logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Hujan di Wajahmu (4)

Hari ini gerimis mulai membasahi kota, aroma tanah yang terkena hujan terasa begitu menenangkan. Ada banyak orang menikmati hujan dengan cara mereka, begitu juga Arina. Dia selalu menyentuh rintik hujan yang turun. Memaksakan hawa dingin masuk ke dalam kulitnya.
Hujan itu indah, meski tak seindah pelangi. Tapi pelangi pasti muncul setelah hujan reda. Yang artinya, pelangi selalu membutuhkan hujan.
Arina berlindung di bawah atap sebuah ruko kosong. Dia terjebak diantara ribuan air yang datang mengguyur kota. Arina berdiri mematung dengan tatapan kosong. Hujan menghilangkan seluruh isi pikirannya.
Sebuah klakson mobil pun membuyarkan lamunannya, suasana jalan yang tampak riuh ini selalu menjadi ciri khas dari kota ini. Seorang pedagang kaki lima menepi ke sebuah ruko tempat Arina singgah sementara.
"Permisi neng, numpang neduh," ucap laki-laki tua itu. Nafasnya menjadi tak beraturan karena kelelahan.
"Iya, pak silakan." Arina tersenyum sopan.
Arina menatap dalam laki-laki tua itu. Melihatnya membuatnya teringat dengan sosok ayahnya di kampung. Ayahnya pekerja keras dan sangat menyayangi keluarganya. Namun sayang waktu dan keadaan membuat mereka harus berpisah sementara. Dia mengingat pesan ayahnya 'nak hati-hati di kota besar, di sana jauh lebih keras, kamu harus bisa jaga diri. Kalau kamu sudah tidak kuat di sana, kembali saja'.
Kata-kata itu selalu Arina ingat. Namun sesakit apa pun kehidupannya di sini, Arina akan mencoba untuk bertahan. Dia akan memeluk semua rasa sakitnya. Meski begitu sakit ... Arina tidak ingin merepotkan orang tuanya, mereka sudah tua untuk melindunginya bahkan menghidupinya. Dia harus berdiri sendiri.
"Pak, saya pesan baksonya satu." Arina mengingat kembali, sudah lama dia tidak makan bakso. Hari-hari dia hanya memakan mie ayam. Bosan.
Laki-laki tua itu menyiapkan kursi plastik yang di bawa di belakang gerobak. "Iya ... Duduk dulu neng."
"Iya, pak ... Terima kasih."
Uap-uap panas menerobos keluar dari panci. Rasa hangatnya menyebar melalui udara. Membawa aroma yang menyedapkan yang khas, aroma bakso daging sapi.
Tak lama kemudian semangkuk bakso telah dihidangkan. Semangkuk bakso yang hangat di tengah hujan sangat cocok sekali untuk menghangatkan tubuh.
Arina mulai menyantap perlahan baksonya. "Enak, pak!" puji Arina.
Lelaki tua itu hanya menatap dan tersenyum. "Kalau melihat kamu saya jadi ingat anak saya," ucap lelaki tua itu.
"Memangnya anak bapak kenapa?"
"Anak saya sudah menikah tahun lalu, saya senang sekaligus sedih." Lelaki itu tersenyum lalu sedikit memejamkan mata, setelahnya.
"Kenapa bapak sedih?" Arina menatap lelaki tua itu dalam-dalam.
"Saya sedih karena sekarang jadi jarang melihatnya. Tapi di sisi lain saya senang karena putri saya menikah dengan laki-laki yang baik dan perhatian. Dan sekarang saya mau punya cucu," ucapnya bangga saat melafalkan kata cucu.
Arina terdiam berpikir sejenak, meletakkan kembali sendok ke atas mangkuk. Mungkin saat ini ayahnya juga merasakan hal yang sama seperti bapak ini. Anak yang dia rawat sejak kecil, pergi meninggalkan kampung halamannya. Untuk mencari jati diri. Namun apakah ada sesuatu yang bisa dibanggakan darinya?
Pertanyaan itu muncul dalam benaknya.
"Pak, kalau misalkan anak bapak pergi merantau seorang diri ke tempat yang jauh. Apa bapak akan merasa sedih atau marah?" tanya Arina.
"Kalau ditanya sedih atau tidak ya ... jelas sedih, apa lagi kalau perempuan. Tapi saya akan lebih bangga kepadanya. Melihat anak yang kita rawat dari kecil memilih jalannya sendiri untuk hidup mandiri, rasanya seperti sesuatu yang sangat membanggakan. Saya akan merasa berhasil sebagai orang tua. Yakinlah semua orang tua sangat menyayangi anaknya, lebih dari apa pun."
Arina kembali tersenyum. "Terima kasih, pak ... karena sudah menjawab pertanyaan saya. Semoga cucu bapak lahir dengan selamat."
"Aamiin ... Terima kasih, neng. Saya juga akan mendoakan agar setiap masalahmu cepat berakhir." Lelaki tua itu tersenyum hangat. Dia lelaki sekaligus ayah yang hebat.
"Aamiin ...."
Tak lama kemudian hujan mulai reda, semua orang yang menepi kembali melanjutkan aktivitasnya. Begitu juga dengan bapak penjual bakso tadi.
"Saya pamit dulu ya, neng!"
"Iya, pak. Hati-hati!"
Arina pun menyaksikan kepergian bapak penjual bakso itu.
"Sebentar lagi, aku akan melepaskan perasaan ini. Masalah hati ini harus segera selesai!" Arina mendesahkan sesuatu ke atas.
Arina kini merasa bisa mengatasi semuanya. Rasanya seperti ada sosok ayahnya yang kini menguatkan hatinya karena cinta dan kasih sayangnya. Ayahnya datang untuk membantu putri tercintanya dari belenggu masa lalu.
Keajaiban itu benar-benar datang, Arina sangat berterima kasih kepada Tuhan. Waktu benar-benar sudah melahap rasa sakitnya sekarang. Ini sudah saatnya bagi Arina untuk menghadapi semuanya. Dia tidak perlu bersedih lagi karena pengkhianat itu. Seharusnya pengkhianat itu yang sedih karena telah meninggalkannya.
Arina tersenyum bahagia, langkah kakinya menuntunnya untuk kembali ke rumah. Entah mengapa hatinya merasa lega.
Pertemuannya dengan penjual bakso itu mengubah segalanya.
Sesampainya di rumah, Arina langsung mandi. Malam nanti dia ada sebuah janji untuk menemui salah satu pelanggan yang sedang mencari rumah. Arina sudah lebih segar sekarang.
Dia keluar ke depan teras menghirup udara segar, sore ini. Sudah lama dia tidak menikmati perasaan seperti ini.
"Kelihatannya lagi senang nih. Ada apa? Cerita dong." Sinta yang tengah menyiram tanaman langsung teralihkan, dengan kehadiran Arina yang tampak gembira hari ini.
"Ada pembeli yang tertarik membeli rumah," jawab Arina bangga.
"Wih, bagus dong ... Bisa kali." Sinta mengerjapkan matanya dua kali.
Arina paham maksudnya. "Iya, nanti kalau berhasil nanti ku traktir bakso!"
"Oke ... Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk bisnismu, Arina."
"Terima kasih."
Saat jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh malam. Arina sudah siap untuk pergi, dia juga sudah memesan taksi online. Tak lupa dia sholat terlebih dahulu sambil menunggu taksinya datang.
Setelah semuanya beres, Arina menunggu di depan teras rumah. Di sebelah ada Sinta yang juga sedang duduk santai sambil memainkan handphone miliknya.
"Wih, sudah rapih begini ... Mau berangkat?" tanya Sinta setelah menyadari kedatangan Arina di teras sebelah yang berbataskan tembok yang tidak terlalu tinggi.
"Iya, nih. Doain ya."
"Siap." Sinta mengacungkan jempolnya.
Tak lama kemudian taksi yang di tunggu-tunggu pun akhirnya datang.
"Aku pergi dulu, ya!" seru Arina.
"Iya, hati-hati ... Jangan lupa baksonya!"
Arina hanya tertawa pelan menanggapi ucapan Sinta. Dia pun berbalik dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam mobil. Mobil itu pun langsung melaju.
Arina mengirimkan pesan kepada Dani untuk memastikan bahwa orang yang berencana membeli rumah itu sudah datang atau belum. Hanya membutuhkan beberapa menit saja untuk melihat balasan Dani. Dia bilang kalau saat ini dia sedang bersama orang itu, mereka masih di perjalanan.
Sesampainya di kafe Arina masih belum melihat kehadiran mereka. Dia menghela nafas lega.
Arina pun pergi ke tempat di mana ia biasa duduk. Seperti biasa tempat itu selalu kosong. Salah seorang pelayan datang menghampirinya.
"Mau pesan apa, kak?" tanya pelayan itu.
"maaf, saya pesannya nanti, bisa?"
"Oh, bisa kak. Kalau begitu saya permisi."
Arina tersenyum. "Iya."
Arina melihat waktu di jam tangannya. Sekitar tujuh menit lagi jarum jam itu berada di angka dua belas. Sambil menunggu, Arina membuka handphone miliknya. Dia membalas pesan-pesan yang tidak begitu penting. Setelah melakukan hal itu, jarinya tak sengaja menyentuh pesan yang diarsipkan. Dalam arsip itu masih ada nomor pengkhianat itu. Meski sudah diblokir tapi pesannya masih belum terhapus. Tanpa ragu Arina langsung menghapusnya, ribuan pesan itu membutuhkan waktu beberapa detik untuk hilang sepenuhnya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (78)

  • avatar
    iyan kece

    dapet duit

    4d

      0
  • avatar
    Rici Gustina

    aku sangat suka cerita ini , cerita ini sangat bagus 🤩 semakin lama ceritanya juga semakin tidak membosankan

    7d

      0
  • avatar
    Indah Widya

    Bagus cerita nya

    7d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด