logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 3

Seorang cowok berkacamata setebal tutup botol berjalan santai di koridor. Seragamnya ia rapikan, begitupun rambutnya. Pagi ini sudah cukup ramai, namun tak ada satu pun murid yang menyapanya. Ah, begitu menenangkan menjadi tidak populer. Berjalan tenang di antara keramaian tanpa harus khawatir ada yang memerhatikan.
Sayup-sayup cowok itu mendengar suara keras seorang cewek.
"Pangeran!! Di mana kamu?!!"
Si pemilik nama berdecak. Cowok itu berbalik, ingin tahu cewek kurang kerjaan mana yang mengganggu ketenangan paginya. Alis Pangeran terangkat, cewek itu 'kan-?
"Hah? Lo manggil gue?" Pangeran bersuara cukup lantang sambil membenarkan posisi kacamatanya. Ia menatap datar cewek berwajah menor beberapa meter di depannya itu.
Cewek yang tak lain adalah Qiren itu sontak terdiam. Terang-terangan meneliti penampilan Pangeran dari atas sampai bawah, membuat Pangeran sendiri bergidik ngeri.
Dilihatnya Qiren merinding begitu melihat name tag di dada Pangeran. Ia mundur beberapa langkah. "Jauh-jauh lo dari gue! Gue gak manggil lo! Maksud gue pangeran jodoh gue! Bukan pangeran elo, sana-sana lo pergi!"
Pangeran mengernyit bingung. Ia melirik ke belakang Qiren. Sepertinya cewek itu tidak menyadari kehadiran cowok tinggi yang sejak tadi ada di belakangnya. Ah, sudahlah, bukan urusan Pangeran juga. Cowok itu pun menggedik acuh dan melanjutkan aktivitasnya yang sempat terganggu-Berjalan dengan tenang menuju kelas.
Sayup-sayup ia mendengar dua orang tadi mengobrol-Ah, tidak. Mereka bukan mengobrol, tetapi bertengkar. Cewek itu ... Qiren, ya?
Pangeran mengukir senyuman miring untuk beberapa saat sebelum akhirnya sosoknya tak terlihat di persimpangan koridor.
🍁
Qiren meletakan dua kantung sampah yang dibawanya di kotak sampah depan sekolah. Usai dari kantin, Qiren langsung membantu teman-teman sekelasnya untuk mendekor kelas. Ia tersenyum lega dan menepuk-nepuk tangannya guna membersihkan sisa debu di sana. Berbalik, ia berjalan kembali ke kelasnya untuk melanjutkan pekerjaan.
Namun sialnya ...,
"Oii, Qiren!!" Nadhif yang entah dari mana datangnya langsung berjalan di sisi Qiren sambil merangkul bahu cewek itu. "Cie, yang lagi bersih-bersih, cocok banget jadi ibu rumah tangga."
Langkah Qiren entah kenapa berubah gontai, tatapannya berubah malas. Ia pun sesekali menghela napas lelah saat berjalan di samping Nadhif.
Nadhif yang dari tadi mengoceh pun berhenti melangkah membuat Qiren otomatis berhenti juga.
"Lo kenapa sih, Ren? Mabok genjer?" Pertanyaan Nadhif tak digubris, Qiren hanya menatap Nadhif dengan malas. Nadhif memajukan kepala Qiren dan menyatukan kening mereka. "Lo gak sakit 'kan?"
Wajah Qiren memanas, gelagapan, ia pun mencengkram wajah Nadhif dan mendorongnya menjauh. "Ngapain, sih, lo?!"
"Eh, kambing, muka ganteng gue!!" Nadhif menutup wajahnya dengan kedua tangan, mengintip Qiren yang wajahnya memerah dari sela-sela jari. "Jangan dicakar-cakar, nanti sayang."
"Pala lo sayang, muka lo, tuh, sialan!" Semprot Qiren.
Mendengar itu Nadhif meneguk salivanya susah payah, berbalik memunggungi Qiren dan mengelus dadanya dramatis. "Sabar, ya, Allah, sabar ...." Sampai sekarang, Nadhif bahkan belum mengetahui apa yang membuat Qiren begitu membencinya.
Melihat Nadhif yang seperti pura-pura menangis itu membuat Qiren mendecih. "Najis."
Nadhif berbalik kembali menatap Qiren lagi, membuang jauh-jauh perkataan Qiren yang cukup menggores hati tapi gak dalam-dalam amat. "Buat festival besok ... orangtua lo dateng?"
🍁
"Pangeran, tolong ambilin bunga mawar sama potnya juga di lobi." ucap seorang cewek pada Pangeran yang sedang asyik membaca buku. "Kita langsung beres-beres sekarang aja buat festival besok, biar siangnya nanti langsung istirahat."
Pangeran hanya mengangguk. Dengan ogah-ogahan ia berdiri dan berjalan keluar kelas. Dilihatnya kelas-kelas lain pun sudah mulai membersihkan dan mendekor kelas mereka.
Langkah Pangeran terhenti begitu sampai di lobi. Beberapa pot berisi bunga mawar tersusun rapi di sudut lobi. Ya, di sudut, tepat di belakang Qiren dan Nadhif yang berdiri menghalangi.
Ia menjilat bibir bawahnya yang terasa kering. Belum saatnya ia berhadapan dengan Nadhif. Tapi--
"Pangeran!!"
Yang dipanggil meringis begitu melihat Qiren yang dengan sok kenalnya memanggil dan melambaikan tangan. Mau tak mau ia pun menghampiri.
Qiren tersenyum lega melihat adanya Pangeran sehingga ia tidak perlu menjawab pertanyaan dari orang super kepo yang ada di sampingnya itu.
Pangeran sama sekali tidak menggubris Qiren ataupun Nadhif. Ia membungkuk, mengambil satu pot berisi tanaman mawar dan berbalik lagi.
"Eh, Pengeran, mau ke mana?" Qiren mencengkram lengan Pangeran hingga cowok itu berhenti berjalan. Ia tersenyum di sisi Pangeran. "Gue ikut, ya!"
Sekali lagi Pangeran tak menggubrisnya. Ia lanjut berjalan sebelum Nadhif mendekat.
Sementara Nadhif hanya mengerucutkan bibir melihat kepergian mereka, ia berseru pada Qiren. "Woy, Ren! Pertanyaan gue belum lo jawab!!"
Qiren menyempatkan diri untuk menoleh, tersenyum kecut, ia balas berseru. "Bukan urusan lo!"
Pangeran menghela napas begitu sampai di koridor kelas IPS. Ia berhenti melangkah dan menatap Qiren jengkel. "Lo bisa gak berhenti ngikutin gue? Sori, gue bukan bapak lo!"
Qiren hanya nyengir kuda menampilkan deretan giginya. "Emangnya kenapa?"
Pangeran tak habis pikir, ia menghentakkan lengannya hingga cengkraman Qiren terlepas. "Karena lo bukan siapa-siapa gue dan kita gak saling kenal. Jadi, jangan sok kenal sama gue apalagi gangguin gue!"
"'Kan tinggal kenalan apa susahnya?" Qiren mencebik. "Aish, lo itu udah cupu, sombong lagi."
"Lo itu udah jelek, cerewet lagi." Balas Pangeran, membuat Qiren melotot.
"Lo juga jelek!"
"Gak, gue gak jelek."
"Iya! Lo tuh jel--" Qiren tidak melanjutkan seruannya. Ia terdiam, menatap mata kelam berbalut kacamata tebal itu, sorotnya tegas, tatapannya luas seolah di dalamnya mencakup semesta berwarna obsidian. Pipinya tirus dengan rahang yang menonjol. Bibirnya ranum, serasi dengan kulit kuning langsatnya. Cowok ini ... kenapa menyembunyikan sosok tampan di balik kedok cupunya?
Pangeran melanjutkan langkahnya meninggalkan Qiren yang berdiri termenung di sana. Berdekatan dengan cewek itu hanya akan membahayakannya.
"Lo--" Qiren ingin melangkah menyusul Pangeran, tapi kemudian ia meraba wajahnya sendiri seraya berbisik lirih pada dirinya. "Kalo aja gue cantik ...."
Pangeran menahan napas, ia berbalik menatap lurus Qiren yang berdiri satu meter di depannya. "Semua cewek itu cantik, lo juga cantik, tadi gue cuma bercanda. Jadi ...." Ia memalingkan wajah. "Ah, pokoknya lo cantik, deh."
Qiren tertegun dan memiringkan kepalanya sambil menatap Pangeran bingung.
Sementara Pangeran sendiri mundur beberapa langkah sambil merapatkan bibirnya. Entah apa yang merasukinya hingga mengatakan hal yang tidak perlu seperti itu. "Mmm-mendingan l-lo balik ke kelas lo aja sana!"
Qiren terkekeh manis membuat Pangeran terdiam sesaat, tapi kemudian ia menggedik dan berbalik menuju kelasnya lagi.
"Pangeran ...." Qiren bergumam pelan. "Gue salah tadi pagi, lo emang pangeran gue."
Setelahnya ia pun juga berbalik pergi ke arah yang berlawanan dengan Pangeran. Tak menyadari cowok tinggi yang berdiri mematung di tangga.
Nadhif memiringkan kepalanya sambil tersenyum. "Pangeran, ya? Kayak pernah denger."

หนังสือแสดงความคิดเห็น (243)

  • avatar
    PakasiMargaret

    bagus

    04/08

      0
  • avatar
    TapatabSelviana

    kocak Juga si ini crta

    31/07

      0
  • avatar
    AmandaClaura

    bagus

    24/05

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด