logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

4. OVERDOSIS NARSIS

Aku masih di sana. Berdiri terpaku dengan perasaan yang sulit diartikan. Jujur, aku shock.
Shock berat.
Lantas, jika benar laki-laki si pemilik mata juling itu adalah Reyhan, haruskan kini aku mendekatinya?
Aku bingung dan mulai menggigit bibirku. Satu kebiasaan yang sering aku lakukan jika aku cemas.
Aku justru berharap pandanganku kali ini sepertinya bermasalah. Atau jangan-jangan mataku kini sudah mulai minus?
Sebab, setahuku, apa yang aku lihat di foto memang tidak sepenuhnya memperlihatkan dengan jelas foto wajah keseluruhan milik Reyhan, tapi setidaknya aku bisa memastikan dari foto-foto itu bahwa Reyhan aslinya tidak semengerikan seperti yang sekarang ada dihadapanku. Dan satu hal lagi yang perlu kalian tahu, cowok di hadapanku sekarang sepertinya tidak layak disebut sebagai anak SMA.
Aku menghela nafas berat. Lantas apa yang sekarang harus aku lakukan? Tuhan tolong...!
Sebuah pesan kembali masuk di ponselku, persis ketika cowok aneh itu meletakkan ponselnya dan kembali menyuap makanannya yang hampir habis.
Rheina
Kenapa? Kok malah diem? Bukannya malah samperin aku. Aku udah tunggu kamu dari tadi. Inget loh, jangan ingkar janji!
Tanganku terkulai lemas, setelah membaca isi pesan itu.
Aku menghela nafas panjang lalu aku hembuskan perlahan. Aku berusaha meyakinkan diriku untuk bersikap bijaksana dengan membuang segala hal-hal negatif yang berkecamuk dalam pikiranku saat ini. Aku tidak boleh jadi cewek pengecut. Bukankah aku sudah menunggu berminggu-minggu untuk hari ini? Untuk pertemuan ini?
Bahkan hampir semalaman aku tidak bisa tidur akibat memikirkan bagaimana kesan pertama pertemuanku dengan Reyhan hari ini.
Akhirnya, dengan langkah berat aku mulai berjalan mendekati cowok itu.
"Hai," sapaku ramah. Cowok itu mendongak menatapku. Ralat, dari bola matanya sih dia seperti melihat ke arah lain. Mulutnya masih penuh dengan makanan. Dari tatapannya, aku tidak bisa menilai apapun sebab dia juling. Tapi dari ekspresi wajahnya saat ini, aku merasa dia sepertinya bingung.
"Aku Katrina, kamu Reyhan ya?" tanyaku kemudian seraya mengulurkan tangan. Tapi nyatanya, uluran tanganku itu tidak mendapat sambutan.
"Reyhan siapa? Lu siapa? Lu ngigo ya?" kata laki-laki itu padaku.
Aku jadi bertambah bingung. Tapi kalimat yang di ucapkan oleh laki-laki itu selanjutnya, perlahan membuat aku mengerti suatu hal.
"Gua Ojay tukang sapu di taman ini." kata laki-laki itu yang berbicara setelah menelan makanannya bulat-bulat. Hingga setelahnya dia kembali menyuap suapan terakhirnya. "Maap tangan gua kotor," lanjutnya padaku yang masih berdiri mematung dengan tangan terulur.
Aku pun menarik tanganku dengan perasaan kesal, sekaligus lega.
Sial! Jadi Reyhan ngerjain gue! Makiku membatin. Aku pun berjalan hendak meninggalkan laki-laki itu. Tapi dia justru malah kembali bicara dan bodohnya kenapa juga aku harus kembali menoleh ke arahnya. Huft! Menyebalkan.
"Neng kalau masih mau kenalan atau ngobrol sama gua tunggu gua selesai nyapu dulu ya? Cantik juga lu," katanya sambil senyum-senyum nggak jelas. Ihhh... Aku bergidik geli dan langsung pergi menjauh dari laki-laki bernama Ojay itu.
Aku masih terus berjalan sampai mata elangku tiba-tiba menangkap sosok lain di dalam taman ini selain diriku dan Ojay, pastinya. Sosok seorang laki-laki yang duduk di pojok sisi lain taman. Seorang laki-laki yang sepertinya sedang tertawa. Meski aku tidak begitu yakin karena laki-laki itu mengenakan masker untuk menutupi sebagian wajahnya. Entah sudah sejak kapan dia berada di situ, tapi sumpah, aku tidak melihat keberadaannya di taman ini tadi sewaktu aku pertama kali memasuki kawasan taman Blok M. Jangan-jangan dia...
Plak!
Aku menyadarkan diriku sendiri untuk tidak berpikiran aneh-aneh lagi.
Merasa penasaran dengan sosok itu, aku pun berjalan ke arah bangku panjang di sudut taman dan duduk di sana. Posisinya tidak terlalu jauh dari tempat dimana laki-laki bermasker tadi duduk.
A
ku mengirim pesan pada Reyhan supaya cowok itu yang menghampiriku lebih dulu di taman. Dasar curang, diakan sudah tahu wajahku, makanya dia jadi mengerjai aku tadi! Awas aja kalo ketemu aku pasti bakal bales! Pikirku sewot sendiri.
Dan tak lama cowok bermasker yang duduk di pojok taman berdiri dan berjalan ke arahku.
Kali ini, aku tidak melihat hal aneh sedikit pun dari penampilan cowok tinggi yang mengenakan celana jeans sobek serta sweater hitam itu. Bahkan aku menilai gaya cowok itu sangat keren. Tapi aku tidak mau berspekulasi terlalu jauh, takut salah lagi. Takut malu lagi. Jadi ku biarkan saja cowok itu mendekat dan duduk di ujung bangku panjang yang juga aku duduki.
"Ehmm..."
Aku mendengar cowok itu berdehem di sampingku. Dari sudut mata, aku melihat cowok itu saat ini sedang menatapku. Aku pun jadi ikutan menoleh dan menatapnya balik. Dan ke dua manik mata kami saling bertubrukan saat itu. Meski aku yang lebih dulu berpaling akibat perasaanku yang mulai dilanda hal aneh. Tepat saat aku melihat ke dalam matanya. Mata itu, mirip seperti gambar mata yang Reyhan kirim padaku.
Astaga?
Aku tahu, sampai detik ini, cowok yang duduk di sampingku itu masih terus menatapku, lalu dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu, sebuah ponsel.
Tak lama setelah itu, satu pesan masuk ku terima. Aku pun membuka pesan itu.
Rheina
Hai, cantik?
Ternyata aslinya lebih manis dari yang di foto.
Aku menoleh sekilas pada cowok disampingku, lagi. Entah kenapa, batinku justru jadi semakin yakin, bahwa cowok yang sekarang duduk di sampingku ini adalah Reyhan.
Ya ampun!
Bagaimana ini?
Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan, yang jelas sepertinya aku ingin lari dari tempat ini sekarang juga. Aku takut kalau cowok di sampingku itu bisa mendengar degup jantungku. Dan bahkan aku sampai tidak bisa menggerakkan jari-jariku untuk membalas pesan itu saking nerveousnya. Alhasil aku hanya bisa duduk dalam gelisah dengan ke dua tangan yang gemetaran. Sampai aku tak sadar, bahwa aku mulai menggigit bibir bawahku lagi. Aku sungguh panik dan mati akal.
Cowok itu menggeser posisi duduknya lebih dekat denganku. Menambah kegugupanku. Membuat tubuhku semakin membeku di tempat dan sulit digerakkan. Kaku seratus persen.
Ya Tuhan? Tolong aku...
Seumur hidup, aku belum pernah merasakan kegugupan seluar biasa ini.
"Bisa bicara dengan Katrina Kania Ifana?"
Ke dua bola mataku reflek membulat dan kepalaku yang sedari tadi menunduk aku dongakan sedikit. Kalimat itu akhirnya menjawab keyakinanku. Dengan sisa-sisa keberanian yang aku miliki, aku pun menoleh sekilas ke arah cowok itu dan tersenyum tipis.
Dan di saat bersamaan, aku melihat cowok di sampingku itu sedang membuka masker wajahnya. Hingga setelahnya seperti ada sebuah magnet yang menempel di mataku yang membuatku tak ingin berpaling dari pemandangan indah di sampingku. Meski rasa malu masih tetap merajaiku, rasanya aku ingin menoleh lagi dan lagi.
Reyhan, tampan sekali. Serius, aku tidak bohong. Bahkan jauh lebih tampan dari imajinasiku sebelumnya. Dia perfect. Sempurna. Mirip sama oppa-oppa korea di film romantis yang sering aku tonton.
Unyu-unyu banget...
"Tadi itu temen, tetangga atau saudara?"
Aku menoleh saat mendengar Reyhan kembali bicara dan aku bisa menebak dia sedang mengejekku akibat insiden salah orang tadi. Sebab dari ekspresinya aku tahu kalau dia sedang berusaha menahan tawanya.
"Seneng ya ngerjain orang?" kataku dengan memasang wajah cemberut sok kesal. Padahal dalam hatiku sekarang sedang tumbuh bunga-bunga indah warna-warni. Aku bahagia, sungguh.
Reyhan tertawa. Suara tawa itu terdengar pelan tapi menentramkan. Belum lagi ketika aku melihat deretan gigi-gigi yang putih dan rapi, bentuk bibir yang tipis serta satu lekukan kecil di pipinya yang timbul saat dia tersenyum benar-benar sempurna. Membuatku gemas.
"Aku nggak bermaksud loh ngerjain kamu, tadikan aku bilang aku duduk di pojok taman pakai kaos hitam," kata Reyhan lagi.
"Yang kamu pakai itu sweater bukan kaos, nggak bisa bedain ya? Lagian tadi sewaktu aku masuk taman ini pertama kali, aku nggak liat kamu tuh," cecarku masih sewot. Sudah jelas-jelas dia memang niat mengerjai aku masih saja membela diri. Dasar!
"Oke-oke aku minta maaf,"
Ada rasa hangat di relung hatiku yang terdalam saat Reyhan mengucapkan kata maafnya.
Untuk beberapa saat kami saling terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesekali sorot mataku dan mata Reyhan yang saling mengamati secara diam-diam dari tempat kami duduk, tanpa sengaja bertemu. Hingga setelahnya kami hanya saling melempar senyum kaku satu sama lain. Rasanya sangat canggung. Awalnya aku berpikir hanya aku saja yang merasakan hal itu. Tapi sepertinya Reyhan juga merasakannya. Sebab dia tak kunjung bicara sejak tadi. Padahal kalau di telepon dia sangat bawel.
"Jangan diliatin terus, nanti jatuh cinta,"
Jleb!
Aku tersentak. Bangun dari kebodohanku yang tak aku sadari. Bahwa sedari tadi tatapanku terus tertuju pada Reyhan di sampingku. Aku memalingkan wajahku dengan cepat. Panas. Itu yang kurasakan menerpa wajahku saat ini. Meski, setelahnya aku berusaha untuk tidak larut dalam kebodohanku terus. Aku harus bisa mengatasi perasaan tidak wajar yang berkecamuk di dalam hatiku saat ini.
"Pd banget sih?" balasku dengan cepat dengan bibir yang mencebik.
"Orang kalau nggak Pd nggak hidup tau," kata Reyhan membalas kalimatku.
"Tapi Pd kamu itu overdosis! Overdosis narsis!" balasku tak mau kalah.
"Berarti kamu harus hati-hati sama aku,"
Aku menoleh dengan kening yang berkerut, "kenapa harus hati-hati?" tanyaku bingung.
Reyhan mendekatkan kepalanya ke samping telingaku. Aroma tubuhnya seketika menyeruak masuk menusuk rongga pernafasanku. Aku bisa merasakan wajah Reyhan menyentuh rambutku yang aku biarkan tergerai. Dadaku sesak akibat ulahnya. Sungguh aku kesulitan bernafas.
"Kalau keseringan deket aku nanti kamu kecanduan." kata Reyhan setengah berbisik, bahkan sepertinya, bibir Reyhan hampir menyentuh daun telingaku. Membuat aku merinding.
Aku reflek meninju pelan bahu Reyhan supaya dia menjauh dariku. Aku masih terus merasakan debaran jantungku yang mulai tidak normal. Belum lagi sengatan-sengatan aneh yang tiba-tiba merayap disekujur tubuhku. Dan ini adalah sensasi paling aneh yang pernah aku rasakan seumur hidupku saat aku harus berdekatan dengan lawan jenis. Padahal jika di sekolah, ada teman cowok sekelas yang tak sengaja menyenggolku, aku tak pernah merasakan hal aneh ini.
Perasaan ini.
"Tuhkan udah mulai senyum-senyum sendiri," lagi dan lagi kalimat yang di ucapkan Reyhan membuatku salah tingkah.
Tapi, meskipun begitu aku sangat menyukainya.
Aku senang mendengar suara Reyhan yang terus menggodaku dengan gombalan-gombalan recehnya itu.
Dan seandainya aku bisa memberhentikan waktu, aku ingin lebih lama berada di sini.
Di taman ini.
Bersama Reyhan.

Book Comment (44)

  • avatar
    Wyn Wi

    seruuuuy!!!!!!

    27d

      0
  • avatar
    mochkhalifkhalif

    cerita yang sangat dahsyat

    06/07

      0
  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Friendship

    02/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters