendekat dan berbisik tepat di telinga Chelsie. "Kalo lo gak tanggung jawab ke dia, gue bakal bunuh lo bertiga, loh." bisiknya tepat di depan wajah Chelsie. "Oh, iya, jangan kasih tau Qiren soal ini atau lo bakal nyesel seumur hidup."
Chelsie meneguk salivanya susah payah. Nadhif terkenal sadis jika sudah serius, memang bukan orang yang bisa Chelsie hadapi. Ia berbalik lagi dan cepat-cepat menghampiri Qiren. "So-sori, Ren. Sorry banget." Chelsie mengeluarkan uang seratus ribu dari sakunya dan memberikannya pada Qiren. "Nih, lo beli seragam baru aja di koperasi. Sori, ya."
Qiren mengernyit bingung. Ia menerima uang itu dan berdiri dengan lunglai. Chelsie, Windy dan Bella terus mengulang kata maaf. Kemudian pergi setelah Qiren mengiyakan maaf mereka
Masih dengan bingung, Qiren mendongak dan tanpa sengaja matanya langsung bertemu manik mata gelap berbalut kacamata satu meter di depannya.
Pangeran berdiri sambil tersenyum canggung di ambang pintu masuk lobi.
🍁
Pangeran baru saja sampai di kelas dan ingin keluar sekolah untuk sarapan. Pagi-pagi begini biasanya ia akan mendatangi warteg di belakang sekolah untuk makan. Namun langkahnya terhenti begitu melihat Nadhif menghalangi jalan keluar lobi.
Tepat sebelum Pangeran menegurnya, cowok tinggi itu berbalik dan sedikit terkejut dengan kehadiran Pangeran.
Nadhif tersenyum smirk. "Ngapain lo di belakang gue?"
Pangeran menggeleng pelan dan memalingkan wajah. "Cuma mau lewat." jawabnya setengah hati.
Nadhif mempersilahkan dan melangkah pergi dari sana. Meninggalkan Pangeran yang merasa aneh dengan sikapnya. Lagi-lagi Pangeran terkejut dengan Qiren yang ternyata sudah ada di depannya dengan penampilan yang berantakan.
Qiren menatapnya dengan senyum sendu membuat Pangeran mengernyit.
"Kenapa?" tanya Pangeran akhirnya, setelah beberapa detik terdiam.
"Makasih udah nolongin." ucap Qiren. Mereka kembali diam selama tiga detik.
"H-hah?"
"Makasih."
"Hah?"
"Ck, sejak kapan lo budek, sih?" Qiren berdecak kesal dan menghampiri Pangeran dengan bibir manyun. "Pokoknya makasih udah nolongin."
Pangeran mengusap tengkuknya canggung dan menoleh ke arah kepergian Nadhif. Tanpa rasa bersalah, Nadhif yang berdiri lima belas meter dari sana hanya meletakan jari telunjuk di depan bibir. Isyarat agar Pangeran menutup mulut.
Alhasil Pangeran hanya terkekeh aneh. "I- iya, sama-sama."
"Lo mau jadi Robin Hood? Mau pura-pura gatau padahal udah nolongin gue?"
Cibiran Qiren lagi-lagi dibalas kekehan oleh Pangeran membuat Qiren mendengus.
"Yaudah, deh, gue ke koperasi dulu, mau beli seragam." Qiren melangkah meninggalkan Pangeran yang hanya terdiam. "Dah, Robin."
Di tempatnya Pangeran bernapas lega. Sementara Nadhif yang semula tersenyum mengulum bibir, sorot matanya berubah menjadi tajam, seolah menusuk Pangeran tepat di jantung. "Katanya cuma mau lewat?" Gumam Nadhif. "Tapi kok caper, ya? Pengen gue banting, nih, anak."

หนังสือแสดงความคิดเห็น (243)

  • avatar
    PakasiMargaret

    bagus

    04/08

      0
  • avatar
    TapatabSelviana

    kocak Juga si ini crta

    31/07

      0
  • avatar
    AmandaClaura

    bagus

    24/05

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด