logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

4: Calon Istri Konglomerat

Aku terperangah saat mobil Alex diberhentikan disebuah bangunan besar, yang dia akui sebagai rumahnya. Meskipun bangunan dihadapanku lebih cocok disebut istana daripada rumah! Pertama kali melihat mobilnya yang licin dan berkilauan, aku sudah menebak kalau Alex adalah lelaki yang mapan, tapi aku tidak menyangka akan benar-benar menjadi calon istri konglomerat! Alex tersenyum memperhatikanku yang terperangah, melotot menatap bangunan tinggi yang rasanya terlalu luas untuk ditinggali sepasang pengantin baru yang bahkan tidak bisa berinisiatif untuk beranak banyak untuk meramaikan suasana. Setelah itu aku menunduk dalam, mulai merasa tidak pantas. Mungkin sebelum bertemu denganku dan memutuskan menerima segala kekuranganku, Alex mendambakan anak-anak lucu yang akan melahirkan cucu-cucu untuknya. Setidaknya dia tidak akan kesepian saat umur sudah menjelang senja.
Setelah puas mengagumi setiap lekuk ‘istana’ tersebut, aku mengedarkan pandangan ke lingkungan sekitar. Rumah yang ditempati Alex terletak ditempat terpencil, tepatnya tengah hutan. Tentu mengherankan bagi penjelajah jika menemukan sebuah istana ditengah-tengah pohon-pohon rindang yang bahkan tak ada satupun petak-petak rumah yang dibangun disekitarnya. Sama saja seperti menemukan menara-menara istana dalam hutan seperti yang ada dalam dongeng. Aku tersentak, mengingat kebebasanku akan dicuri setelah menjadi istri Alex. Dan ini adalah satu-satunya tempat yang dapat aku jelajahi, karna aku tidak akan bisa bebas, mungkin orang-orang yang mengenalku diluar sana menganggap aku hilang ditelan bumi. Karna aku akan jarang terlihat, mungkin tidak akan pernah terlihat samasekali.
Sekali lagi kuamati rumah Alex yang akan menjadi rumahku juga. ‘Sangkar’ yang indah, aku bergumam dalam hati, tersenyum kecut. Tapi disana ada yang menyayangiku dan menerima segala kekuranganku. Itu bahkan jauh lebih dari cukup. Aku tidak keberatan.
Gerbang dibuka saat Pak Satpam menemukan mobil Alex yang menunggu didepan jeruji gerbang. Lelaki paruh baya berlari tergesa menyeret pagar, lalu mobil Alex melaju masuk ke pekarangan. Aku kembali dibuat terpana, sebagai ‘sangkar’ untuk ‘burung’ sepertiku, sangkar ini terlalu luas dan indah. Sekali lagi kudapati Alex tersenyum saat memperhatikanku yang terus mengagumi rumahnya tanpa kata-kata. Alex keluar terlebih dahulu dari mobil, lalu membukakan pintu mobil untukku. Aku disambut keluar olehnya, kepalaku masih mendongak menelusuri pemandangan yang menakjubkan. Sepertinya aku akan pingsan jika tinggal disini.
“Kakak Ipar benar,” Alex bergumam tanpa kusadari, diam-diam menyungging senyum. “Rumah yang bagus dapat menyenangkan calon istri.”
Aku diseretnya menuju area dalam bangunan tersebut, ingin membuatku semakin terkesima. Pintu utama rumah dibuka, beberapa pelayan berseragam serupa menyambut kehadiran Alex dengan membungkuk hormat. Seorang perempuan berambut pirang dan manik hijau berdiri tepat dihadapan Alex, menyambut tuannya dengan santun, mengernyitkan dahi saat melihatku ada disebelahnya. Sepertinya, dia cukup akrab dengan Alex, dilihat dari sifatnya yang memang menghormati namun tidak segan mengajak Alex bicara, “Ini siapa, Tuan?”
“Ini?” Alex melebarkan senyum, menarikku untuk lebih merapat lalu menekankan kepada gadis cantik dihadapannya, “Calon istriku.”
“What!?” Gadis tersebut menjerit kaget, sepertinya tertohok. Dia mengalihkan pandangan kearahku, mengamatiku lamat-lamat. Kepalanya naik-turun dari atas sampai bawah, menilaiku dengan berlebihan. Aku tahu, penampilanku sekarang jauh dari kata sempurna. Urak-urakan, bau, dekil, dakian, berminyak, kusam dan semacamnya dari resiko manusia depresi yang belum mandi. Gadis berambut pirang itu menggeleng samar, rautnya setengah jijik.
Aku menunduk dalam. Seharusnya Alex tidak mengenalkanku kepada orang terdekatnya dalam keadaan seperti ini. Aku tak mau kembali ditatap sebelah mata, setidaknya mereka takjub saat majikan mereka membawa calon istri yang cantik, sesuai dengan tipe tuan mereka yang kaya dan tampan. “Ran,” gadis berambut pirang itu menoleh saat namanya disebut dengan intonasi suara dingin, Ran nampak ketakutan dengan tangan gemetar. Sepertinya terkejut, mendadak mendapati panggilan super sinis dari Alex. Alex sepertinya tersinggung, saat aku yang sebagai miliknya, disepelekan orang lain meskipun hanya melalui dari tatapan menilai rendah. “Jangan salahpaham.” Alex menegaskan, “Alisa, calon istriku ini sangat cantik. Jangan menilainya sekarang, karna dia memang belum mandi--meskipun menurutku, belum mandipun masih sangat cantik.” Wajah Alex kembali seperti semula, ketakutan Ran segera menyurut.
“Oh, kamu benar, Tuan. Nona Alisa .. memang sangat cantik.” Ran ragu-ragu mengatakannya, menatapku sangsi. Tentu dia terpaksa balik memujiku, kalau tidak mau Alex kembali tersinggung.
Alex nampak senang dengan pujiannya, tercerminkan dari senyum lebarnya, tidak menyadari Ran yang mual karna harus berdusta. Memujiku yang sekarang sama saja memuji gembel yang dia lihat dijalanan kota. Alex mendorongku kehadapan Ran, lalu berujar, “Bantu dia membersihkan diri dan berdandan. Agar kecantikannya semakin bersinar. Kamu akan menyadarinya setelah dia bersih, Ran--meskipun begini-beginipun menurutku masih cantik sekali.” Ran hanya mengangguk patuh, menyentuh pundakku lalu dengan hormat menyeretku bersama dua pelayan lainnya. Ketika hilang dari pandangan Alex, Ran langsung melepaskan genggamannya dari bahuku dengan gerak tubuh jijik, lalu menuntunku yang mengikutinya dari belakang menuju sebuah kamar luas.
“Masuklah.” Kalimat gadis itu berat, mengarahkan kepala menuju ambang pintu yang sudah dibuka oleh dua pelayan yang menemani kami. Aku mengangguk-angguk mengekori langkah Ran yang lebih dulu memasuki ruangan. Kepala Ran dengan tegas menghadap dua pelayan yang menundukkan kepala lalu mendikte perintah, “Mandikan dia, pilihkan gaun yang bagus, lalu dandanin dia secantik mungkin. Buat Tuan Muda salut dengan hasil tangan kalian.” Dengan kompak dua kepala mengangguk patuh lalu dua-duanya menyeret kedua lenganku menuju kamar mandi. Ran melipat tangan didepan dada, lalu membuka ransel pakaian yang kubawa, berdecak berkali-kali melihat pakaianku yang buruk-buruk. “Tuan ini mungut gembel atau apa, sih?” Gumamnya tidak habis pikir. Sebenarnya aku juga tidak habis pikir, kenapa Alex melamarku dan mau menikahiku, padahal kami samasekali tidak saling mengenal sebelumnya. Aku selalu kepikiran dengan pengakuan cinta pandangan pertamanya, jika dipikirkan ulang rasanya itu mustahil. Mungkin Tuan Muda kalian ada gangguan penglihatan, atau memang hanya Alex seorang yang bisa melihat pesona dan kharisma-ku yang tidak bisa dilihat orang lain termasuk diriku sendiri.
Aku berendam dibak air hangat, rambut kepalaku dipijat lembut dan bagian-bagian dari tubuh berdakiku digosok dengan hati-hati. Aku menggeliat nyaman, merilekskan tubuh untuk menghilangkan penatku selama ini yang menghabiskan hari demi hari menangis disudut kamar lalu berakhir berjalan kaki dengan sandal jepit nyaris putus menelusuri kota dengan pandangan aneh orang-orang. Aku dibantu turun dari bathub, dua handuk mengelap tubuhku yang basah dan satu handuk tebal membalut tubuhku yang langsing diikuti kimono mandi tebal. Dua pelayan bertukar pandang setelah mengamati wajahku, lalu berbisik satusama lain, “Ternyata cantik juga.” Pujian yang sampai ditelingaku itu membuatku tersenyum manis. Yah, setidaknya aku tidak seburuk rupa seperti dugaan awal mereka.
Keluar dari kamar mandi, aku disambut tatapan kagum Ran yang bergumam, “Lumayan.” Aku tersenyum malu-malu, setidaknya ikut diakui oleh gadis yang bahkan kecantikannya diatas rata-rata. Saat aku amati wajahnya sekali lagi, Ran memang sangat cantik. Rambut pirangnya bergelombang, manik hijaunya membulat besar dengan bingkaian bulu mata lentik, bibirnya merah dan tebal, hidungnya seperti dijepit dan luarbiasa mancung, tubuhnya langsing dengan kaki jenjang dan dada rata, sepertinya masih berusia belasan atau awal duapuluh-an. Seharusnya Alex menikahinya saja, bukannya menikahiku, mereka bisa menjadi pasangan yang serasi; cantik dan tampan. Lagi-lagi aku pesimis, merasa tidak pantas untuk lelaki sesempurna Alex.
Ran sudah memilihkanku gaun, yang anggun dan sopan. Gaun berwarna hijau tosca itu disambut oleh salahsatu pelayan, Ran berlalu keluar tanpa berkata apa-apa setelah menyerahkan tugas mendadaniku kepada dua pelayan dibelakangku. Aku sempat mengernyit saat sebelumnya dia pernah memaliskan muka saat handuk yang melekat di tubuhku sedikit merosot, seperti menjaga pandangan. Padahal sesama perempuan?
Dengan gaun hijau tosca yang sudah membalut tubuh langsingku, aku didudukkan didepan meja rias. Segala macam make up menyapu wajah polosku, terutama bibir dan bulu mata. Setelah selesai, aku mengagumi pantulan wajahku sendiri dicermin, tak percaya aku bisa menjadi secantik ini. Salahsatu pelayan memujiku terang-terangan, “Anda sangat cantik, Nona.”
Aku mendongak dan tersenyum manis, “Terimakasih.”

หนังสือแสดงความคิดเห็น (161)

  • avatar
    LawatiSusi

    kayaknya seru cerita ini

    6d

      0
  • avatar
    ZhazaliAnwar

    ya oke

    25d

      0
  • avatar
    PutriRia

    Bagussss

    24/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด