logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 5

"Lo jadian sama Nadhif?"
"Gak."
"Serius demi apa?"
"Gak."
"Berarti lo jadian, dong?"
"Gak."
Clara mengerucutkan bibirnya sebal karena jawaban Qiren yang itu-itu saja. Akhirnya cewek bergaun pastel selutut itu pun hanya duduk di samping Qiren sambil bertopang dagu. Sementara Qiren sendiri hanya menyapu pandang ke sekitar dengan malas.
Mereka berdua sedang berada di perpustakaan sekolah. Padahal sekolah yang didekor bernuansa abu-abu dan jingga itu sudah mulai ramai. Tamu-tamu sudah mulai berdatangan, beberapa orang berlalu-lalang dan beberapa lagi mengunjungi berbagai stand makanan dan aksesoris. Dentuman musik yang samar dari panggung pentas seni terdengar hingga ke sana.
"Bagus, ya, tema festivalnya?" Clara bertanya lagi, melirik Qiren dengan ekor matanya.
Qiren hanya berdeham dan menghela napas tanpa mengalihkan pandangan menatap Clara. "Lo gak ngebantuin kelas lo buat jaga stand?" tanyanya setengah hati.
Clara menggeleng dan menjawab santai. "Gak, lo sendiri?"
"Males." Sekali lagi Qiren menghela napas.
"Menurut teori halaman 9999, kalo ada orang yang sering bengong, berarti ada masalah." ujar Clara. Dan detik berikutnya, derit pintu perpustakaan yang mengerikan terdengar memekakan telinga. Clara duduk tegak, matanya was-was mengintip ke arah pintu. Ia lanjut bicara sambil berbisik. "Menurut teori halaman 9989, kalo ada pintu yang kebuka sendiri, artinya ada engsel yang rusak."
"Clara," Qiren memanggil, ekspresinya terlihat berusaha sabar. "Itu gak usah pake teori. Kucing pincang juga tau. Gue juga punya teori." Qiren balas menatap Clara, senyum kecilnya terlihat kesal. "Kalo ada pintu yang baru dipasang tiba-tiba rubuh, berarti tukang kayunya bego."
Clara melongo. "Bukannya yang masang pintu?"
"Gue pengennya tukang kayu. Puas?" Dan detik berikutnya, Clara hanya mampu mengangguki ucapan Qiren.
"Woy, kalian ngapain di sini?" Suara Ryan menginterupsi kedua gadis itu. Kepala cowok itu muncul dari balik pintu, setelahnya ia berjalan menghampiri sambil membawa kantung plastik merah berisi gorengan.
Clara menggedikan bahu. "Kayaknya Qiren lagi ada masalah, dia lagi mengasingkan diri."
Mendengar itu, Nadhif yang berjalan di sisi Ryan tertawa. "Qiren, tuh, bukannya ada masalah." ujar Nadhif, "Dia itu ibu-ibu kurang duit."
Mereka bertiga terkekeh, sementara Qiren melirik Nadhif sengit. "Diem, deh, lo, gue lagi gak mood berantem sama lo."
"Jahatnya, pacar sendiri dijudesin." Nadhif tersenyum mengejek tanpa peduli Qiren yang mendecih tak suka. "Emangnya lo lagi mikirin apa, sih?"
Tidak menggubris pertanyaan sang pacar, Qiren beralih menatap Ryan yang sibuk menggerogoti pisang goreng di tangannya.
Ryan balas menatap Qiren dengan sorot horor, ia mundur dan menyembunyikan sebungkus pisang goreng dari pandangan Qiren. "Apa lo? Jangan harap lo mau minta."
"Dih, ge-er!" Qiren mendengus, tapi kembali memasang wajah serius. "Yan, lo tau gak Pangeran anak jurusan apa?"
"Setau gue yang namanya Pangeran itu cuma ada satu." Ryan kembali memakan pisang gorengnya sambil berpikir. "Kalo gak salah namanya Pangeran P. jurusan IPS."
"Pangeran P?" Nadhif membeo.
Ryan menganggukinya. "Gue gak tau nama belakangnya apa, katanya, sih, nama marganya. Sekelas sama gue, kok."
Qiren ber-'oh' ria sambil mengangguk-angguk. Tersenyum licik, cewek itu dihadiahi tatapan horor oleh ketiga temannya. Kelas Ryan ... XI IPS 3.
🍁
XI IPS 3 ...,
Pangeran menghempaskan tubuhnya ke kursi di pojok kelas. Ia melepas kacamata dan merendam wajahnya di atas jaket yang ada di meja. Ia menghentakan kakinya pelan. Sialan, lagi-lagi ia bertemu dua orang itu.
Belum, belum waktunya ia berhadapan dengan Nadhif. Dan soal Qiren, harusnya bukan urusannya.
Di atap sekolah tadi, ia pikir hanya murid kurang kerjaan yang sedang pacaran, karena itulah ia bernyanyi agar tidak mendengar pembicaraan mereka. Namun yang ia lihat justru tatapan Nadhif.
Pangeran menegakkan tubuhnya. Menyadari akan suatu hal, Ia kembali memakai kacamatanya. Tatapan Nadhif, sorot tajam namun tersirat kesedihan. Sangat samar, hingga Pangeran lambat menyadarinya.
Pangeran terkekeh, siratan kesedihan, ya ...?
🍁
Qiren sudah berada di dekat kolam renang saat itu. Tepatnya di bawah pohon ceri besar yang tinggi. Ia celingukan, matanya bergerak liar, memastikan tidak ada Nadhif dan spesies sejenisnya di sekitar sana. Suasana di sana pun terbilang cukup sepi karena kebanyakan para siswa dan tamu merayakan festival di lobi dan lapangan sekolah.
Cewek itu tersenyum smirk dan menoleh ke atas, tepatnya jendela lantai dua kelas XI IPS 3. Tanpa ragu, Qiren pun memanjat pohon besar di hadapannya. Naik ke dahan pohon yang kokoh dan tepat di samping jendela, ia memayungi wajahnya dengan tangan dan mengintip kelas itu terang-terangan.
Matanya berbinar begitu melihat sosok yang ia cari sedang duduk di sudut kelas. Pangeran masih memakai earphone dan fokusnya hanya tertuju pada layar ponselnya.
"Oh, si cupu suka main sosmed." Qiren cekikikan. Tak memedulikan beberapa orang di kelas yang dia awasi sedang menatapnya heran.
"Qiren, lo ngapain di situ?!" Seorang cewek memekik.
Qiren menoleh ke bawah. Ada cewek berambut kemerahan yang menatapnya horor di sana. Ia hanya cengar-cengir sambil melambai kecil. "Yo, Rara! Sehat lo?"
"Lo ngapain, bego?!" Rara menatap temannya itu tak habis pikir, di sampingnya, Davin sang pacar sibuk memakan keripik kentang. "Jangan bunuh diri! Turun!"
"Siapa yang bunuh diri, anjir??!" Qiren balas berseru sambil melotot. "Mmm, gue itu lagi ... m-mau ...." Ditatap menyelidik oleh pasangan yang baru jadian itu membuat Qiren jadi gelagapan, ia pun merentangkan kedua tangan. "Aku ingin terbang bebas di angkasa~!"
"Hei!! Maling-maling jambu!!" Nadhif berlari entah darimana sambil berseru.
"Baling-baling bambu, bego!!" Qiren turun dan mendelik ke arah Nadhif. "Lagian itu bukan pohon jambu."
"Gue, sih, 'oh' aja." Nadhif berdehem sok cool.
Napas Qiren kian menggebu. "Bisa gak, sih, lo gak usah gangguin gue?"
"Gak."
"Awas aja, gue bunuh lo."
"Oh."
Rara dan Davin saling lirik. Tiba-tiba mendapat tontonan komedi romantis, mereka berdua duduk bersandar ke pohon sambil memakan keripik.
"Lagi ngapain?" Zibran yang baru datang pun duduk di samping Davin, Chika yang datang bersamanya duduk di sisinya yang lain. "Wih, Kaichou wa Maid-sama real life, nih, ceritanya?" tanyanya, menyebutkan salah satu judul film animasi Jepang.
"Bukan," Davin berucap di sela-sela kunyahannya. "Ini mah Suami Takut Istri."
Di sisi lain, Pangeran menyeringai melihat mereka dari jendela atas, ia bertopang dagu sambil tersenyum simpul. Pasangan aneh--bukan, mereka lebih pantas disebut musuh. Namun bukannya tembok, justru seakan ada magnet yang memaksa mereka berdua tetap bersama.
Jika mereka berdua saling membenci, mengapa mereka seolah tak terpisahkan? Mereka terlihat saling melukai ... dan menyayangi di saat yang bersamaan.
Cowok itu memejamkan mata, merasakan semilir angin yang menerpa. Sepertinya tidak apa-apa jika ia maju di waktu yang lebih cepat dari yang direncanakan.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (243)

  • avatar
    PakasiMargaret

    bagus

    04/08

      0
  • avatar
    TapatabSelviana

    kocak Juga si ini crta

    31/07

      0
  • avatar
    AmandaClaura

    bagus

    24/05

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด