logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 3. Akibat Emosi

Cinta indah jika dirasakan oleh hati, tetapi sebaliknya. Jika cinta dirasakan oleh nafsu, maka bersiaplah untuk tenggelam di kelamnya cinta.
***
Belum sempat aku menjawab, panggilan VC sudah meminta persetujuan untuk mengubahnya. Setelah kuklik, muncullah wajah ganteng Anton dari seberang dengan tubuh ditutupi selimut.
Lalu percakapan melalui VC terjadi. Pastinya percakapan untuk orang dewasa. Setan semakin menggoda dan membisikkan rayuan maut. Membuat diri ini yang lemah imam, mudah terbuai oleh bujuk rayuannya. Sekitar dua jam, akhirnya panggilan VC selesai juga dengan sangat lelah, membuat aku langsung tertidur tanpa memedulikan handphone yang tergeletak begitu saja.
***
Hubungan yang semakin meradang, membuat aku lupa dan tidak dapat mengontrol batasannya. Ibu dan Ayah tidak mengetahui hal ini. Mereka sibuk dengan urusannya, sementara aku semakin nyaman dengan dunia. Ditambah nikmatnya surga dunia yang membuatku terlena karena haus kasih sayang.
Hubungan aku dengan Anton semakin dekat dan berani. Entah, sudah berapa kali aku melakukan hubungan yang tidak seharusnya dilakukan. Namun, tetap kulakukan bersamanya. Di mana ada kesempatan selalu dilakukan, hingga akhirnya hubungan ini renggang oleh pengkhianatan Anton.
Siang itu dengan mengemudi mobil Honda Brio putih. Aku meluncur ke Apartemen Seroja, di mana Anton biasanya bersantai. Seminggu sudah tidak ada kabar darinya. Padahal hubungan ini sudah terjalin selama dua tahun dan selama itu pula hubungan intim sering dilakukan. Namun, kenapa seminggu terakhir ini dia menghilang tanpa kabar. Aku chat tidak dibalas, bahkan sepertinya sengaja diabaikan. Ditelepon pun tidak diterimanya. Rasa penasaran ingin tahu apa alasan dia menghindar dariku.
Memasuki area parkir apartemen. Aku mempercepat langkah untuk segera menuju kamar 10BA. Seringnya keluar masuk apartemen Anton, sehingga memiliki duplikat kunci kamar itu. Mungkin Anton lupa kalau aku punya kunci duplikat kamarnya.
Tanpa basa basi atau salam, segera kubuka pintu kamar itu dengan cepat dan setelah terbuka. Sungguh dikejutkan oleh pemandangan yang sangat menjijikkan. Dua manusia lain jenis sedang bertempur sengit tanpa sehelai benang pun. Aku tidak berkutik melihat itu semua. Kecewa, kesal, dan marah telah menjadi satu. Apa yang pernah kulakukan bersamanya, di tempat yang sama. Kini telah diisi oleh orang lain. Tega sekali dirimu, Anton! Setelah manis kau hisap, kini sepah kau buang begitu saja.
"Aa! Siapa, dia!?" Suaraku yang murka langsung mengejutkan dua manusia sedang bersenang-senang.
Anton dan perempuan yang bersamanya, terkejut. Mereka langsung tergagap salah tingkah melihat kehadiranku, tanpa mereka sadari. Anton segera mencari penutup tubuhnya, lalu berusaha mendekat ke arahku, tetapi dengan cepat aku mundur menjauh darinya.
"Tenang dulu, Khanza. Aku, akan jelasin semuanya, siapa dia." Anton menyuruh aku tenang, setelah apa yang barusan kulihat dengan mata kepala sendiri. Sungguh, manusia macam apa, kamu!
Lebih sakitnya lagi melihat ekspresi si perempuan itu. Kupikir setelah terkejut dengan kehadiranku. Dia akan meminta maaf atau sungkan denganku, tetapi kenyataannya tidak. Malah dia tertawa dan berkata yang bikin darah ini mendidih mendengarnya.
"Sudah! Enggak usah marah atau kesal gitu, deh! Kalau mau gabung sini, kita bertiga bertempur bersama. Hahahah ….," tawanya menggema di kamar. Sekaligus menghinaku dan merendahkan harga diri ini. Meski, aku bukanlah perempuan suci, tetapi tidak munafik merasakan sakitnya ajakkan tersebut.
"Cuih …, enggak sudi! Aku, bertempur bersama manusia macam, kalian!" Aku segera meninggalkan tempat itu. Tempat di mana menyimpan seribu kenangan. Namun, berakhir menyakitkan serta kekecewaan yang teramat dalam.
Anton berusaha menahan langkahku, tetapi tidak kuindahkan keinginannya. Hati yang terlanjur sakit, membawa diri ini untuk segera menjauh darinya. Tawaan, ocehan, dan hinaan dari mulut perempuan itu masih terngiang jelas. Menambah rasa sakit semakin membara.
"Khanza … Khanza … Dengerin, aku, dulu!" teriak Anton dengan suara melengking, membuat suasana semakin menegangkan.
Aku terus pergi menjauh dengan membawa luka yang teramat dalam. Rasanya hidupku terhempas jauh dari kehidupan nyata, ingin kuakhiri saja. Percuma hidup, toh semua telah hilang dariku.
Aku pacu mobil Brio putih melaju kencang tanpa tujuan, membelah arus jalan yang ramai lalu lalang berbagai macam kendaraan. Air mata mengalir bebas di pipiku, membasahi permukaan yang terlihat dan yang tersembunyi pun ikut merasakannya. Anton tega mengkhianati cinta yang selama dua tahun ini kujaga dan berharap lanjut ke jenjang serius. Sebentar lagi kelulusan SMA akan diumumkan. Berharap setelah itu aku akan menikah dengannya. Namun, semua hanya tinggal kenangan.
Aku membelokkan mobil ke arah di mana anak muda berkumpul ria untuk menghilangkan rasa kesal dan kecewa. Apalagi kalau bukan diskotik dengan lampu temaramnya serta suara lagu yang kencang memekik telinga dan dipandu oleh seorang DJ. Aku ikut menikmati lagu sambil minum minuman beralkohol, sehingga tidak terasa diri ini mabuk berat.
"Hai, Khanza, tumben lu ke sini?" Suara tidak asing menyapaku.
Aku berusaha mencari suara yang menyapa barusan. Mata yang sudah berat efek minuman beralkohol, membuat diriku sedikit oleng. Setelah terkumpul ingatan dengan susah payah, akhirnya aku tahu siapa yang menyapa barusan.
"Hai juga, Rio? Lu, sama siapa di sini?" Aku balik bertanya dengan sisa ingatan yang ada.
Samar-samar kudengar suara Rio tertawa terbahak-bahak bersama temannya. Dia bukannya menjawab pertanyaanku, malah tertawa. Aku terus saja menikmati alunan musik yang dipadu DJ sambil terus menikmati minuman. Rio pun ikut menyuguhi segelas minuman, tanpa curiga langsung kutenggak habis tak bersisa.
Tiba-tiba tubuh ini merasakan sesuatu yang aneh, membuat keadaan yang sudah kacau tambah kacau. Tangan Rio terus menarikku, entah kemana?
***
Terlalu banyak minum membuat aku tidak sadar apa yang telah terjadi semalam. Begitu terbangun aku kaget ada di kamar asing bersama tiga orang laki-laki. Apa yang mereka lakukan denganku? Ah, kenapa aku tidak ingat sama sekali. Tubuhku hanya bisa merasakan rasa sakit, tanpa bisa mengingat apa yang telah terjadi.
"Rio!" teriakku mengagetkan tiga laki-laki yang sedang pulas tidur.
"Khanza. Sudah bangun, Sayang. Gimana, sudah enakan?" Rio tanpa bersalah malah mencoba menggodaku kembali, setelah apa yang dilakukan tadi malam.
Sementara dua laki-laki lainnya, mereka milih tidur kembali.
"Tega ya, kamu, Rio! Berbuat gini ama, aku!" Emosi yang berada di ubun-ubun akhirnya meledak juga.
Aku yang kesal memukul tubuh kekar Rio, tetapi tenagaku tak mampu menahan tangkisan tangan Rio. Kini malah berbalik, tanganku yang berada di genggamnya, hingga tubuh ini jatuh di pelukannya.

"Sayang, nikmati sajalah, toh dirimu sudah tidak suci lagi. Hahhaaa ...," tawa Rio mengejekku.
"Apa maksudmu, Rio?" Aku berusaha memancing omongan Rio. Kenapa dia tahu kalau aku sudah tidak suci lagi. Apa Anton sudah membocorkan rahasia ini dengan teman-temannya. Kalau iya. Dasar!
"Jelas tahu dong, kan tadi malam sudah aku buktikan bersama mereka berdua. Ha ha ha …," tawa Rio membahana di kamar.
"Lepasin, aku! Bukankah, dirimu sudah puas tadi malam, ah! Lepasin, aku, Rio!" Aku terus meronta dari dekapan Rio.
Rio semakin erat memelukku. Dia seakan lupa kalau yang diperlukan kasar itu seorang manusia. Semua ini salahku, terlalu bebas dalam bergaul. Melupakan pesan orang yang sangat menyayangiku dengan tulus. Kini semuanya hancur tak bersisa, masa depan, kesucian, dan kepercayaan telah aku gadaikan di tangan yang tidak bertanggung jawab.
Selesai melampiaskan keinginannya Rio baru melepaskan aku. Dengan rasa
kesal aku beranjak dari ranjang dan mengenakan kembali pakaian yang berserakan di lantai. Tanpa memedulikan lagi rasa yang hancur oleh kebodohan sendiri. Ternyata aku masih berada di diskotik, hanya saja Rio dan teman-temannya membooking kamar.
***
"Oh, gini kerjaan kamu, kalau Ayah dan Ibu tidak ada di rumah? Anak perempuan macam apa kamu, ini! Pagi baru pulang, udah gitu berantakan, lagi! Tidur di mana dan sama siapa kamu, Khanza?" Ayah membentakku dengan pertanyaan beruntun.
Aku tidak tahu kalau Ayah dan Ibu sudah pulang. Mbok Lis juga tidak ada mengabariku, perihal kepulangan mereka. Biasanya selalu menchat, jika Ayah dan Ibu pulang. Jangan-jangan! Aku yang teledor. Ah … Sial betul nasibku.
"Khanza, tadi malam inap di rumah teman, Yah." Terpaksa aku berbohong. Takut Ayah semakin boomerang, jika tahu yang sebenarnya. Aku belum sanggup untuk pergi dari rumah ini. Apalagi jadi gelandangan di luar sana. Tidak, tidak! Itu tidak boleh terjadi.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (218)

  • avatar
    NendenKucrit

    cerita ini sangat menarik dan mudah di pahami

    31/05/2022

      3
  • avatar
    ttSatria

    🤗🤗

    18d

      0
  • avatar
    FearlessIant

    cerianya menarik

    23d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด