logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 2 Kerasnya Hati Kinan.

"Jangan gegabah mengambil keputusan, Nak kasihan Citra!" ujar Ibu sambil menyusut air mata dengan punggung tangannya.
"Apa kurang pengorbanan ku selama ini? Ku tinggalkan keluargaku demi cinta Anak Ibu! Ku buang jauh-jauh gengsi ku dengan bekerja sebagai buruh pabrik padahal Aku seorang sarjana! Ku tekan hobi belanjaku demi agar Citra tercukupi! Masih kurang apa lagi? Kamu betul-betul menguji kesabaran ku Mas!" cerca Kinan mengungkapkan semua keluh kesah yang selama ini mungkin tak ku perdulikan.
"Aku minta maaf, Dek. Ini salahku karena belum mampu mencukupi kebutuhan Kalian. Aku akan bekerja lebih keras lagi untuk mencari tambahan penghasilan." Ujarku lirih, sambil mengusap punggung tangan Kinan.
"Bagaimana Kalau gajiku di tempat fotokopi Kita berikan penuh pada Ibu, sedangkan hasil ngojek full untukmu?" tanyaku mencoba memberi solusi untuk permasalahan ini.
"Ini solusi yang Kamu tawarkan, Mas? Baiklah, sepertinya keberadaan ku di sini tak lagi diperhitungkan, maka lebih baik Aku pamit sekarang saja!" ujar Kinan sambil beranjak menuju Kamar dan mulai mengemasi pakaiannya.
Ibu menyusulku masuk ke dalam kamar, dengan Isak tangisnya Ibu menahan kepergian Kinan.
"Lalu, solusi seperti apa yang Kamu inginkan, Dek?" tanyaku mulai tak sabar dengan sifat kekanak-kanakan Kinan.
"Cerai, itu solusi terbaik. Percuma Mas, nafkah darimu tetap saja kurang. Sehingga selalu memicu pertengkaran antara Kita!" ujar Kinan, tak juga menghentikan aktivitas nya memasukkan pakaiannya ke dalam koper.
"Tak bisakah, Kau sisihkan sedikit dari penghasilan mu untuk membantu mencukupi kebutuhan rumah ini?" tanyaku pelan, berharap Kinan tidak tersinggung. Ternyata Aku salah, matanya mulai melotot dan wajahnya memerah karena menahan amarah.
"Setelah menjadikanku Babu, sekarang Kau jadikan Aku sapi perah juga!" teriak Kinan, dengan kata-kata pedasnya.
"Tidak, Nak. Jangan salah paham dengan ucapan Jaya. Tetaplah menjadi ratu di rumah ini. Ibu akan turuti semua kemauan mu!" ujar Ibu sambil mengelus pundakku, dengan Isak tangis yang tak jua berhenti sedari tadi.
"Asal kembali seperti semula, Aku tak akan meninggalkan Mas Jaya. Tapi jika berubah, jangan harap Aku mau tinggal di rumah sempit ini!" tukas Kinan dengan wajah sinisnya.
"Bagaimana Ibu bisa mencukupi kebutuhan rumah hanya dengan uang enam ratus ribu?" tanyaku dengan menahan tangis. Rasanya dada ini semakin sesak membayangkan pontang pantingnya Ibu, mengatur uang sedikit agar mencukupi semua kebutuhan.
"Jangan Khawatir, Nak. Ibu sekarang kerja, bantu-bantu di rumah ustazah Aisyah. Gajinya bisa untuk menambahi jika ada yang kurang." Ucap Ibu, sontak membuat air mataku luruh. Tak bisa ku bayangkan, setua ini Ibu harus ikut terbebani dengan kebutuhan rumah tangga Kami.
"Huhuhuhu, ma-maafkan Jaya, Bu. Seharusnya di usia Ibu, tak lagi memikirkan hal seperti ini, tinggal menikmati masa tua dengan tenang dan bermain dengan cucu. Tapi bodohnya Aku, malah membebani Ibu." Tangisku tak lagi bisa ku bendung. Sakit, saat Ibu yang merawat ku sedari kecil Ikut bekerja keras membantuku memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ku dekati Ibu dan luruh tubuh ini bersujud di bawah kakinya.
"Maafkan Jaya, Bu!" rintihku dengan isak tangis semakin menyesakkan dada.
"Bangunlah, Nak. Selama Ibu masih mampu dan kuat, percayalah Ibu akan selalu ada untuk Kalian." Ucapan bijak Ibu semakin membuatku terharu.
"Drama! Keluar dari kamarku, malas Aku melihatnya!" bentak Kinan membuatku terhenyak.
"Jangan keterlaluan Kinan!" bentakku yang di balas senyum sinis olehnya.
"Sudahlah, Nak ayo kita keluar dari kamar ini. Biarkan Kinan istirahat sejenak. Sekilas saat akan keluar kamar, kulihat Kinan melihat ponselnya dan wajahnya berubah kecut setelah beberapa saat.
Ibu kembali duduk di atas karpet sambil menemani Citra bermain. Akupun menjatuhkan bobot tubuhku di sampingnya. Sesekali ku ajak Citra bermain hingga tawanya meledak. Melihat tawa Citra membuat raut wajah Ibu berubah kembali cerah.
"Menurut Ibu, apa yang membuat Kinan berubah? Setahuku sebelum melahirkan Citra, Kinan tak seperti ini. Di berubah menjadi wanita yang ketus dan kasar." Ujarku penuh tanya dengan perubahan sikap Kinan beberapa tahun belakangan ini.
"Ibu juga tidak tahu, apa penyebab Kinan berubah. Cobalah cari tahu dari ponselnya. Akhir-akhir ini Kinan lebih sering memegang ponselnya, dari pada bermain dengan Citra." Ujar Ibu yang ku jawab dengan anggukan kepala.
Baru teringat dengan motor yang ku parkir di pinggir jalan, saat mau ambil bekal minum. Karena bertengkar nggak terasa sudah mau masuk waktu Maghrib. Akhir-akhir ini jarang sekali Aku sholat berjamaah dengan Kinan, karena kesibukanku berjuang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Segera ku bawa motorku kembali ke halaman rumah. Lebih baik Aku berangkat ngojeknya selepas Maghrib saja. Gumamku dalam hati.
"Ayo, Dek sholat berjamaah. Kamu siap-siap dulu!"ajakku saat masuk kedalam kamar dan melihat Kinan asyik dengan ponselnya.
"Aku lagi halangan, Mas." Jawabnya singkat. Kemudian Aku berangkat kemasjid bareng dengan Ibu dan Citra. Ku berdoa pada Sang Maha Pembolak-balik hati, kembalikan Kinan Kami yang dulu. Ucapku membatin.
Sepulang dari masjid, Kami sekeluarga makan malam bersama. Celotehan lucu Citra menghangatkan suasana malam ini. Hanya saja, Kinan setengah hati menanggapi candaan Citra. Tak urung membuat ada gurat kecewa di wajah putri kecil Kami.
Segera ku alihkan perhatiannya dengan menambah kan lauk kedalam piringnya, sontak bahagia terpancar kembali di wajahnya yang imut.
Aku pamit untuk berangkat ngojek, setelah menyelesaikan makan malam Kami. Ku cium punggung tangan Ibu takzim memohon restunya agar Allah berkenan melancarkan rejeki ku malam ini.
Saat Ku dekati Kinan, segera Dia menghindar dan beranjak menuju kamar. Ku Hela napas berat melihat tingkah Kinan yang kekanak-kanakan. Tanpa menghiraukan nya Aku segera berangkat ngojek.
Restu Ibu memang terbukti makbul. Malam ini sepuluh penumpang ku antar hingga jam sebelas malam, Aku baru tiba di rumah. Segera ku buka pintu dengan menggunakan kunci cadangan yang selalu kubawa, agar tak menganggu mereka yang terlelap.
Setelah membersihkan diri, ku rebahkan tubuh penat ini. Kulihat ponsel Kinan di samping bantalnya. Ku coba membuka dan melihat isi dalam ponselnya. Ketika kulihat wa ada beberapa chat masuk yang belum di baca olehnya. Sontak Aku terkejut saat membaca kata demi kata yang terkirim dari grup keluarga Kinan. Sejak kapan Kinan kembali aktif dalam grup keluarga nya? tanyaku dalam hati.
[Mau banting tulang, seharian pun kalau miskin yang tetap miskin saja, Kinan!] Chat dari Mas Aldi, Kakaknya Kinan.
[Entah kenapa Kamu bisa sebodoh itu, Mbak. Nikah kok sama laki-laki miskin macam Jaya!] Chat dari Linda, Adiknya Kinan.
Kulihat dua chat ini yang belum di baca oleh Kinan. Sedangkan saat kubuka grup tak ada satupun chat, mungkin sudah di hapus oleh Kinan.
Ku raup udara sebanyak mungkin berharap bisa mengurangi sesak di dada ini.
🌾🌾🌾🌾

หนังสือแสดงความคิดเห็น (20)

  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Reality kehidupan

    02/07

      0
  • avatar
    Pasariburidwan

    👍👍

    24/11/2022

      0
  • avatar
    Iqbal Faizz

    baguss

    12/07/2022

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด