logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Kabut Cinta

Kabut Cinta

Miftahul Janah


Bab 1. Terjerumus

Pergunakanlah masa remajamu dengan baik, selagi itu bersamamu. Waktu yang telah lewat tidak akan pernah kembali lagi. Oleh sebab itu jangan pernah disia-siakan masa muda yang tidak akan pernah terulang.
***
"Khanza, malam minggu jalan, yuk." Pertama kali Anton mengajak aku jalan setelah resmi berpacaran.
"Ayo, jam berapa dijemputnya?" tanyaku sambil merapikan buku pelajaran.
"Jam delapan malam, oke."
"Oke."
Namaku Khanza Aulia Rahma. Aku anak bungsu dari empat bersaudara, dua kakakku laki-laki dan satu perempuan. Mereka semua sudah berumah tangga dan jauh tempat tinggalnya. Ibu dan Ayah sangatlah sibuk dengan pekerjaan mereka. Sampai tidak memiliki waktu untukku.
Berangkat pagi pulang larut malam, bahkan sering kali tidak pulang ke rumah. Aku merasa tidak ada di antara mereka. Masalah kebutuhan terjamin malah melimpah, tetapi ada kebutuhan yang tidak dapat mereka penuhi, yaitu kebutuhan rohani. Kasih sayang, belaian, dan kedekatan antara anak dan orang tua sangat jauh alias renggang.
Kesepian membuat aku mencari kesenangan sendiri tanpa berpikir akibatnya nanti. Terpenting saat itu aku bahagia, enjoy, dan bebas. Apalagi saat mengenal Anton sekaligus menjadi kekasihnya, hidupku terasa berwarna.
Aku masih duduk di kelas dua SMA. Saat masih kelas satu aku murid pendiam, hingga naik kelas dua baru mulai berani mengenal lawan jenis. Anton adalah cowok pertama yang aku kenal, bersamanya membuat diri ini menjadi gaul.
***
Malam minggu sesuai janji. Anton akan menjemputku di rumah. Kebetulan Ayah dan Ibu tidak ada. Mereka sedang mengurus bisnis di luar kota selama satu minggu. Aku tinggal di rumah bersama ART, sopir, dan satpam, sehingga bebas buat aku pergi ke mana saja, kapan saja sekalipun tidak pulang.
"Non Khanza, malam ini mau makan pakai menu, apa?" Mbok Lis menghampiri aku di kamar.
"Malam ini, Aku enggak makan di rumah, Mbok. Sudah janjian sama teman mau kumpul bareng." Aku terus saja memoles wajah dengan make up tanpa memperhatikan Mbok Lis.
"Pulangnya jam berapa, Non?" Mbok Lis terus bertanya, mungkin dia khawatir denganku. Wajarlah karena dia yang merawatku dari bayi hingga besar seperti ini.
"Enggak tau, Mbok. Kalau enggak pulang berarti aku inap di rumah teman, ya," ucapku sembari merapikan baju dan alat rias.
Setelah rapi aku terus turun ke lantai bawah dan bersiap pergi karena Anton sudah menunggu.
"Non, hati-hati jangan lupa jaga diri." Mbok Lis mengingatkanku dengan sangat lembut. Andai ucapan itu keluar dari mulut orang tuaku betapa bahagianya diri ini diperhatikan seperti itu, tapi sayang hanya sebuah kata andai.
"Iya, Mbok. Aku, berangkat dulu." Setelah pamit aku masuk ke dalam mobil Anton.
Malam ini Anton terlihat gagah menggunakan baju kaus Sprit T–Shirt berpadu celana levis pendek. Sempurna dengan wajah gantengnya, membuat aku terpesona.
"Mau jalan ke mana, Sayang?" tanya Anton sambil menggenggam tanganku dengan mesra.
"Ke mana aja asal bisa membuat, aku bahagia." Aku pun tersenyum melihat Anton menggenggam tanganku dengan mesra.
Senyum Anton mengembang sangat manis mengalahkan manisnya gula dan madu. Lalu tidak lama Anton memarkir mobilnya di tempat parkiran yang berada di taman. Sepi dan sedikit remang, meski banyak mobil parkir di sana. Di sinilah Anton mulai berani. Namun, aku berusaha menepis aksinya itu karena belum pernah mengalami, membuat diri ini sedikit takut, tetapi Anton tidak menyerah dia terus merayu dengan rayuan manisnya.
"Sayang, ayolah jangan takut gitu, aku cuma ingin yang ringan saja tidak lebih." Anton terus saja memepetkan tubuhnya lebih dekat ke arahku.
Aku terus menjauh dan berusaha menghindar, meski akhirnya usahaku gagal. Anton dengan bebas melakukannya. Mobil dan taman menjadi saksi bisu kebrutalan insan yang dimabuk cinta. Anton tersenyum bahagia, sementara aku ketakutan karena ini pertama kalinya aku melakukan. Air mata tidak dapat ditahan lagi keluar bebas membasahi pipi. Anton yang melihat itu langsung memeluk.
"Sayang, sudahlah jangan nangis, kan aku cuma gitu, aja? Jadi aman ko." Anton mencoba mendiami aku yang mulai mewek.
"Tapi, aku takut. Bibirku jadi terasa aneh, kamu jahat, jahat!" Aku berusaha untuk melepaskan pelukannya, tetapi Anton malah semakin erat memelukku.
"Maafin, aku, Sayang. Aku betul-betul mencintaimu. I love you, Honey."
Anton terus saja mengatakan cinta padaku. Sampai akhirnya aku pun luluh kembali dan membalas ucapannya itu.
"I love you too."
Anton semakin erat memelukku dan kembali melakukan hal yang sama dengan awal. Aku mulai mengimbanginya sehingga membuat suasana semakin larut.
***
Waktu sudah menunjukkan 00.00 WIB. Aku belum juga pulang, malah Anton mengajak ke apartemennya. Di sana tidak ada siapa-siapa hanya aku berdua saja dengan Anton. Entahlah setan mana yang merasuki kami berdua, sehingga berani melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak dilakukan. Cinta telah menutupi segalanya, membuai, dan membisikkan rayuan maut. Meruntuhkan imam yang tidak kuat menahan gejolak.
Anton dan aku sama-sama terbuai oleh kenikmatan sesaat. Kesucian yang seharusnya dijaga kubiarkan, dia menikmatinya dengan puas hingga berkali-kali. Seakan surga dunia abadi akan kumiliki tanpa berpikir setelah ini. Setelah berhasil mendapatkan apa yang dia mau. Anton terpejam nyenyak, sementara aku masih membayangkan apa yang barusan terjadi. Menyesal? Sudah pasti menyesal, tetapi sudah terlanjur lepas, maka untuk apa diratapi lagi. Percuma karena tak akan pernah kembali seperti semula.
***
Aku terbangun, saat merasakan tubuhku seperti ada yang mengguncangnya. Ternyata Anton yang membangunkan aku.
Tubuhku terasa sakit semua, terutama di area tertentu. Lalu, Anton membantu aku bangun dan memapah ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh agar segar kembali. Selesai mandi aku segera bersiap pulang ke rumah diantar Anton.
"Aa, ituku sakit, gimana ini?" rengekku menahan rasa sakit yang luar biasa.
"Santai, Sayang. Nanti juga hilang rasa sakit itu, apalagi kalau sudah biasa melakukannya yang ada malah ketagihan." Anton malah menggodaku dengan nakal.
"Aa, ini mah bercanda terus! Puas melihat, aku sakit gini!" Aku merajuk terhadap Anton yang terus menggoda.
"Ciep, ciep, jangan marah terus dong. Nanti, Aa cariin obatnya. Sayang, rumahmu sudah sampai, nih? Apa mau, Aa gendong?" Anton sudah bersiap keluar dari mobil bersiap untuk menggendongku.
"Enggak usah, A. Aku, bisa jalan sendiri."
Aku menolak tawaran Anton. Segera turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah untuk istirahat. Anton pun pergi pulang ke rumahnya. Sampai di dalam rumah aku disambut Mbok Lis dengan ramah.
"Alhamdulillah, Non Khanza, sudah pulang. Kenapa, lemas gitu? Dan kenapa leher, Non Khanza banyak tanda merah-merah?"
Aduh, sial Mbok Lis curiga lagi. Aku malah enggak tau kalau ada tanda merah di leherku.
"Apaan sih, Mbok, nih! Aku, capek tau di rumah temanku banyak nyamuk, makanya bentol-bentol. Dah, lah! Aku, mau istirahat dulu, enggak usah diganggu." Aku pun masuk ke dalam kamar, lalu menguncinya.
'Benar kata Mbok Lis, leherku banyak tanda merah.' Ah, bayangan tadi malam kembali terputar lagi.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (218)

  • avatar
    NendenKucrit

    cerita ini sangat menarik dan mudah di pahami

    31/05/2022

      3
  • avatar
    ttSatria

    🤗🤗

    18d

      0
  • avatar
    FearlessIant

    cerianya menarik

    24d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด