logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 You are my man, i love you Aa...

“Baiklah, terserah Aa saja kalau tidak mau ganti baju. Ayo jalan, Aa!“ Ken buru-buru mendorong Evan ke pintu, takut kakaknya kehilangan mood, lantas berubah pikiran dan malah tidak jadi makan siang bersamanya.
Tetapi Evan malah berbalik, dan kemudian masuk ke kamarnya lalu menguncinya dari dalam.
Ken yang menyangka kakaknya tersinggung dengan kata-katanya tentang pakaian kakaknya, langsung menggedor-gedor pintu dan minta maaf.
Ia bahkan menangis terisak-isak di depan pintu.
Ketika sudah hampir setengah jam dan Evan belum juga keluar kamar, Ken akhirnya duduk di depan kamar Evan sambil menekuk kedua kakinya, ia sungguh-sungguh menyesali kebodohan yang dilakukannya.
Evan memang benar, sejak kapan ia jadi kritikus pakaian? Ah, Ken menjambak rambutnya karena kesal.
Saat Evan membuka pintu kamarnya, ia terkejut melihat adiknya duduk di depan pintu kamarnya dengan kaki ditekuk dan kepalanya dimasukkan di antara kedua kakinya, seperti orang bodoh yang kehilangan harapan.
“Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu duduk di sini dengan gaya seperti itu???“ Evan menghardik adiknya.
“ Aa?“ Ken tampak terkejut melihat Evan, ia lalu segera berdiri dan memeluk kakaknya.
“Kenapa kamu terlihat kaget? Bukankah, kamu menyuruhku ganti baju? Jadi sekalian saja aku mandi, soalnya mungkin sudah berhari-hari aku tidak mandi,“ Evan menjelaskan.
Tadi begitu masuk ke kamarnya, samar-samar Evan mendengar teriakan Ken, tapi ia sengaja tidak merespon. Ia malah langsung masuk ke kamar mandi dan membiarkan adiknya itu berteriak-teriak di depan pintu kamarnya, ia ingin saja menggoda Ken.
Mana mungkin Evan marah hanya karena Ken mengkritik bajunya? Rasa cintanya kepada Ken terlalu besar untuk membuatnya marah dengan hal sepele itu.
Meskipun selalu membuat Evan jengkel, tapi Evan sangat menyayangi adik semata-wayangnya itu, makanya ia menuruti permintaan Ken untuk keluar makan siang, ia bahkan mandi dan berganti pakaian yang lebih rapi.
Ken tersenyum melihat kakaknya sudah rapi dan wangi, Evan bahkan mencukur brewokannya. Ia terlihat lebih segar dibandingkan tadi pagi, waktu Ken datang menjumpainya.
“You are my man, i love u Aa.“ Ken berteriak kegirangan, dan langsung memeluk Evan. Setelah melepaskan pelukannya, Ken langsung menggandeng Evan, ia takut kakaknya kembali masuk ke kamarnya.
***
“By the way, apa sebenarnya alasan spesifikmu datang ke apartemenku hari ini? Tidak mungkin kamu datang hanya untuk mengajakku lunch, kan? “ Evan bertanya kepada Ken ketika mereka berada di dalam lift yang akan membawa mereka ke parkiran.
“Maksud, Aa?“ Ken balas bertanya sambil menatap kakaknya dengan ekspresi bingung.
“Kamu datang menemuiku, karena kamu ingin pamer akan kesuksesan konsermu, kan? Aku melihat beritanya di Youtube, jadi trending selama hampir dua minggu. Panitia bahkan sampai harus mencetak ulang tiketnya, karena takut diamuk para fans fanatik kalian yang tidak kebagian tiket. Benar begitu? Atau beritanya yang terlalu berlebihan? “ Evan bertanya sambil tersenyum tipis.
Ken menatap kakaknya dengan wajah sendu yang dibuat-buat, “Sekedar informasi saja ya Evander Sky Arashi. Karena Anda sama sekali tidak merespon telepon dari kami keluargamu, maka saya diutus oleh kanjeng Mami untuk mengunjungi dan melihat langsung keadaan Anda.”
“Saya juga ingin memastikan, apa Anda masih bernapas? Apa Anda masih bisa mengenali saya? Apa Anda tidak gila? Dan mungkin saja Anda sudah lupa, makanya saya datang untuk mengingatkan, bahwa Anda masih punya Orangtua dan Adik, yang hampir gila karena memikirkan Anda.” Ken berkata panjang lebar menggunakan bahasa formal, dengan gaya dan suara yang dibuat-buat seperti seorang Host acara TV.
“Hmm, sound like a hiperbol, unbelieveble! So, may i know the other reasons?”
“Family is the God’s gift, that’s why family is everything. You’re not picking them, but God picking them for you. Family is them who love you unconditionally. Never care that how busy you are, don’t forget that you have family.” Dengan gaya yang masih dibuat-buat layaknya motivator handal, Ken berlagak menasehati Evan yang terlalu sibuk, sehingga seolah-olah lupa dengan keluarganya.
“Hello, iam serious! Kalau kamu masih bermain-main, aku turun nih! “Evan mengancam.
“Hahaha, be calm bro! Selain itu, aku juga datang untuk membenarkan prediksi Aa bahwa aku memang ingin menyombongkan diri kepada Aa, karena konserku berhasil. Sekaligus juga mengucapkan terima kasih banyak kepadamu kakak tersayangku, karena kamu telah menciptakan lagu-lagu yang sangat keren untuk Album terbaru kami. Ya, meskipun aku kurang yakin, apa lagunya masih akan tetap terdengar keren, jika bukan aku yang menyanyikannya dengan suara emasku.“ Ken melanjutkan kata-katanya dengan gaya tengil sambil tersenyum lebar, memamerkan giginya yang putih dan rapi.
“Hahaha, aku memang sangat mengenalmu Shine Kenzie Arashi, my only brother. I know you sebaik aku mengenal diriku sendiri. Over self confidence, kesombongan yang hakiki, yang tidak hilang tergilas waktu.” Evan tersenyum sambil mengeleng-gelengkan kepalanya karena ia geli dengan tingkah dan kepolosan Ken, mungkin itulah senyum pertamanya yang tulus semenjak peristiwa dua tahun yang lalu.
Sebenarnya, Evan memang merasa lebih segar setelah berada di luar. Matanya tidak lagi berkunang-kunang, dan kepalanya juga langsung terasa ringan.
Keputusan untuk berhenti sejenak dari kesibukannya, sambil menatap langit New york yang cerah, serta menghirup udara musim panas, memang bukan keputusan yang buruk. Namun, ego Evan terlalu tinggi untuk mengakui hal itu di depan adiknya.
Pada dasarnya, Evan memang Workaholic. Namun setahun belakangan ini, intensitas kerjanya memang gila-gilaan. Evan sadar sepenuhnya, tujuannya menyibukkan diri hanya untuk lari dari kenyataan pahit yang harus dihadapinya. Dengan menyibukkan diri, maka tidak ada lagi waktu bagi pikirannya untuk mengingat semua hal menyakitkan yang menimpanya.
Masih terbayang dengan jelas di benaknya, bagaimana dia berjuang melawan luka hatinya, masih tergambar di pelupuk matanya, bagaimana hancurnya hidupnya setelah peristiwa menyakitkan itu terjadi.
Hampir setahun ia terjerumus dalam jurang kesedihan, jatuh dalam perangkap narkoba dan alkohol. Tak terhitung berapa kali ia keluar masuk Panti Rehabilitasi dan Rumah Sakit, tak dapat ditakar berapa banyak airmata orang tua dan adiknya, serta orang-orang terdekatnya, yang jatuh karena melihat dirinya.
Media massa tak berhenti memberitakan tentang dirinya. Bukan karena prestasi, tapi kejatuhan seorang Evander Arashi, seniman muda dengan sejuta talenta.
Beruntung, Evan memiliki keluarga serta teman-teman yang sangat mencintainya. Cinta merekalah yang akhirnya membuat Evan dapat melewati lukanya, senyum dan tawa merekalah yang akhirnya membangkitkan semangat dan geloranya untuk kembali berkarya.
Evan akhirnya berhasil menebus semuanya, ia bekerja lebih keras dari sebelumnya. Ia bekerja bagai orang kesetanan, hingga ia kembali bisa menunjukkan kepada dunia, kalau Evander Arashi masih belum mati, Evander Arashi masih hidup. Evan benar-benar menunjukkan taringnya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (3)

  • avatar
    DeeZidane

    apa ini

    08/06/2022

      0
  • avatar
    HaeraniIntan

    Hai saya memenangkan uang Rp 800

    21/02/2022

      0
  • avatar
    Keyzzamalik

    bagus

    21/02/2022

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด