logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 6. Dijodohkan

“Cinta pertama? Apanya yang cinta pertama? Dia itu petaka!”
Naura melemparkan bantal ke sembarang arah. Sudah hampir subuh dan ia belum juga memejamkan mata. Pertanyaan Yulia membuka setiap kenangan yang sudah ditutup rapat-rapat. Cinta? Tidak. Itu hanya perasaan bodoh yang tumbuh di masa yang belum tepat. Tidak matang, begitulah yang selalu dikatakan pada hatinya.
***
“Kamu membuat semuanya tambah parah, Ma.”
“Mana aku tahu kalau mereka benaran musuhan, Pa. Toh, Papa juga bilang kalau mereka itu saling membenci cuma buat nutupin perasaan mereka doang, kan?”
Jay dan Yulia masih beradu mulut soal pertanyaan sang istri. Keduanya masih membicarakan pasangan pendendam itu setelah naik ke tempat tidur. Pesta yang meriah, fasion show yang sukses, lamaran yang romantis, makanan dan minuman yang lezat bukan topik menarik yang dibahas sebelum menutup hari. Keanu dan Naura jauh lebih menarik untuk dibicarakan.
“Aku tuh penasaran banget, loh, Pa, kenapa Keanu bisa segitu bencinya sama Naura? Kurang apa sih, Naura itu? Cantik, sukses, body goal banget, dan orangnya juga asyik.”
“Itu sekarang, Ma. Dulu, sebelum tren make up seperti sekarang, Naura sudah lebih dulu bermain dengan lipstik dan benda-benda aneh lainnya itu—”
“Kok, benda-benda aneh, sih, Pa. Bahan-bahan make up aja, bisa kan?”
“Nah, itu dia. Naura dengan make up emang keren, Ma, tapi Naura tanpa make up sebenarnya lebih keren lagi, loh. Mukanya putih banget, hampir seperti tidak berdarah gitu. Keanu menyebutnya vampir atau pocong. Dari situ, Naura sering pake lipstik milik mamanya. Pipinya juga suka dimerah-merahin.
“Keanu yang sebenarnya—menurut kita bertiga sahabatnya—suka sama Naura jadi merasa ilfil gara-gara sering diolok. Waktu kelas tujuh mereka kan semeja. Pokoknya gitu deh, Ma, semeja, saling suka, tapi karena Naura norak jadi bahan olok teman-teman akhirnya Keanu risih gitu dan dia jadi ikut-ikutan olok Naura. Pokoknya kayak gitu. Udah ah, mau bobo. Besok masih harus dinas, Ma.”
“Mereka masih saling suka, Pa. Mama bisa ngerasain itu dari tatapan mereka. Cinta jadi benci dan pasti nanti bisa jadi cinta lagi, asal dibantu, Pa.”
“Memang Mama bisa apa sih buat bantu mereka? Udah, ah. Kalau benar cinta biarkan saja, toh cinta akan menemukan jalan untuk kembali.”
“Gimana mau kembali kalau nggak dikasih jalan, Pa.”
Jay tak menjawab, ia telah mendengkur di balik bantal yang dipakainya untuk menutup telinga.
***
Selalu ada jalan yang sengaja atau tidak sengaja dibuka bagi orang yang saling memikirkan satu sama lain, sekalipun itu dengan isi pikiran yang jahat dan penduh dendam.
Keanu tidak kembali ke apartemennya yang lebih dekat dengan kantor, tetapi memilih kembali ke rumah orang tuanya. Ia mendapat pesan dari sang mama yang katanya sakit dan minta dikunjungi oleh anak lelaki tunggalnya. Mau tidak mau Keanu harus pulang meski memiliki firasat yang buruk.
“Pasti mau dijodohin lagi, nih,” keluhnya sambil tetap menjaga pandangan pada jalan. “Kali ini siapa lagi, Ma? Kenapa nggak bosan-bosan juga, sih?”
Sudah beberapa kali ia terpaksa harus mengikuti kemauan sang mama untuk berkencan buta. Dari anak kolega sang papa yang tajir dan manja sampai yang mandiri dan berprinsip, dari penyanyi, artis, sampai dosen muda sudah dikenalkan padanya. Namun, ia masih tak merasa nyaman. Sang penyanyi selalu suka membicarakan dirinya, artis cantik suka sekali menghafal dialog dan bercermin, dosen muda terlalu optimis dan idealis. Ia tidak menyukai semuanya. Ada juga pegawai bank, desainer, dokter, dan beberapa wanita karir lainnya, tetapi tidak ada seorang pun yang membuatnya ingin berbicara lebih lama.
Di antara semuanya itu, pernah ada seorang penyanyi yang mencuri perhatiannya, tetapi sang biduan sudah menghilang di Negeri Paman Sam mengejar mimpi sebagai penyanyi Internasional. Ia penyanyi yang pertama sebelum datang penyanyi yang lain. Ia tidak menunggu wanita internasional itu, ia hanya belum merasa cocok dengan perempuan mana pun.
Tiba di rumah ia langsung menuju kamar, membersihkan diri, dan membaringkan tubuhnya di kasur. Sebelum bisa memejamkan mata, bayangan Naura yang tersenyum sinis di acara Chloe membuatnya bergidik.
“Dasar vampire!” umpatnya memukul bantal.
“Dia punya kisah yang jauh lebih bagus untuk diceritakan, dia dulu disebut … disebut apa Gio?”
“Ah, Naura brengsek! Kenapa lo mesti gangguin gue sekarang?” Ia bangkit dan keluar menuju balkon di samping kamarnya.
Berdiri dengan menopangkan kedua lengan pada pagar pembatas, ia menatap langit yang jauh tanpa bintang. Ingatannya kembali pada hari pertama berjumpa dengan Naura di kantornya. Ia sempat tidak mengenalinya, merasa sedikit kagum pada perempuan itu, tetapi mulut yang tidak difilter membuatnya malu di depan sekretarisnya sendiri.
Ia juga heran dengan dirinya sendiri, mengapa bisa berdebat dengan Naura begitu mudah dan santai, tanpa bisa mencegah mulutnya. Padahal ia bukan seorang yang suka bicara terkait hal yang tidak bermutu. Berhadapan wanita lain jauh lebih mudah, cukup dengan senyum profesional, percakapan yang lebih mencondongkan kecerdasan alias menyombongkan diri, berlaku acuh tak acuh, maka perempuan-perempuan itu akan jenuh dan berlalu dengan sendirinya. Namun, Naura? Ia berbeda.
“Naura!” geramnya mengepalkan tinju dan memukul pembatas.
***
“Semalam kamu sampai jam berapa, Nu?” tanya sang mama sementara menyiapkan sarapan.
Keanu yang masih berdiri di anak tangga terakhir hanya menggumam, kemudian menguap lebar. Ia mengusap wajah bangun tidurnya dengan kasar, mengacak rambut, lalu menghampiri mamanya.
“Setelah jam dua belas, Ma.” Ia memeluk pinggang sang mama degan manja, juga mencium pipinya. “Katanya Mama sakit, kok pagi-pagi udah siapin sarapan?”
Irene—sang mama tertawa geli karena jenggot yang belum dicukur di permukaan dagu Keanu menggelitik pipinya.
“Udah sehat, kok, Nu,” jawab Irene kaku. “Belum sikat gigi, ya, Nu. Bau! Sana sikat gigi dulu. Ganteng-ganteng kok jorok.” Keanu balas meniupkan napas di depan mamanya. “Nu, sikat gigi dulu! Pantas aja nggak ada yang mau sama kamu.”
“Bagus dong, Ma. Keanu bisa manja-manja terus sama Mama.” Bukannya menjauh, Keanu justru semakin menggoda Irene.
“Jangan monopoli Mama, dong, Nu,” sambung Dion, sang papa dari luar. “Makanya cari istri biar bisa manja-manja. Iya nggak, Ma?” Irene hanya mengangguk dan mencubit pipi Keanu dengan gemas.
Masih dengan pakaian olahraga dan sepatu jogging, Dion ikut sarapan bersama istri dan putra tunggalnya. Mereka mengisi suasana pagi dengan cerita-cerita keseharian. Dari keadaan perusahaan, sahabat-sahabat Keanu, dan pesta Chloe semalam.
“Ada perempuan yang menarik perhatian, nggak, Nu?” tanya Dion sambil mengoles roti dengan selai kacang. “Pesta itu momen tepat untuk cari pasangan, loh. Benar nggak, Ma?”
“Benar dong, Pa. Apalagi kalau bisa berdansa. Aduh, indahnya.” Keanu hanya diam medengar maksud terselubung dari orang tuanya. “Kapan Gio nikah, Nu? Mama udah pengen banget dansa, nih.”
“Masih lama, Ma.”
“Kalau gitu, kamu aja yang duluan nikah, Nu. Ada calon menantu yang mau Mama kenalin, loh. Mama punya fotonya nanti Mama kasih. Dia seumuran sama kamu, cantik, sukses, orang beradab, dan pasti bakal kamu suka. Namanya … Naura—”
“Apa?!” Keanu seketika terbatuk mendengar nama itu. Naura? Naura siapa? Jangan bilang kalau itu adalah Naura Nyasaren!
bersambung ....

Book Comment (49)

  • avatar
    LimHyeRie

    belom ada kelanjutannya nih.. nungguin banget endingnya.. semoga cepet diupdate

    05/05/2022

      0
  • avatar
    Callestty Lim

    ceritanya best

    03/10

      0
  • avatar
    ArtadmediaReza

    Hay

    08/09/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters