logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

27. Maafkan Bapak, Mak

Maafkan Bapak Mak?
"Tapi Mak, sekarang bapak terkena Stroke," jelas Darman. Sontak keterkejutan terlihat pada diri emak dan Risma.
"Astaghfirullah aladzim," ucap Risma, sementara emak terdiam saja.
"Beneran Kang?" tanya Risma, ada getar kekhawatiran dalam pertanyaannya.
"Benar Ris, saat akang kesana, bapak sedang tergeletak saja di kasur, celananya basah karena air kencingnya sendiri, Ela dan Samsiah yang ada di ruang tamu malah tidak tahu, mereka malah sibuk berencana ingin menjual rumah bapak. Benar-benar kurang ajar mereka semua," geram Darman jengkel.
"Astaghfirullah." Risma seperti tidak percaya dengan apa yang didengarnya, dan emak masih diam saja.
"Kasihan bapak, Mak, nggak ada yang ngurusin, Ela dan Samsiah sepertinya kurang perduli dengan bapak," jelas Darman lagi.
"Entahlah, bapak sudah makan atau belum, akang tadi lupa menanyakan," gumamnya, lalu cepat mengambil handphone dari saku bajunya, dan menghubungi nomor yang dia tuju.
--Amran, bapak sudah makan belum?
--Astagfirullah Amran, kamu benar-benar keterlaluan, cepat kasih makan dulu.
Darman lalu memutuskan hubungan telepon dengan Amran, wajahnya terlihat memerah menahan kesal dan marah.
"Dari pertama bapak masuk puskesmas, sampai menjelang senja seperti ini, bapak belum makan juga, astagfirullah ...."
"Ya, Allah." Risma pun terlihat sedih mendengar ucapan Darman.
"Ela, Samsiah, dan Amran tidak bisa diharapkan untuk menjaga bapak, bahkan untuk urusan makan saja mereka tidak perduli," sesal Darman kepada ketiga orang adik-adiknya, dan emak masih saja bungkam.
"Bagaimana Mak, siapa yang akan mengurus bapak jika nanti bapak ingin Darman bawa ke rumah sakit besar di kota Kabupaten buat menjalani pengobatan dan terapi?" tanya Darman bingung.
"Emak mau, 'kan memaafkan bapak? Semoga setelah kejadian sakitnya ini bapak bisa sadar, Mak," ucap Darman. Risma hanya diam, matanya menoleh ke arah emak yang ada di sampingnya, sepertinya dia berharap hal yang sama seperti Darman, jika emak mau memaafkan bapak.
"Suruh saja si Masroh yang merawat bapakmu, Man," ucap emak ketus.
"Masroh siapa, Mak?" Risma kali ini yang bertanya.
"Istri muda bapakmu yang baru Ris, namanya Masroh, dari Desa Ciasem," ucap emak. Darman dan Risma saling berpandangan, dan Risma kembali memulai percakapan.
"Sakit ya, Mak?" tanya Risma pelan, emak bungkam, matanya mulai berkaca-kaca.
"Maafkan bapak, Mak," pinta Darman lagi. Emak menoleh ke Darman, tatapannya tajam.
"Andai kamu jadi emak, Man." Suara emak terdengar bergetar, "Berpuluh-puluh tahun hidup memendam luka dan kepedihan, tidak pernah dianggap sebagai seorang pasangan hidup, tidak pernah diajak bicara dalam hal apapun. Semua harus katanya dan maunya. Emak tidak pernah dianggap, selain hanya untuk keperluan perut dan syahwatnya." Emak berucap sembari terisak, ditumpahkan semua keluhan dan kekecewaannya menyangkut masalah rumah tangganya dengan bapak.
"Emak diperlakukan tidak adil, Man ... kamu tahu bagaimana sakitnya, setiap mengajak bicara hanya untuk memberitahu jika dia sudah kawin lagi. Emak ini dianggap apa, Man ...."
Darman dan Risma terdiam, mereka sebenarnya mengetahui, jika diamnya emak adalah cara dia untuk menyembunyikan rasa sakit yang dia rasakan.
"Tapi bapak sedang sakit Mak, kita hanya bisa berdoa, semoga sakit yang dideritanya akan membuat bapak tersadar dan menyesali segala perbuatannya terhadap emak," ucap Darman.
"Maafin bapak ya, Mak, kasihan dia dengan kondisi sakit seperti ini, tidak akan ada yang bisa merawatnya selain emak. Risma dan Kang Darman pasti akan mendoakan, semoga Allah masih mau memberikan hidayah untuknya.
Emak kembali terdiam, sepertinya sedang.menimbang-nimbang keputusannya. Mengambil nafas dalam, dan mengembuskan perlahan, seperti.ingin mengurangi beban.
Emak berucap pelan kepada Kang Darman. " Kapan rencananya kamu akan membawa bapak kerumah sakit, Man?"
"Secepatnya, Mak. Sekarang juga bisa," jawab Darman cepat. Emak mengangguk menyetujui, hatinya memang mudah luluh, tidak keras membatu macam bapak. Semoga penyakit stroke yang diderita bapak membuat dia mau tersadar dengan semua kesalahan yang pernah dia lakukan selama ini terhadap emak, Risma dan Darman berharap seperti itu.
"Nanti saja Kang. Kang Darman makan saja dulu. Istirahat sebentar, selepas salat Maghrib baru berangkat ke rumah sakit besar di kota kabupaten. Pilih kelas perawatan yang paling baik Kang, soal biaya, nanti Risma bicarakan dengan Bang Riswan, Insya Allah Bang Riswan pasti mau bantu."
"Iya, Ris, sekalian mencarikan tempat penginapan buat emak yang tidak jauh dari tempat bapak dirawat nanti," ujar Kang Darman.
"Nanti emak siapa yang nemani Kang, di sana?"
"Iya yah, akang juga belum tahu, Ela dan Samsiah tidak bisa diharapkan," ujar Darman.
Risma lantas menghubungi Bude Ajeng via handphone untuk menemuinya di ruang tamu. Rumah megah dan luas berlantai tiga seperti ini sedikit agak sulit buat menemukan orang yang di cari dengan mudah.
Tidak beberapa lama, Bude Ajeng datang memenuhi panggilan Risma.
"Saya, Bu," ucap Bude Ajeng, sesaat setelah sampai di depan Risma, Darman ikut melihat ke arah kepala urusan rumah tangga tersebut.
"Begini Bude, bisa nggak jika salah satu pekerja di sini menemani emak di penginapan selama menunggu perawatan dan pengobatan bapak saya di rumah sakit kabupaten."
"Tentu saja bisa Buk, butuh berapa perawat?" tanyanya, Risma menoleh ke arah Kang Darman, meminta pendapat.
"Satu saja cukup, hanya buat menemani sekaligus menjaga emak di sana," kata Kang Darman.
"Satu orang saja Bude," ucap Risma, mengulang ucapan Kang Darman.
"Baik Buk, nanti saya siapkan satu perawat buat menemani emak di sana. Kira-kira kapan berangkatnya, Buk?"
Risma kembali menoleh ke arah Kang Darman.
"Insya Allah selepas Salat Maghrib," kata Kang Darman.
"Baik Pak, akan saya pilihkan nanti dari salah satu pekerja yang bisa menemani emak," jawab Bude Ajeng.
"Terima kasih ya, Bude," ujar Risma.
"Sama-sama, Buk, ada lagi yang bisa saya lakukan?" tawar Bude Ajeng.
"Sudah cukup Bude," jawab Risma. Bude Ajeng lantas pamit undur diri, meninggalkan ruang tamu. Risma kembali menatap kang Darman, yang justru terlihat tersenyum geli.
"Kamu sekarang sudah jadi nyonya besar ya, Ris," goda Kang Darman lalu tertawa terbahak. Risma tersenyum lebar.
"Alhamdulillah, Kang," jawab Risma, dan Kang Darman kembali tertawa keras, mendengar kepolosan adiknya.
Selepas Salat Maghrib, selesai makan dan beristirahat, Kang Darman, emak, dan salah satu perawat meninggalkan rumah megah ini, untuk menjemput bapak dan akan membawanya ke rumah sakit. Risma berjanji akan menemui ke sana setelah mendapatkan ijin dari suaminya nanti, Riswan.
Langit malam terlihat cerah, bulan dan gemerlap bintang terlihat jelas, cuaca dingin pegunungan merambat meresap ke dalam kulit. Maharani terdiam sendiri di sisi kolam renang yang menghadap langsung ke gelapnya pegunungan, dan lembah di bawahnya. Dalam hatinya memuji Riswan, yang membangun rumah di lokasi dengan pemandangan alam yang luar biasa indahnya.
Lewat Tante Sartika, Maharani dapat mengetahui alamat rumah ini. Hampir tujuh tahun waktu yang terlewat, tidak mampu menghapus rasa bersalahnya terhadap Riswan. Kejadian pahit waktu itu benar-benar merubah jalan hidupnya. Lebih banyak menghabiskan waktu untuk mendalami agama dan mengikuti banyak kajian.
Satu hal yang membuatnya terkagum terhadap Riswan. Pria yang dahulu pernah dia sakiti dan khianati hatinya, sama sekali tidak membongkar aibnya kepada siapa pun, termasuk kepada keluarga besarnya. Riswan malah memilih menghilang, melepaskan kehidupan yang penuh dengan gelimang harta demi mengobati sakit hatinya terhadap papah dan dirinya.
Buliran air mata membasahi pipinya, dalam diam, dia mengenang perjalanan masa lalunya yang kelam. Cerah dan dinginnya angin malam pegunungan, menyelimuti hatinya yang menangisi kenangan lampau.
Mobil yang membawa Riswan memasuki halaman rumah megah miliknya, dan sang isteri tercinta sudah menunggunya di teras utama, menyambutnya dengan senyum mereka penuh pesona.
Risma mencium punggung tangan Riswan, yang membalasnya dengan kecupan lembut di kening sang istri tercinta. Berjalan berpelukan memasuki ruang tamu dengan penuh kebahagiaan.
"Abang mau langsung makan, atau mandi dulu," ucap Risma, sesaat setelah mereka sampai di kamar pribadi mereka.
"Abang sudah mandi dan makan Neng, di hotel tempat pertemuan," jelas Riswan, sembari mengambil baju ganti dari almari pakaiannya. Risma terlihat cemberut manja, mendengar jawaban dari suaminya. Riswan yang menyadari perubahan pada wajah istrinya lantas menghampiri, dan memeluk sang istri.
"Kenapa atuh, wajahnya cemberut begitu?" tanya Riswan, sembari menjawil dagu istrinya.
"Habisnya Abang pakai acara makan di luar, Risma sengaja belum makan karena nunggu Abang ingin makan barengan," jawabnya, masih dengan wajah cemberut.
"Ya, Sudah, Abang temani makannya ya, Neng," ucap Riswan, menghibur hati istrinya.
"Tapi Abang ikut makan juga," rajuknya manja.
"Perut abang masih kenyang, Neng," jawab Riswan, sembari menepuk-nepuk perutnya, dan Risma yang mendengar jawaban dari Riswan kembali memasang wajah cemberut. Membuat Riswan jadi serba salah.
"Ya sudah, Abang ikut makan, tapi sedikit saja yah," ucap Riswan, menatap lembut mata istrinya. Risma tersenyum cerah mendengar jawaban Riswan, mempererat pelukannya ke tubuh suami tercinta.
"Terima kasih ya, Bang," bisiknya lembut dekat telinga Riswan, yang membimbingnya menuju ke ruang meja makan keluarga.
Beberapa pelayan sudah berbaris, bersiap untuk melayani segala keperluan makan mereka. Risma benar-benar merasa diperlakukan seperti Ratu Istana.
"Oh, iya, Emak mana? Sudah makan belum?" tanya Riswan, sembari menyesap teh hangatnya.
"Ya, Allah, Risma lupa cerita, jika emak tadi dijemput Kang Darman," jawab Risma.
"Kang Darman tadi ke mari?"
"Iya, Bang. Bapak sakit," ucap Risma pelan, disisi lain dia ingin tahu seperti apa tanggapan Riswan terhadap bapaknya, yang jelas-jelas memusuhi mereka dulu.
"Ya, Allah, sakit apa Neng?" tanya Riswan, rona khawatir tergambar jelas di wajahnya, dan Risma merasakan kelegaan, jika suaminya tidaklah menyimpan dendam.
"Bapak kena stroke Bang," jawab Risma.
"Astaghfirullah, jadi rencananya bapak mau dirawat di rumah sakit mana?"
"Belum tahu Bang, tapi kata Kang Farman akan dibawa ke rumah sakit besar di kota kabupaten."
"Alhamdulillah ... semoga bapak lekas sembuh."
"Bang....?"
"Apa, Neng?"
"Eneng bilang sama Kang Darman, agar bapak dirawat di kelas yang paling baik, agar perawatannya lebih teliti, dan Eneng bilang juga, nanti Abang Riswan yang bayar, Abang nggak marah, 'kan?" tanya Risma, dengan memasang wajah memelas, dan membuat Riswan menjadi tertawa terbahak-bahak, lucu melihat tingkah istri tercintanya.
"Kok Abang tertawa? Abang nggak marah, 'kan?" ujarnya merajuk, sementara Riswan tertawa semakin keras.
"Ihh ... Abang, mah, Eneng bicara serius juga." Kembali memasang wajah cemberut, dan perlahan Riswan mengakhiri tawanya.
"Neng sayang ... pasti Abang yang akan urus semua biayanya, jika perlu bapak kita bawa berobat ke luar negri. Terserah, bapak mau dirawat di negara mana," jawab Riswan, sembari menggenggam tangan Eneng di atas meja makan.
"Beneran Bang?" tanya Eneng, untuk lebih meyakinkan, dan Riswan mengangguk, mengiyakan.
"Bang....?"
"Apalagi, Neng," jawab Riswan, tetap menatap lembut wajah Eneng.
"Jika tangan eneng terus dipegang Abang, eneng makannya bagaimana?" Riswan kembali tertawa lepas, sampai keluar air matanya, dia merasa bahagia dan beruntung mendapatkan istri yang mampu membahagiakan dan selalu menghibur hatinya. Begitupun dengan Risma, selalu ada di sisi Riswan adalah kebahagiaan terindah baginya.
"Ya, Allah." Mendadak Risma tersentak dan tersadar, dan itu membuat Riswan menjadi kaget.
"Kenapa, Neng?" tanya Riswan, khawatir. Eneng tidak menjawab, justru malah memanggil pelayan terdekat untuk lebih mendekat.
"Mbak, tolong panggil tamu saya tadi, Mbak Maharani, bilang ditunggu makan malam bersama saya di sini," ujar Risma.
"Baik, Buk," jawab pelayan tersebut, lalu bergegas untuk memanggil Maharani, dan Riswan terkaget-kaget, saat Risma menyebut nama Maharani yang sekarang justru ada di dalam rumahnya. Terdiam Riswan sesaat, bergumam pelan.
"Untuk apa perempuan itu datang ke rumah ini."

หนังสือแสดงความคิดเห็น (59)

  • avatar
    HasimHasbi

    novelnya gak ada kelanjutan

    19/07

      0
  • avatar
    AlfarizkiAzka

    aska

    15/07

      0
  • avatar
    TynnaNeng

    novel yang bagus

    29/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด