logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 POV Bi Ratih (2)

MENGAPA AKU DIBEDAKAN? (6)
POV Bi Ratih (2)
"Sebenarnya Teteh habis nangis semalaman. Kemarin malam-malam Teteh langsung testpack, hasilnya gak terlalu jelas, garis yang satunya samar tapi Teteh yakin mengarah ke positif. Semalaman Teteh gak bisa tidur dan mungkin karena banyak pikiran, ASI jadi gak keluar akibatnya Feri jadi rewel. Tadi pagi-pagi bangun tidur Teteh coba testpack lagi dan hasilnya jelas garis dua. Tolong Tih, Teteh bingung." jawab kakakku dengan lemah. Tanpa bertanya kini aku tahu kalau kakakku ini kembali berbadan dua.
Ada rasa iri di dalam hati ini, aku yang sudah berusaha mati-matian semampuku untuk bisa mendapatkan garis dua, sampai sekarang masih belum dikaruniai kehamilan. Sedangkan kini kakakku yang tidak mengaharapkan segera hamil malah positif hamil. Tapi aku tidak boleh iri, mungkin ini memang sudah jalan takdir-Nya.
"Sabar Teh, pertama yang harus Teteh lakukan adalah Teteh harus tenang dulu, supaya ASI buat Feri lancar jadi Ferinya gak rewel. Jalani kehamilan Teteh ini dengan bahagia seperti sebelum-sebelumnya. Ini rezeki Teteh dan Kang Budi. Aku malah sangat berharap bisa segera hamil dan mempunyai buah hati tapi Allah masih belum menghendakinya. Percaya sama Allah Teh. Mungkin ini terbaik untuk Teteh dan Kang Budi." Aku berusaha memotivasi Teh Ratna agar ia kembali bersemangat menjalani kehamilannya.
"Teteh udah kasih tau Kang Budi?" tanyaku kemudian.
"Sudah Tih, dari semalam Kang Budi udah nanya-nanya terus kenapa Teteh nangis, ya Teteh cerita aja semuanya." jelasnya.
"Terus, gimana tanggapan Kang Budi?" tanyaku penasaran.
"Dia mah no comment Tih, katanya yang penting Teteh bisa mengurus semuanya. Padahal justru itu yang Teteh bingung. Ngurusin bayi sambil ngidam pasti Teteh akan kewalahan." Kakakku ini terus saja merasa khawatir.
"Kan ada Ratih Teh, kalau Ratih senggang, Ratih tiap hari pasti kesini bantuin Tetehku yang cantik ini." Aku tersenyum nakal untuk menghiburnya.
"Bener ya, Tih? Janji bantuin Teteh?" tanyanya seperti yang tidak percaya saja kepadaku.
"Iya Tetehku sayang, apa sih yang enggak buat Teteh. Teteh itu udah kaya Ibu buat Ratih. Semenjak bapak gak ada, Teteh yang ngurusin Ratih, padahal saat itu umur Teteh juga belum cukup dewasa. Teteh selalu mengutamakan Ratih dibanding kepantingan Teteh sendiri. Pokoknya apapun yang bisa Ratih bantu buat Teteh pasti Ratih lakukan." Aku berbicara panjang lebar untuk meyakinkannya kalau aku akan selalu ada untuk membantunya seperti dulu ia yang selalu ada untukku.
"Makasih ya Tih. Teteh sedikit lega sekarang." Akhirnya Teh Ratna bisa tersenyum.
"Sama-sama Teh. Sekarang kalau Teteh masih mau istirahat, istirahat aja dulu mumpung Feri juga kayanya masih nyenyak tidurnya. Biar Farel sama Alia aku yang jagain." Aku menyarankan Teh Ratna untuk beristirahat karena matanya terlihat sangat lelah.
"Iya ini Teteh ngantuk banget. Teteh tidurin dulu bentar ya. Kalau ada apa-apa sama anak-anak bangunin aja Teteh." Sambil menguap ia kembali menuju tempat tidurnya.
"Siap Teh." Aku mengangkat tanganku dengan posisi hormat yang membuat kakakku itu terkekeh.
Hidup ini memang sawang sinawang ya, aku yang mengira Teh Ratna selalu bahagia dengan suami dan anak-anaknya, kini justru melihatnya merasa khawatir karena kembali dikaruniai buah hati.
Bagitu juga aku, banyak yang bilang hidupku enak. Mempunyai suami yang setia dan bertanggung jawab, bisa bebas kemanapun yang aku suka karena belum dikaruniai seorang anak, padahal mereka tidak tahu kalau aku menangis hampir setiap malam, berusaha ke beberapa klinik dan rumah sakit untuk bisa mendapatkan garis dua.
Selama kehamilan Teh Ratna, aku berusaha menepati janjiku kepadanya. Setiap hari aku selalu menyempatkan diri berkunjung dan membantu Teh Ratna. Kalau suamiku sedang di rumah, aku akan mengajak Farel dan Alia bermain di rumahku. Dengan begitu aku tetap membantu Teh Ratna menjaga anak-anaknya tanpa meninggalkan suamiku. Suamiku juga sangat menyukai mereka, mungkin ia juga sama sangat mengharapkan segera datangnya buah hati di keluarga kecil kami, namun ia tak pernah mengungkapkannya untuk menjaga perasaanku.
Tibalah waktunya persalinan Teh Ratna. Pagi-pagi sekali aku diminta segera ke rumah Teh Ratna untuk menjaga anak-anak. Dengan terburu-buru aku berjalan cepat ke rumah Teh Ratna. Disana ku lihat Teh Ratna sedang meringis menahan perutnya yang sedang kontraksi sambil mencoba menenangkan Feri.
"Tih, Ratna dari semalam kontraksi terus, sepertinya ia sudah mau melahirkan. Akang mau langsung bawa Ratna ke bidan. Tolong titip anak-anak ya. Ini Feri rewel gak mau di tinggal ibunya, kalau Farel sama Alia masih tidur di kamar." Kang Budi menjelaskan sambil bersiap membawa tas kebutuhan bersalin.
"Tolong ya, Tih. Maaf Teteh ngerepotin kamu terus." ucap Teh Ratna sambil meringis menahan sakit.
"Ngerepotin apa sih Teh, kaya sama siapa aja. Teteh tenang aja ya, jangan banyak pikiran, siapin tenaga untuk melahirkan." Aku memegang tangan Teh Ratna untuk memberi semangat dan kekuatan.
"Kami berangkat dulu ya." pamit Kang Budi.
"Iya Akang sama Teteh berangkat aja. Nanti biar Ratih coba tenangin Feri." Aku berkata sambil mencoba membawa Feri yang sudah berumur satu tahun dalam pangkuanku, namun ia sama sekali tidak mau dan tetap ingin ikut ibunya.
"Sini Feri sayang, Bibi beliin makanan yuk. Kita jalan-jalan cari sarapan. Kasihan Ibunya sakit mau diperiksa dulu, nanti kalau Ibu udah sembuh, Feri bisa sama Ibu lagi." Aku mencoba merayunya.
Disaat aku terus mencoba merayu Feri, tiba-tiba darah mengalir di kaki Teh Ratna. Aku yang melihatnya sangat terkejut.
"Teh, darah..."
*****

หนังสือแสดงความคิดเห็น (86)

  • avatar
    LaupaseMalau

    terima kasi

    22d

      0
  • avatar
    HRImran

    Wahhh ceritanya sangat menarikk,bagus bngtt pokoknya🫰😍

    29d

      0
  • avatar
    Yudiapp23

    sangat terkesan cetia yah bagus sekali👍

    07/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด