logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Kakakku akan dilamar

Part 4
Aku begitu senang, luka bekas cesar ku akhirnya sembuh juga. Sudah lebih dari empat puluh hari aku menahan rasa sakit diluka bekas operasi. meski luka di perut sudah lumayan sembuh.
Namun, tidak dengan luka di hatiku.
Aku masih terngiang-ngiang cemoohan dan bullyan dari kakakku sendiri, kalau saja suatu saat nanti dia merasakan seperti yang aku rasakan, mungkinkah dia akan sadar dengan kesalahannya? Entahlah.
Sekarang aku harus memfokuskan tenaga dan fikiran untuk si kecil. Aku tak ingin anakku kekurangan kasih sayang ibunya.
Aku menjalani hari hari di rumah kontrakan kecil bertiga dengan suami dan anakku, meskipun aku capek dan kualahan, namun hatiku dan pikiranku tidak lagi terganggu dengan komentar toxic dari orang lain.
Sekarang aku sudah biasa menjalankan hari hari sibuk sebagai ibu rumah tangga. Bangun pagi sampai ketemu pagi seolah 24 jam pekerjaan sebagian ibu rumah tangga tak ada habisnya, tapi kunikmati masa masa ini, ku niatkan dalam hati apa yang kulakukan untuk keluargaku adalah ibadah.
Lima bulan kemudian, tiba tiba ibuku datang kerumahku memberi kabar bahagia.
"Kakakmu sebentar lagi akan menikah nak" Ucap Ibu kala itu mengabari berita yang membahagiakan untuknya.
Ya, sudah lama ibu memimpikan kakakku Fika menikah, bahkan pernikahanku dengan mas Fandi sempat ditentang karena menunggu Kakakku menemukan pendamping hidup.
Namun, empat tahun sudah aku dan mas Fandi menunggu, namun tak ada tanda tanda kakakku akan menikah. Setelah meminta dan memohon pada ibu dan ayahku, akhirnya kami direstui juga.
Namun, beda halnya dengan Fika. Meskipun aku sudah meminta dan memberinya hadiah pelangkahan( hadiah adik yang melangkahi kakaknya menikah) dia tetap bermuram durja.
Fika tetap saja marah dan kecewa padaku, karena aku melangkahi nya. Meskipun aku pernah menawarkan calon padanya, dia tak mau, katanya seleraku terlalu rendah. Beda dengan selera dia yang high class, katanya dia mengidamkan lekaki berseragam.
Entahlah, seragam apa yang dia maksud.
"Benarkah itu bu? " Tanyaku pada ibu dengan rasa tak percaya.
"Benar sari, tidak lama lagi kakakmu akan menikah. Rencananya bulan depan fika akan dilamar" Ucap Ibu dengan wajah berseri seri.
Bagi ibu, Fika adalah anak emas. Apa apa pasti Fika yang lebih dulu diutamakan.
Aku tak iri, mungkin karena Fika sering memberi ibu uang. Apalah dayaku yang hanya ibu rumah tangga biasa tak berpenghasilan.
"Syukurlah akhirnya kakak ketemu jodohnya"
"Iya, udah lama ibu berdoa supaya Fika bertemu dengan jodohnya akhirnya doa ibu terkabul juga"
"Oiya bu, kalau sari boleh tahu, orang mana calon nya? " Tabyaku penasaran.
"Orang dari kampung sebelah, katanya sih di comblangin sama temennya"
"Oh gitu, kerjannya apa buk? "
"Katanya sih Satpam" Jawab ibu singkat.
"Apa? Satpam? " Tanyaku kaget.
Bagaimana tidak kaget, Fika yang berpendidikan tinggi, selera high class, mengidamkan pria berseragam. Tapi, calonnya ternyata seorang Satpam.
"Iya, kok kamu kaget gitu sih? "
"Kaget lah buk, kan kak Fika selera nya yang berseragam, tapi kok bisa dapat satpam sih bu? "
"Loh, kan satpam pakai seragam juga toh? " Jawab ibu membela pilihan Fika.
"Iya juga sih bu, satpam pakai seragam juga, yang sekarang seragam mirip seragam polisi itu kan buk? "
"Lah itu kamu tau kok"
"Ya tau lah buk, gini gini kan sari up dateng berita"
Aku ingin tertawa, tapi takut ibu marah. Bayangkan saja, satpam memang berseragam, tapi gaji satpam sebelaa dua belas dengan gaji buruh pabrik seperti suami ku.
Lalu, apa bedanya penghasilan suami Fika dengan suamiku? Sama sama berpenghasilan rata rata UMR.
Aku ingin tertawa, kasian sekali Fika. Sudah capek capek menghina penghasilan suamiku, lah sekarang penghasilan calon suami nya sama seperti penghasilan suamiku. Ternyata, Karma begitu cepat menjalankan tugasnya.
Aku tertawa dalam hati, aku menertawakan kesombongan dan keangkuhan Fika. Tak ada gunanya menghina orang lain, karena bisa saja orang yang dihinakan itu suatu saat doa nya akan terkabul. Maka tamatlah riwayat sombongmu.
***
Hari lamaran kakakku akhirnya tiba, rumahku sudah ramai didatangi sanak saudara dan para tetangga.
Aku datang lebih awal, ingin bantu bantu masak di dapur. Aku menuju ke dapur, Ada azka dalam gendonganku.
"Sari...kamu jangan di dapur, temenin azka saja, Nanti dia nangis gimana" Ucap ayahku saat melihatku sedang berada di dapur.
"Enggak apa apa pak, cuma kupas kentang aja kok, azka juga anteng gak rewel"
"Nanti kalau azka ngantuk, kamu bawa ke kamar depan aruh di ayunan ya"
Ayahku sangat perhatian pada anakku. Mungkin karena dia cucu pertama.
Saat asik mengupas kentang, azka mulai menguap tanda ia mengantuk. Aku segera membawanya ke kamar, lalu menidurkan nya di ayun.
Kamar depan bersebelahan dengan kamar kakakku, kebetulan dia sedang di rias oleh perias.
Setelah azka tertidur, aku hendak keluar kamar. Lalu, tanpa sengaja aku mendengar obrolan Fika dengan periasnya.
"Fika, kok kamu pakai emas banyak sekali, udah ada gelang, cincin, kan kamu mau tunangan, nanti dipakai dimana cincin tunanganmu? " Tanya embak peria pada kakakku.
" Tenang loh mbak, kan udah aku kosongin jari manis di tangan kanan. Masih ada tempat kok."
Aku heran sama kelakuan kakakku, dihari pertunangan untuk apa dia memakai emas begitu banyak? Apa sengaja untuk memperlihatkan kepada keluarga calon suaminya bahwa dia punya banyak emas?
Bukannya iri, hanya tak elok rasanya dihari pertunangan memakai gelang dan cincin emas yang begitu banyak, kesannya pamer. Apalagi dilihat sama keluarga calon suami pada saat pemasangan cincin tunangan.
Tapi, yasudah lah. Itu kan hak dia, punya dia, dari pada aku kena omelan sama Fika, lebih baik aku biarkan saja.
Pukul sebelas siang, akhirnya rombongan calon suami Fika datang. Ayah dan ibu beserta sanak keluarga menyambut kedatangan calon besan.
Dan acara lamaran pun dimulai, namun, ada yang aneh, calon suami Fika tidak datang di acara lamaran.
Semua proses lamaran diwakili oleh kakak si calon karena orang tuanya sudah meninggal. Dan pada saat pemasangan cincin tunangan, kakak calon suami Fika terlihat lama memandang tangan dan jemari Fika. Ya, apalagi kalau bukan karena emas yang dipakai Fika sangat mencolok.
Tapi, untunglah kakak calonnya tidak menyinggung soal itu.
Setelah semua proses selesai, akhirnya calon besan dan tamu pulang. Tinggal lah keluarga dan saudara dekat.
Aku duduk bersama saudara dari pihak ayahku, mereka bertanya
"Sari.. Kalau boleh tahu berapa mahar kakakmu? " Tiba tiba bude atun bertanya padaku, kebetulan kakakku sedang dikamarnya.
"Maaf, sari gak tahu bude" Sahutku yang memang tidak tahu.
"Katanya sih 30 gram" Sahut wak ipah saudara sepupu ibuku.
"Dari mana wak tahu? " Tanyaku penasatan.
"Ibumu yang bilang tadi" Sahutnya.
"Wah.. Banyak juga ya, kamu aja dulu maharnya cuma 10gram kang kan sari? " Celetuk wak ipah membuatku tak nyaman.
Iya, aku merasa tak suka. Jika ada yang membanding bandingkan aku dengan kakakku. Apalagi ini masalah mahar, aku mulai merasa tak nyaman dengan ucapan uwak satu ini.
"Gini loh wak, kakaku kan dia bekerja dikantor, berpendidikan tinggi, jadi ya wajarlah dia minta mahar segitu, sedangkan aku gak punya kerjaan. Tamatan SMA pula." Akue mencoba menjawab sambil menahan emosi.
"Iya juga sih, tapi kalau dilihat dari wajah masih cantik kamu loh sari, menurut uwak"
Heran sama uwak satu ini, Setelah tadi di jatuhin, lah sekarang malah di puji.
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan uwak satu ini.
"Oiya sari, kalau bude boleh tau apa pekerjaan calon suami Fika? "
"Sari gak tau bude" Ucapmu pura pura gak tau.
"Kok gak tau sih, kan kamu adeknya? "
"Iya, sari memang adek nya, tapi kenapa bude gak tanya sendiri saja sama kak Fika? "
"Yaudah, nanti bude tanyak sendiri"
Heran sekali sama emak emak yang begini, pingin tahu semuanya alias kepo, ya soal mahar lah, pekerjaan calon lah, setelah ditanya malah dibanding bandingkan. Malas sekali kalau kumpul sama emak emak model begini.
Tak lama kemudian, Fika keluar dari kamar setelah mengganti kostum dan membersihkan make up nya.
"Cie.. Calon pengantin baru" Ledek uwak ipah.
Fika tersenyum malu malu.
"Ah uwak ini bisa aja" Balas Fika sambil duduk bergabung
"Kapan rencana nikahnya Fik? " Tanya budhe.
"Belum tahu budhe, mungkin tahun depan" Jawab Fika
"Jangan tunggu lama lama loh Fik, kan udah ada calonnya."
"Ya, gimana ya bude, Fika gak mau buru buru, Fika mau kumpulin uang dulu mau bikin pesta yang mewah"
" Kalau gak nikah dulu fik, beberapa bulan kemudian baru bikin pesta hajatan" Usul bude pada Fika.
Aku hanya mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
"Gak mau Fika bude, Fika maunya habis nikah langsung pesta. Apalagi kalau nanti udah hamil, ntar dikira hamil duluan lagi" Balas Fika tak kalah sengit.
"Iya juga ya" Sahut uwak ipah.
Aku merasa tak nyaman, Fika kembali menyinggungku. Soalnya aku hanya dibuat pesta hajatan kecil kecilan, itu juga setelah beberapa bulan setelah aku menikah, untung saja waktu pesta aku tak langsung hamil, kalau hamil bisa bisa dikira hamil duluan.
Entah kenapa, aku merasa pernikahanku dibanding bandingkan dengan Fika. Apalagi Fika yang suka menyindir, bertambah lah kekesalanku.
Kenapa orang orang suka sekali menbanding bandingkan antara si A dengan si B, terlebih jika itu kakak ber adik. Sungguh, aku merasa tak suka jika dibanding bandingkan.
apa sebuah pernikahan yang mewah dan mahar yang banyak akan menjamin pernikahan akan langgeng ?
Ingin aku bertanya begitu pada kakakku, tapi ku urungkan, aku tahu ia pasti akan membela diri, aku Tak ingin berdebat dengannya di saat rumah sedang ramai begini.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (135)

  • avatar
    Norina Mohamad Najib

    👍🏼👍🏼💗

    25d

      0
  • avatar
    Konijali

    aku butuh duit

    17/08

      0
  • avatar
    StwnFikri

    sangat cocok

    14/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด