logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Leluhur

Harum melepas tangan Mas Wira yang merangkulnya, kemudian dia maju selangkah ke arahku. Sambil melipat tangan di dada dan mendongakkan kepala dengan congkak, dia berkata, "tenang saja, Kak Manis. Kami tidak akan berbuat seperti yang kau pikirkan. Suamimu hanya khawatir membiarkanku tidur sendirian, jadi dia akan menemaniku."

Aku mendelik di detik yang tak disadari Harum, lalu secepat mungkin mengubah delikan menjadi tatapan penuh kasih sayang saat Harum kembali menatapku. Wanita itu belum tahu bagaimana munafiknya diriku.
"Terserah kalian saja, aku hanya mengingatkan. Bahwa di rumah ini tak boleh ada satu orang pun yang berniat jahat apalagi berbuat asusila, karena ada sesosok makhluk yang siap menghukum kalian jika melanggar peraturan," ucapku.
Tak boleh ada yang berniat jahat di rumah ini, kecuali aku. Begitulah maksudku.
"Omong kosong!" balas Harum seraya berbalik arah, memunggungiku, dan menggandeng tangan suamiku menuju kamar.
Kupencet tombol 'On' pada pegangan kursi roda sebelah kanan, seketika kursi roda melaju menuju tangga khusus. Aku akan menuju kamarku di lantai dua ketika baru sampai di ujung tangga, terdengar suara Harum merayu Mas Wira. Kuhentikan kursi roda untuk mendengar percakapan mereka.
"Sabar saja, Mas Wira-ku sayang. Sebentar lagi kau akan terbebas dari kungkungan istri lumpuh itu. Nahas sekali nasib Si Manis, wajah cantik dengan rambut ikal bergelombang, memiliki kekayaan yang tak terhitung ... tapi lumpuh! Haha," ucapnya bernada mengejek.
"Itulah sebabnya aku ingin menikahimu, Harum. Kau sempurna. Aku sangat mencintaimu," balas Mas Wira. Sedetik kemudian, terdengar suara kecupan dari sepasang calon pengantin itu.
Percakapan mereka menggelitik hati ini. Kursi roda melaju kembali, kini berhasil mendarat di dalam kamarku—tepat pukul delapan malam.
Jendela kamar yang tadi pagi kubuka, menampakkan hamparan tanah yang luas di bawah langit gelap gulita. Kini aku kembali menatap dengan perasaan tak sabar pada tanah yang lapang itu. Sebentar lagi, rumah untuk mereka akan segera dibangun. Entah itu Mas Wira atau Harum yang lebih dulu, atau bahkan mungkin keduanya akan mati bersamaan lalu dikubur di sana—di rumah keabadian. Aku berjanji, akan menghias kuburan mereka dengan dinding-dinding dan atap yang indah selayaknya rumah. Dan setiap malam, bahkan setiap saat ... aku dapat menonton mereka dari dalam kamar ini. Hanya perlu membuka jendela ini lebar-lebar saja untuk bertemu dengan kuburan mereka nantinya!
"Ha ha ha ...."
Tawaku menggema ke setiap penjuru rumah.Aku dapat mendengar getaran suara tawaku sendiri di udara yang memantul ke dinding. Gelak tawa yang mengandung emosi ini membuat foto pernikahanku dengan Mas Wira bergetar di atas nakas samping tempat tidur. Di luar sana, kepak sayap kelelawar dan suara burung hantu mengiringi getirnya luka hati dalam tawa ini.
Suami dan wanita perebut suamiku itu ingin berkuasa di rumahku bahkan tak segan menghina cacat yang kuderita! Sebelum mereka menyingkirkanku, aku akan lebih dulu menyingkirkan salah satu diantara mereka, atau mungkin keduanya!
Angin malam bertiup mengenai daun pintu jendela, membuatnya menutup dengan sendirinya. Kumajukan kursi roda lalu mengunci jendela.
Di kamar bawah tangga sana terdengar suara jeritan seiring berlalunya angin malam barusan. Harum menjerit kesakitan karena ulahnya sendiri, dia pasti tak mengindahkan peringatan tentang perbuatan asusila, hingga hal itu membangunkan leluhurku yang tinggal di rumah ini.
Leluhurku saat ini pasti sedang memberikan hukuman pada Harum dan Mas Wira atas apa yang sedang mereka lakukan di dalam kamar sana.
"Tidurlah, Manis-ku sayang .... Nyimas dan Mbah-mu sudah menghukum mereka. Tak ada satu orang pun yang boleh menyakiti keturunanku! Sekarang tidurlah ... tidurlah ...," bisik Nyimas dan Mbah-ku. Mereka adalah leluhur yang sudah meninggal dunia ratusan tahun lalu, namun ruh-nya masih tinggal di rumah ini dan selalu menjagaku.
Tubuhku melayang, leluhurku memindahkanku dari kursi roda ke atas kasur. Dia tahu aku selalu kesulitan untuk berpindah dari kursi roda ini.
Diiringi lantunan kawih-kawih Sunda kuno dari leluhurku, aku pun akhirnya dapat tertidur lelap.
*
Bilqis—temanku satu-satunya—sudah memencet klakson mobil berkali-kali, suara berisiknya terdengar hingga ke kamarku di lantai dua. Aku pun sudah bersiap untuk pergi bersamanya, menuju suatu tempat rahasia yang akan menjadi peristirahatanku hingga acara pernikahan Harum dan Mas Wira selesai dilangsukan.
Seperti biasa, untuk turun ke bawah, kursi rodaku ini harus menuruni tangga khusus. Namun ada satu hal yang kurasa aneh, sejak dini hari tadi tak kudengar suara Mas Wira maupun Harum. Apakah Nyimas dan Mbah-ku terlalu keras menghukum mereka malam tadi, hingga kini mereka tak berkutik lagi?
Tidak!
Aku belum selesai bermain-main dengan mereka, mereka harus tetap bernapas, aku belum puas membalas kelancangan mereka!
Beruntung, Harum tak mengunci pintu kamarnya sehingga aku dapat membukanya dengan mudah.
Mereka terkapar di lantai dengan posisi telungkup dan hanya pakaian dalam yang menutupi tubuh mereka.
"Bangun!" teriakku.
Mata kedua penghianat itu mengerjap. Bibir mereka pucat. Ada bekas cakaran binatang buas di punggung mereka, dengan darah kering yang menempel di kulit—meski tak banyak. Aku terkejut, semalam Nyimas dan Mbah hampir saja membunuh mereka!
Kulihat Mas Wira mulai menggerakkan jari tangannya. Sementara Harum hanya bisa mengerjapkan mata, mungkin dia sedang mengalami ketindihan.
"Nyimas dan Mbah-ku, sudahi hukumanmu. Aku ingin mereka tetap hidup," bisikku, lalu meniupkan permohonan itu ke arah tubuh Mas Wira dan Harum.
Tak butuh waktu lama mereka berhenti bergerak. Kini mereka dapat bernapas. Dan Mas Wira lah yang pertama bangun. Matanya langsung melotot ketika melihatku.
"Manis! Setan apa yang kau pelihara di rumah ini? Dia hampir saja membunuhku dan juga Harum!"
Itu adalah kata-kata yang pertama kali keluar dari bibir suamiku.
"Aku tak memelihara setan apa pun, Mas. Apa yang kalian alami semalam, adalah bentuk dari perbuatan jelek kalian. Setan-setan itu berasal dari dalam diri kalian sendiri!" jawabku.
Mas Wira memang tidak mengetahui tentang leluhurku. Dia hanya tahu rumah ini angker, sering mengalami kejadian mistis, dan Mas Wira menganggapnya sebagai hal gaib.
"Beberapa kali aku mengalami kejadian aneh di rumah ini, dan kali ini adalah yang terparah! Setan itu mengirimkan dua ekor harimau yang mencakar punggung kami. Kau lihat sendiri, Manis!" tunjuk Mas Wira pada luka cakaran di punggungnya, juga punggung Harum. Seolah-olah dia sedang meminta pertanggungjawaban dariku. "Aku tahu harimau-harimau itu gaib, tapi kenapa cakarannya sangat nyata, Manis?!" lanjutnya bertanya.
Sebelah sudut bibirku terangkat sedikit, sehingga Mas Wira dapat melihatku tengah menyeringai.
"Bukankah sudah kuingatkan, bahwa rumah ini akan menghukum setiap orang yang berniat jahat dan menyakitiku? Semakin kau berbuat jahat, semakin kau menyakitiku, dan semakin dalam aku merasa tersakiti, maka hukuman yang akan kau terima pun akan lebih menyakitkan. Sekarang, lebih baik tanyakan pada dirimu, apa yang kau perbuat dengan Harum di kamar ini tadi malam? Itulah alasannya. Kau celaka akibat ulahmu sendiri!" jawabku.
"Aku tahu kau bermain ilmu hitam, Manis! Kekayaanmu yang fantastis ini juga kau dapat berkat menggeluti ilmu itu, kan?"
"Aku sudah kaya bahkan sebelum aku dilahirkan, Mas."
"Dengar, Manis. Jangan sekali-kali kau berniat untuk membunuhku ataupun Harum!" ancamnya.
"Hahaha." Aku tertawa mendengarnya. Lelaki bodoh itu mau mengancamku? Memangnya dia bisa apa?! "Mas Wira-ku sayang, manusia hanya akan celaka akibat ulahnya sendiri. Jangan pernah menyalahkan orang lain."
Mas Wira mencoba bangkit. Dia berpegangan ke kaki ranjang dan perlahan-lahan berhasil berdiri, melangkah mendekat hendak melakukan sesuatu.
"Berhenti!" cegahku. "Turunkan telapak tangan yang kau angkat ke udara itu. Kau tak akan bisa menamparku. Seumur hidupmu, sebanyak apapun kau mencoba, kau tak akan pernah berhasil melakukan kekerasan fisik padaku."
"Dasar kau wanita jahat!" hardiknya. "Tak sudi aku memiliki istri sepertimu. Apa kau tak sadar, Manis. Sifat angkuh dan kasarmu itu lah yang membuatku berpaling hingga kini aku lebih mencintai Harum!" ucapnya. "Aku berubah pikiran, aku akan segera menceraikanmu! Persetan dengan harta yang kau janjikan!"
Mengeluarkan sesak di dada, aku berteriak pada lelaki yang baru saja bicara akan menceraikanku itu. "Tidak bisa, Mas! Kau telah memohon padaku untuk menikah lagi dan aku mengizinkan dengan hati tercabik-cabik! Hatiku terlanjur koyak! Kau harus tetap menikah tanpa menceraikanku. Karena aku ingin melihat bagaimana kehidupan rumah tangga kalian, aku ingin melihat sejauh mana kalian bertahan! Sebelum hatiku kembali utuh, aku tak akan membiarkan kalian pergi dari rumah ini," tegasku penuh dendam. "Lihatlah di aula sana, semua orang sedang menghias pelaminan. Sekarang bersiaplah. Bangunkan Harum. Kalian harus tetap bugar untuk acara pernikahan besok. Aku akan pergi bersama Bilqis, dan akan pulang lusa."
Kuputar kursi roda, meninggalkan Mas Wira dan Harum yang tak berdaya di dalam kamar peraduan mereka.
*
Dua jam setengah yang dibutuhkan untuk sampai di rumah singgah milik keluargaku yang sudah turun-temurun ini. Sebuah rumah panggung terbuat dari kayu sebagai bahan utamanya. Aku dan Bilqis memasuki ruangan utama dengan banyak benda pusaka terpajang, juga bau dupa yang senantiasa semerbak setiap kali memasuki ruangan ini.
Aku menyalakan dua buah damar, sementara Bilqis duduk di lantai kayu. Tangannya sibuk merogoh isi tas. Dia adalah seorang dokter yang sudah menjadi sahabat karibku sedari aku kecil. Persahabatan kami tak bisa terpisahkan oleh apapun. Kami sudah teruji oleh waktu dan juga berbagai rintangan yang menghadang, kami juga sudah saling mengetahui keburukan masing-masing. Sehingga, tak perlu ada lagi yang disembunyikan.
"Kau membawa barangnya?" tanyaku.
Bilqis mengeluarkan tangannya dari tas dengan kondisi mengepal, kemudian perlahan-lahan membuka kepalan tangannya dan terlihatlah lima bungkus barang yang kupesan.
"Ada lima jenis racun mematikan yang kubawa. Kau mau pilih yang mana?" Bilqis menatapku, bertanya seraya mengangkat sebelah alis.

Book Comment (34)

  • avatar
    FfGogle

    5000

    14/06

      0
  • avatar
    Masturina Mohd

    cerita yang bagus banyak plot twist best best sangat , minat nak baca sebab tajuk ajeee hehehehe tpi jalan cerita pun best

    16/05

      0
  • avatar
    Syza Meera

    👍👍👍👍👍

    14/05

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters