logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 4 Membakar Segala Kenangan

Masih Flashback
Sarah masih saja tergugu dalam tangis melihat kekasihnya terkapar tak berdaya. Hal itu sudah cukup membuat Luka mengerti bahwa sang istri lebih memilih laki-laki lain ketimbang dirinya yang sudah menghabiskan waktu cukup lama untuk bersama.
"Bukankah kita sudah lama bersama, Sarah?" Luka yang begitu naif itu masih saja memohon walau sudah tahu tak ada lagi ruang di hati sang istri untuk dirinya. Luka telah dibutakan atas nama cinta agar Sarah mau kembali padanya. Padahal sudah jelas dengan begitu teganya, Sarah menggoreskan kepedihan dalam batinnya yang tidak tahu kapan sembuhnya.
"Tolong, biarkan aku dan Samuel pergi," pinta Sarah lagi dan hanya kalimat itu yang terus keluar dari bibir sang istri. Sarah seakan-akan meminta dibebaskan atas ikatan pernikahan yang telah terbina.
"Tapi, Sarah! Kenapa, kamu sampai tega melakukan semua ini?" desak Luka, menuntut jawaban dari segala tanya yang sejak tadi menguasai pikirannya. Keningnya berkerut dengan netra yang menyiratkan sebuah kecewa.
Lambat laun tangis Sarah mereda. Wanita cantik berbibir tipis itu mendongak ke arah Luka yang berdiri menjulang sedang menatapnya.
"Aku dan Samuel saling mencintai. Jadi, biarkan kami bersama," sahut Sarah tegas dengan suara bergetar dan mimik wajah serius.
Batin Luka semakin berdenyut nyeri mendengar perkataan Sarah yang tampak bersungguh-sungguh. Ia lantas menelan ludah, tak bisa mencari alasan lagi untuk meminta Sarah tetap di sampingnya. Hati sang istri nyatanya telah terbagi untuk laki-laki lain tanpa menyisakan sedikit saja untuk Luka sebagai suami sahnya.
Luka termenung, mengingat hari-hari sebelum kepulangannya. Sarah yang mengatakan cinta, sayang dan rindu hanyalah membual belaka. Sekarang, tak ada alasan lagi bagi Luka untuk menghentikan Sarah.
Sarah dengan segera membantu kekasihnya untuk bangun, sesaat kemudian mengemasi barang-barang yang akan dibawanya pergi. Bahkan di depan matanya, sang istri begitu telaten menuntun kekasihnya usai babak belur.
Beberapa menit berlalu, Sarah dan laki-laki bernama Samuel itu angkat kaki. Langkah keduanya semakin menjauh dari indera pendengaran Luka. Lalu, benar-benar menghilang beberapa waktu kemudian.
Tinggallah Luka seorang diri, berteman sepi, bersahabat luka di hati. Pandangannya lantas menjurus pada buket mawar merah yang tak lagi terlihat indah di matanya. Kini, Luka benar-benar merasakan kehampaan. Sesaat kemudian, karena tak mampu menahan nyeri di hati, Luka pun terduduk di lantai dingin kamar dengan kedua kaki ditekuk dan kepala tertunduk.
Remuk redam dan hancur lebur yang dirasakan Luka. Seakan-akan beban yang begitu berat sedang disandangnya, membuat Luka tak mampu berdiri lagi. Wajah yang semringah dengan segala rencana indah tadi berubah dengan kabut duka yang tampak begitu pekat. Bibir Luka bergetar menahan perasaan yang sulit dijabarkan dengan kata-kata.
Sebagai laki-laki, ini kedua kalinya buliran bening meleleh dari kelopak matanya. Saat kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan lalu lintas dan kini pengkhianatan sang istri. Luka tergugu dalam tangis hingga bahunya terguncang pelan. Ia tak sanggup menahan semua, jadi yang ia lakukan hanya menumpahkan segala perih dengan menangis.
Luka kehilangan istri dalam sekejap. Satu-satunya orang yang diharapkan bisa memberikan semangat dalam mengarungi hidup, justru menghancurkannya hingga luluh lantak.
Rasa lelah usai perjalanan jauh Luka abaikan begitu saja. Ia yang mengharap senyum manis sang istri menyambut kepulangannya bisa mengganti rasa lelah yang telah tercipta, malah menciptakan kelelahan baru di hatinya.
Tubuh Luka luruh ke lantai, meringkuk sendiri memeluk rasa sakit di jiwanya.
***
Hari berlalu sejak kejadian itu, Luka memilih berusaha mengobati batinnya.Hidup akan terus berlanjut, meski jutaan badai menghampiri tanpa permisi, ujian memang tak akan pernah berhenti datang, tapi bukan berarti menjadi alasan untuk berhenti berjuang.
Luka sadar, dunia tetap baik-baik saja meski hidupnya sedang berantakan. Ia yakin bahwa masalah apa pun yang terjadi pasti dapat diatasi. Tak ada penyakit yang tak memiliki penawar, tak ada masalah yang tak bisa diselesaikan, dan tak ada alasan untuknya berhenti di tengah jalan.
Perjalanan hidupnya masih panjang, Luka masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki semua yang telah terjadi. Luka juga yakin bahwa usaha yang pernah dirintis orangtuanya akan bangkit lagi di tangannya. Namun, masih terbersit keraguan akan kondisi batinnya setelah pengkhianatan Sarah.
Luka bergegas masuk begitu sampai di rumah. Namun, langkahnya terhenti begitu tiba di ruang keluarga. Pandangannya tiba-tiba tertuju pada beberapa foto yang terpajang di dinding. Terutama foto pernikahan dirinya dengan Sarah dalam bingkai berukuran lumayan besar.
Luka beringsut sigap meraih foto pernikahan tersebut dan juga foto yang lain. Ia kemudian membawa semuanya ke halaman belakang dan memusnahkannya di dalam tong dengan cara dibakar. Luka mengamati dari tempatnya berdiri kobaran api yang membakar foto pernikahannya dengan Sarah. Sorot netranya menyiratkan kepedihan atas pengkhianatan dari seseorang yang begitu dicintainya. Perlahan, rasa itu pun menguap di dalam hatinya, hingga yang tersisa hanyalah kebencian dan juga amarah.
Setelah memastikan foto tersebut menjadi abu, Luka kembali masuk rumah dan menuju kamarnya. Ia segera mengambil sisa-sisa barang milik Sarah yang masih tertinggal. Entah tertinggal atau memang sengaja ditinggalkan, karena Luka sadar semua barang itu adalah pemberian darinya.
Luka membawa semua barang itu dengan degup jantung penuh gemuruh, goresan luka yang diciptakan Sarah seolah-olah kembali terbuka karena ia teringat akan kejadian yang baru terjadi beberapa hari yang lalu.
Sebelum pergi Sarah mengatakan akan mengirimkan surat untuk ditandatangani Luka yang akan digunakan mengurus surat cerai. Sambil menatap kobaran api yang membakar sisa kenangannya dengan Sarah, Luka telah ikhlas melepas kepergian yang memang Sarah inginkan, meskipun tidak mudah untuk melupakannya.
Luka menarik napas dalam sambil memejamkan kedua mata, embusan napas panjang keluar dari bibirnya yang sedikit terbuka. Ia mencoba untuk merelakan, melepas semua yang telah terjadi, meski hati belum sepenuhnya menerima apa yang telah menimpa dirinya.
Sesaat kemudian ia kembali membuka mata, pria bertubuh tinggi tegap itu membalikkan badan berjalan ke dalam rumah. Luka termenung sesaat, mencari-cari alasan Sarah mengkhianatinya. Namun, ia tidak menemukan jawaban lain, selain memang Sarah ingin membagi cintanya dengan laki-laki lain. Luka berpikir jika cinta dan materi yang ia berikan, mungkin belum cukup menurut Sarah. Atau mungkin wanita yang dicintainya itu menginginkan keperkasaan dari laki-laki lain untuk memuaskan kebutuhan syahwatnya.
Luka yang telah berada di kamarnya di lantai atas lantas menuju balkon. Tempat favoritnya di rumah untuk merenungkan keadaan. Ia berpegangan pada pagar besi di sana. Dengan kedua mata yang masih memperlihatkan duka, Luka bicara lirih penuh penekanan. "Aku akan bangkit melupakan semua tentang Sarah."
Senyum menyeringai terukir dari bibir Luka. Ia akan bersungguh-sungguh mewujudkan janjinya sendiri untuk melupakan Sarah. Ia yang telah trauma akan wanita berusaha bangkit, sebab ia ingin balas dendam atas segala kesakitan yang dideritanya.

Book Comment (38)

  • avatar
    DamiaShelly Ramadhani

    enak banget membaca novel ini.

    31/01/2023

      0
  • avatar
    Yenchiey

    good

    09/08/2022

      0
  • avatar
    Cahaya Mata Hari

    kkkkkk

    26/07/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters