logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

part-02

"Awas! Jangan sampai ketahuan Bapak. Kalau Bapak tau bukan cuma kamu yang habis, pasti aku juga. Kalau aku sampai ikut kena, awas aja!" Peringat adikku terdengar serem.
"Makanya kamu harus bantuin aku agar Bapak gak bakalan tau." balasku kalem. Meskipun ada rasa takut yang menjalar di dalam hati. Takut kalau apa yang dia katakan itu benar nantinya. Namun, karna hasrat besar dalam dada. Akhirnya, aku tidak peduli dengan rasa takut itu lagi.
"Ingat! Jangan lama-lama, pulang harus tepat waktu." peringatnya lagi.
"Siap! Paling sebentar aja, kok." jawabku.
Setelah pergi diam-diam dari rumah. Aku berdiri di bawah pohon ketapang. Daunnya yang rimbun membuat pencahayaan dari lampu teras rumah warga tidak terlalu membantu untuk menerangi di sekitar bawah pohonnya sehingga, membuat di sekitarnya tetap gelap. Jarak pohon dengan rumah tetangga juga lumayan jauh. Jadi aku aman menunggu pacarku di sini. Tidak akan ada yang melihat atau sadar jika ada aku di bawah pohon ini.
Aku yakin sih, Bapak tidak akan tahu. Karna, di jam seperti sekarang beliau sedang berada di masjid. Setelah shalat Magrib biasanya beliau tidak pulang, melainkan membaca Al-Qur'an atau memberikan tausiyah kepada warga yang berkumpul di sana. Sudah kebiasaan seperti itu, menyambe waktu shalat Isya sembari mendengarkan ceramah pendek tentang agama. Setelah selesai shalat Isya, barulah beliau pulang ke rumah.
Seandainya beliau tahu. Dengan apa yang aku lakukan ini. Seperti yang tadi adikku bilang. Habislah. Gak ada ampun lagi jika Bapak sampai tahu jika aku sudah berani pacaran secara diam-diam.
Resiko berpacaran diam-diam atau backstreet ya memang seperti ini. Rasanya bukan membuat senang atau bahagia, justru malah membuat kinerja jantung jedag-jedug tak karuan. Bukan berdebar karena si dia akan datang menjemput. Atau jantung berdetak karena ingin jumpa dengan pacar. Melainkan berdebar karena rasa takut jika semua yang aku lakukan sekarang ini bakalan ketahuan.
Meski begitu, dengan kebandelan yang hakiki, aku tetap saja melakukannya. Yaitu, pacaran secara diam-diam. Entah apa yang merasukiku. Padahal, jelas-jelas pacaran sangat dilarang keras oleh Bapak. Tidak hanya oleh Bapak aja, sih. Sebenarnya, agama pun juga melarang.
Ini sudah kesekian kalinya aku pergi diam-diam untuk bertemu dengan, Rian, nama pacarku. Rian nih sudah tahu kalau sebenarnya aku tuh gak dibolehkan pacaran sama bapakku. Namun, dia tetap kukuh merayu dan meyakinkan agar aku mau menerima dia. Dia bilang sih, kami bisa pacaran diam-diam. Semua aman, jika kami berdua tidak ketahuan kalau sedang pacaran.
Aku yang sebenarnya juga ada rasa sama dia. Karena, Rian ini adalah sosok laki-laki yang sesuai banget dengan kriteriaku. Poin utamanya dia tidak merokok seperti bapakku. Tanpa berpikir panjang, langsung saja aku iyakan apa yang Rian katakan itu. Maka, jadilah sekarang kami pacaran secara sembunyi-sembunyi.
Meski katanya sembunyi-sembunyi. Namun, tetap saja ada yang mengetahui kalau kami berdua sedang berpacaran. Tidak banyak, sih. Hanya dua orang. Yaitu, orang pertama yang tahu aku dan Rian pacaran adalah sepupunya Rian bernama Amah. Terus yang satunya lagi kalian sudah pasti tahu dia siapa 'kan?
Yups, kalian benar, lagi.
Yang kedua adalah adikku sendiri. Yang tadi sempat memperingatiku. Meski dia tidak banyak membantu, jika misalnya aku sedang mengalami kehilangan barang, seperti kaos kaki misalnya. Namun, dalam hal yang satu ini. Dia juara. Karena, mau membantuku merahasiakannya dari Bapak.
Tidak sampai lima belas menit. Rian akhirnya datang menjemputku. Tanpa basa-basi atau ngobrol apalah dulu. Tanya kabar aku misalnya. Namun, Rian tidak melakukannya. Dia langsung aja memintaku naik ke atas motornya. Setelah aku naik, kami langsung jalan menuju tempat biasa yang aman untuk kita berdua pacaran.
Aku juga tidak bisa protes dengan sifat Rian tadi, yang langsung menyuruhku naik ke atas motornya. Karena, yang Rian lakukan sebenarnya juga untuk hubungan kami. Agar tidak diketahui oleh orang lain, lagi. Karena, semakin cepat kami pergi dari tempat itu maka, semakin kecil kemungkinan kami akan ketahuan.
"Sudah waktunya pulang, nih." ucapku pada Rian. Karna, sudah kudengar adzan Isya berkumandang.
Sesuai peraturan dari awal kami menjalin hubungan. Untuk menjaga hubungan ini tetap aman dari jangkauan Bapak. Maka, aku harus berada di rumah sebelum Bapak pulang.
Jika Bapak akan pulang setelah shalat Isya. Maka, aku harus berada di rumah sebelum shalat Isya selesai. Jadinya, adzan ini adalah tanda batas waktu pertemuan kami.
"Baru juga sebentar kita di sini, Yank." jawab Rian tidak terima dengan ajakanku untuk pulang.
"Ya, gimana? Kalau ga pulang. Nanti malah ketahuan Bapak kalau aku jalan dari luar." ucapku memperingati Rian.
"Nanti dulu ya pulangnya, sebentar lagi. Soalnya aku masih kangen," Ucap Rian lagi sambil menggengam tanganku.
"Nanti aku turunin agak jauh deh dari rumah, Ayank. Biar gak ketahuan kalo Ayank pulang dari jalan-jalan," lanjutnya lagi.
Setelah aku berpikir . Ternyata ucapan Rian itu ada benarnya juga. Kalau aku turun jauh dari rumah, kan Bapak pasti gak tau kalau aku baru saja pulang dari jalan-jalan.
Aku sebenarnya juga masih kanget banget sama Rian. Jarang-jarang 'kan kami bisa bertemu lagi seperti sekarang.
Sebisa mungkin harus memaksimalkan waktu bertemu kami. Karena, untuk bertemu lagi itu susah banget. Seperti sekarang, aku harus pergi diam-diam tanpa sepengetahuan Mama dan Bapak.
Meski ada adikku tahu. Namun, beruntungnya dia mau bekerja sama denganku. Menutupi kebohongan kakaknya, padahal tidak ada hal yang aku janjikan atau berikan untuknya. Ah, aku semakin sayang pada adikku, itu.
Namun, meski mempunyai satu lagi adik. Aku harus merahasiakan sekuat tenaga dari adik bungsuku. Dia orangnya beda. Sangat berbeda malah. Kalau dia sampai tahu jika sekarang aku sedang berada di luar. Mungkin saat dia tahu maka saat itu juga dia akan berlari kencang menghampiri atau mendatangi Bapak untuk memberitahukan semuanya.
Mangkanya, aku harus berhati-hati pada adikku yang satu ini. Salah sedikit. Maka semuanya akan lewat.
Kembali lagi kepikiranku yang masih bingung antara pulang atau tidak. Jika pulang maka aku akan berpisah dengan Rian.
Namun, jika menuruti apa yang Rian katakan tadi. Maka, rasa kangen yang masih menumpuk di dada akan sedikit terobati dengan menambah waktu pertemuan kami. Namun, tentunya dengan resiko yang begitu besar akan menghadang kami.
Tanpa peduli lagi dengan resiko apa yang aku hadapi nanti jika, aku pulangnya terlambat dari waktu yang seharusnya kami sepakati. Dengan senyum manis aku mengiakan apa yang tadi Rian katakan.
Iya, sedikit terlambat dari jadwal sepertinya tidak akan terjadi apa-apa. Apalagi seperti yang tadi Rian katakan. Dia akan menurunkanku jauh dari rumah, agar tidak ada yang melihat jika aku baru saja pulang kencan dengannya.
Namun, ternyata rasa takutku lebih besar dari rasa rindu untuk Rian. Buktinya, aku bukannya menikmati waktu berduan dengan Rian. Meski waktu kami bersama menjadi lebih lama dari biasanya. Namun, aku bukannya merasa senang atau bahagia. Aku justru merasakan hal yang sebaliknya.
Pikiranku penuh dengan hal-hal apa yang akan aku alami atau hadapi jika nantinya ketahuan oleh Bapak.
Pikiranku juga tidak bisa tenang. Jantung terus berdegub tak karuan. Sepertinya aku harus menyerah. Memberitahu Rian jika kami harus pulang sekarang. Karna, biasanya pikiran yang sudah mulai negatif atau hati tak tenang adalah satu pertanda hal buruk akan terjadi. Benarkan?
"Yank. Kita pulang aja, yuk. Aku takut." ucapku jujur. Sumpah, aku benaran takut banget.
Sekarang aku benar-benar ketakutan. Namun, sepertinya Rian tidak merasakan hal yang sama dengan apa yang aku rasakan. Buktinya, dia justru terlihat tenang banget.
"Tenang, Yank. Pasti gak bakalan ketahuan, kok. Aku turunin di bawah pohon tempat Ayank nungguin tadi. Kan di sana gelap. Pasti gak ada yang lihat." ucap Rian kembali meyakinkanku.
Duh, aku jadi bimbang. Antara takut dan rindu yang masih menggebu.
Pulang sekarang atau tetap di sini dulu. Apakah aku harus tetap menuruti apa yang Rian katakan?
Next

Book Comment (142)

  • avatar
    Rembez Rembez

    bagus menarik, saya suka dengan cerita novel

    4d

      0
  • avatar
    maewaJael

    bagus

    18d

      0
  • avatar
    HendiHusni

    nice

    21d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters