logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

PART 5 PECAHAN TEKA-TEKI

……
“Rubik yang lama saja belum tersusun rapi. Masih dalam akara abstrak tak berseri. Kini pecahannya muncul kembali dengan berbagai versi. Perspektif matang, putar otak penuh kendali.”
……
Ternyata setelah dari rumah Dika, ayah pulang, aku pura-pura tidak tau apa-apa. Lalu kupanggil ayah. “Yah.. dari mana?” tanyaku lugu.
“Dari kantor," jawab ayah santai.
"Mengapa?" lanjut ayah.
Kecurigaan semakin kuat, akhirnya ku tanyakan lagi “Benar ayah tidak dari mana-mana?” tanyaku memastikan.
Namun jawaban ayah masih sama, dia mengaku padaku tidak dari mana-mana hanya dari kantor saja.
Akaraku semakin dibuat melambung tinggi, adrenalin terpacu bimbang, ada rasa ingin menyudutkan namun ragu akan kebenaran. Teka-teki apa yang sedang ayah permainkan, sungguh ini membuat kubinggung. Pecahannya bagai palung tajam yang menonjol, ciptakan beribu tanya. Menarik hasrat membuat diri semakin menggila dalam halusinasi pradigma yang masih dalam penyelidikan tak berujung.
Bagiku ini aneh, sungguh membebankan pikiran. Mengapa ayah tak jujur saja bahwa dia dari rumah Dika. Jikalau tidak ada yang disembunyikan harusnya tidak berbohong. Aku tak mengerti dengan pola pikir orang dewasa, itulah yang membuat sifat kekanak-kanakkanku masih ada sampai sekarang. Aku tak ingin menjadi dewasa yang menyebalkan. Problem ini seperti asumsi yang sulit dicerna untuk anak yang masih belum dewasa. Ya... ini berat untuk Dinna.
Lagi-lagi Ayah ciptakan celah berongga penuh misteri di dalamnya, membuat jiwa detektifku semakin membara. Ada suatu rahasia yang harus kutelusuri, tetapi apa? pertanyaan itu sungguh membuatku gila. Anak seusiaku harus memecahkan misteri seabstrak ini. Oh, iya apa kuceritakan saja pada ibu, mungkin beliau tau sesuatu tentang hal ini. Aku pun segera pergi ke dapur untuk menemui ibu.
Zeeppp.. seketika aku tersadar membuat langkah kaki ini berhenti. Sepertinya ide buruk. Bagaimana jikalau nanti ibu tidak tau apa-apa. Malah nanti ibu cemburu dan menimbulkan masalah baru di keluarga. Dinna tak menginginkan itu. Apalagi ini belum ada kejelasannya. Aku pun mengurungkan diri untuk menemui ibu. Ku putar langkah kaki menuju kamar kembali.
Setapak demi setapak kaki Dinna melangkah berjalan menuju kamar dengan otak yang masih berputar dalam rotasi kebinggungan. Namun saat sedang berpikir seketika terdengar suara mobil sedang melaju.
Breemmmm… Aku berlari menuju kaca kamar, sudah kuduga itu bunyi mobil ayah. Memang setiap sore ayah selalu keluar rumah sendirian, entah ke mana, aku juga tidak tau. Dulu kuanggap hal itu lumrah, tapi hari ini tidak, pikiran ku langsung tertuju pada Dika. Ya, ayah pasti menemui dia.
Aku bergegas menyusul Ayah, kupanggil ojek yang kebetulan lewat di depan rumah. Segera dengan sigap kuintai ayah diam-diam. Sepanjang jalan mataku tertuju ke depan melihat arah mobil Ayah, aku tak ingin sampai kehilangan jejak. Tak lama dalam intaian, mobil Ayah seketika berenti di rumah makan. Melihat Ayah masuk ke dalamnya, aku tertunduk lesu, nampaknya dugaanku salah. Tapi aku masih penasaran kutunggu Ayah sampai keluar.
"Hmm lama sekali, mataku sudah ngantuk," keluhku di dalam mobil.
Setengah jam berlalu, akhirnya dua orang keluar dari tempat makan tersebut. Tepat sasaran, Ayah keluar tidak sendiri namun bersama Dika. Dugaanku ternyata benar, berarti selama ini setiap sore ayah menemuinya di sini. Mereka membawa banyak kotak nasi dalam plastik. "Untuk siapa?" dalam hatiku. Dia pasti ingin memanfaatkan ayah tetapi aku takkan membiarkannya. Mereka masuk ke dalam mobil dan aku masih memantaunya.
Dika sungguh menguji kesabaranku. Bisa-bisanya dia memanfaatkan kebaikan ayah untuk kepentingannya. Kupikir dia orang baik-baik, tetapi wajah lugunya itu tak menjamin bahwa dia baik. Awalnya aku sempat mulai meliriknya sebagai lelaki berbeda dari yang ada, tetapi kini rasa itu berubah jadi amarah.
Dia tetap lelaki jahat dan menyebalkan. Aku benci dia. "Apa tujuan dari semua drama ini?" tanya Dinna pada dirinya. Namun setelah beberapa menit, mobil akhirnya berhenti di pinggir jalan. Keluarlah ayah dan Dika mereka memasuki sebuah pemukiman kumuh.
Aku baru pertama kali kesini. “Siapa lagi yang ingin ayah temui?” sambil berbicara sendiri penuh kesal.
Perkampungan itu sungguh kumuh, jauh dari fasilitas yang memandai. Pemandangan memprihatinkan ini sungguh tak mengenakan mata. Ku lihat orang di sekitarnya banyak yang sedang mengais sampah. Jujur hatiku juga iba melihatnya. "Kasian sekali mereka."
Ketika ayah dan Dika datang semua penduduk di pemukiman itu menggerumi mereka. Menyapa mereka dengan hangat. Mereka pun membagikan nasi kotak itu kepada semua penduduk di sana. Saat melihat itu aku menelan ludah, menghembus nafas berat ternyata prasangkaku sungguh buruk sekali pada mereka. Padahal nyatanya perbuatan mereka mulia. Aku merasa malu dan menyesal.
Aku semakin binggung, permainan apa ini? Mengapa ayah tak pernah bercerita, bukankah aku anaknya? Malah lebih terbuka pada orang lain. Akh tak habis pikir dengan semua yang terjadi. Pecahan teka-teki ini sungguh menampar diriku. Membuat hari-hari dalam prasangka buruk yang tak menyehatkan mental baik fisik dan psikis.
Perspektifku semakin kacau melihat kejadian tadi, akal ini tak mampu menerka kebenaran. Mereka sungguh pandai membuat kepala pusing. Aku tenggelam antara percaya dengan tidak. Kucoba urungkan niat untuk tak meneruskan misi namun jiwa detektif ini dibuat penasaran dengan pecahan teori baru setiap harinya. "Ya, aku harus berhasil memecahkan misteri ini," ucapku meneguhkan diri.

Book Comment (74)

  • avatar
    MardianaRina

    Dina hidup itu roda terus berputar kadang diatas kadang juga dibawah.. Hmm beruntung ada Dika jadi hidup lebih bwrwarna ya Dina

    04/02/2022

      10
  • avatar
    MeilandaIndah

    Mantab, ceritanya seru

    29d

      0
  • avatar
    WiyantoKusumo

    bagus

    11/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters