logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Mata Batin

Kejadian pasca kesurupannya Aruni, membuat teman sekamarnya selalu memperhatikan tingkah laku gadis pendiam itu.
Pada bulan kedua sejak angkatan Lala dkk memasuki asrama, Aruni terlihat berbeda dari biasanya. Betapa tidak, ia selalu murung dan menarik diri ketika sedang belajar. Normalnya, para siswi belajar secara berkelompok di tengah-tengah kamar. Sehingga, bisa bertukar pikiran atau bersenda gurau, tapi tidak dengan Aruni.
Pribadi yang misterius membuat dirinya sangat susah ditebak. Banyak dari temannya yang berpikir "Ah, ya sudahlah. Memang pembawaan dirinya seperti itu. Kita mau apalagi?"
Malam itu, Aruni belajar di kamar kosong. Samping kamar nomor empat—kamar Lala, dan Ivon.
Kamar itu bukanlah kamar yang berisi perlengkapan tidur, namanya saja kosong, jadi hanya terdapat beberapa kursi dan meja serta satu televisi jadul. Dulunya, kamar itu memang dipakai untuk diskusi ataupun menonton televisi bersama.
Akan tetapi, kabar yang terdengar di asrama mengungkapkan bahwa kamar itu berhantu, maka tak banyak dari para siswi asrama yang berani untuk berada di sana lebih dari satu jam. Namun kenyataannya, Aruni sanggup mematahkan teori itu. Ia telah berada di sana hampir beberapa jam, dari sore menjelang malam hingga tengah malam pun.
Apa yang Aruni lakukan? Hanya duduk di samping jendela yang terbuka, menikmati semilir angin sembari membaca buku favoritnya. Hanya itu.
Meski perasaannya biasa saja, Aruni tak takut dan malah merasa nyaman bila sendirian.
"Aruni! Kamu ngapain di sana?" ujar Debi memecah kesunyian kamar.
Aruni terkejut, biasanya tak ada yang menyadari bila ia berada di kamar itu selama berjam-jam. Mungkin, Debi hanya bermaksud memeriksa keadaan Aruni, apakah ia baik-baik saja, semenjak kejadian kesurupan yang dialaminya kemarin.
"Hei, Deb. Sini, deh." Aruni melambai pada Debi yang masih berdiri di tengah pintu kamar.
Debi menyanggupi, ia pun melangkah dengan gontai. Walaupun dengan wajah yang agak was-was, kaki yang keder serta bulu roma yang meremang.
"Ngapain sih, kamu di sini. Gak ada kerjaan aja. Ayo balik. Udah jam berapa juga?"
Debi menarik lengan Aruni. Namun, Aruni tak juga beranjak dari tempat duduknya.
Sudut bibir Aruni naik, ia tersenyum manis seraya melihat ke arah bawah dari jendela kamar kosong di lantai dua itu.
"Deb, lihat itu." Tangan Aruni menunjuk.
Debi terperangah setelah ikut melihat apa yang ditunjuk Aruni ialah tak ada sesiapapun di bawah sana. Sepertinya, Debi baru menyadari bahwa Aruni mempunyai mata batin, bisa melihat makhluk halus.
"Ah, kamu ada-ada aja, Ar. Yuk, balik," paksa Debi,"
"No, Debi. Temanku masih di sini. Tuh, di belakangmu."
"Aaarrggh!!" Sontak Debi berteriak dan lari terbirit-birit meninggalkan Aruni di kamar kosong itu.
Belum sampai masuk ke kamar, tampak dari luar lampu kamar kosong itu padam.
Debi langsung menghambur di tempat tidur Wita dan yang lainnya. Ia melingkupi diri dengan selimut. Wita yang terbangun karena ulah Debi itu sontak bertanya.
"Ada—," Mulut Wita tiba-tiba dibungkam oleh Debi, dan mengisyaratkan untuk tidak bicara.
Krieett!
Seketika pandangan mereka berdua mengarah pada pintu kamar yang masih belum terkunci.
"Huaaa!" teriakan serempak Debi dan Wita, menghantar seseorang yang masuk ke kamar mereka. Mereka tenggelam dalam selimut dan menunggu siapakah sebenarnya yang datang, walau nyatanya teman kamar mereka hanyalah Aruni yang belum memasuki kamar.
"Hei, hei! Ini aku, Lala."
Lala datang bersama Ivon dan Rista.
"Kalian kenapa, sih? Teriak malam-malam begini," tanya Ivon, lalu menarik selimut yang menutupi Debi dan Wita.
Debi menunjuk ke arah kamar kosong yang masih gelap. Namun, saat mereka berlima memandang kamar itu bersamaan, seketika lampu kembali menyala. Sontak sekelompok gadis itu tersentak hingga kengerian menyerapi tengkuk mereka.
"Oke, ayo, kita berbarengan menuju ke sana. Memeriksa apakah Aruni baik-baik saja," tawar Lala. Ia memberanikan diri, meski sebenarnya nyalinya sangat ciut. Apalagi berhadapan dengan lelembut seperti ini, sungguh Lala merasa muak.
"Bukannya apa, aku hanya merasa tak mau bila salah satu dari kita merasakan lagi. Apa kata Kak Bella nantinya, bisa-bisa kita dilaporkan pada Bu Erlin, kepala asrama putri."
"Baiklah, aku setuju," kata Ivon.
Debi, Wita dan Rista juga manggut-manggut tanda setuju.
Mengendap-endap, mereka melangkah sepelan mungkin. Dengan bertelanjang kaki, mereka harap tak terdengar oleh Aruni, bila teman-temannya itu mengintai dirinya.
Pintu kamar kosong yang terbuka sedikit, membuat Lala dapat melihat situasi di dalamnya. Pandangannya tertuju pada Aruni yang sedang berbicara.
Jantung Lala berdetak cepat, bagaimana mungkin Aruni melakukan itu. Mengobrol dengan siapa dia?
Melihat Lala yang memutar-mutar bola mata, pertanda sedang bertanya-tanya tanpa sebab. Ivon segera menggeser posisi Lala, dengan cekatan ia mengintip juga apa yang terjadi di dalam sana.
Ivon menangkap sesuatu lalu mengangguk-angguk, seperti sudah menyimpulkan keadaan yang dialami oleh teman pendiamnya itu.
"Apa yang kamu lihat, Von?" tanya Debi penasaran. Ivon menjawab sambil berbisik, membuat Wita, Rista dan Lala berduselan agar perkataan Ivon dapat terdengar.
Siapa sangka, kegaduhan mereka berlima yang tak terkendali menyebabkan pintu kamar kosong itu terbuka lebar. Secara otomatis tubuh para teman Aruni itu jatuh tersungkur.
Aruni seketika terperangah melihat teman-temannya meringis menahan rasa malu. Beberapa detik kemudian mereka saling tertawa, karena sebenarnya Aruni tahu jika teman-temannya ini sedang menyelidikinya dengan berbisik-bisik pelan di balik pintu kamar itu.
"Apa sih, kawan? Aku nggak apa-apa. Kalian tenang saja." Aruni menutup bukunya dilanjut menutup jendela kamar.
"Kami hanya memeriksamu, Aruni. Plis, kamu harus sadar. Tadi, kamu sedang berbicara sama siapa?" Lala mendekati Aruni yang akan beranjak dari kursinya.
"Kamu tak tahu, La. Biarkan aku saja yang tahu."
"Tidak!" Ivon memotong pernyataan Aruni.
"Aku juga tahu. Begitupun Rista. Kita bertiga punya mata batin. Bisa melihat makhluk astral, namun tak bisa berkomunikasi dengannya. Tapi, bagiku ini adalah rahasia. Hanya kalianlah yang tahu," pungkas Ivon.
"Yuk, kita lanjutkan di kamar saja. Kamar kosong ini mulai ramai," ajak Rista seraya menggandeng Ivon dan Debi.
"Kamu tadi ngobrol apa, Ar?" tanya Ivon mengawali pembicaraan di kamar dua—kamar Aruni, Debi dan Wita.
Aruni menggeleng. Tapi, Ivon sudah bisa menebaknya. Ia berharap agar Aruni menceritakan sendiri kegiatannya tadi, yang sudah tertangkap oleh teman-temannya lain.
"Dia seorang perempuan, berparas ayu. Ia menyukaiku, karena aku rajin belajar, kata dia. Lagipula, ia menampakkan diri hanya kepadaku. Juga karena dialah, aku sanggup belajar hingga larut malam."
Ivon menggeleng heran. Tak mungkin Aruni bisa berkomunikasi dengan lelembut macam itu.
***
Paginya, seisi asrama dihebohkan dengan hilangnya Pak Lasiman di pondoknya. Gembok yang masih memborgol pagar, tak ada satupun yang bisa membukanya.
Akhirnya, teknisi asrama memotong besi yang membelenggu pagar berkarat tersebut.
"Kalian waspada, Pak Lasiman bukan diculik oleh orang biasa namun, lelembut asrama yang melakukannya." Bella tiba-tiba berbisik pada Lala.
Lala yang masih terheran dengan berita itu, semakin bingung dengan perkataan Bella—kakak kelasnya yang menolong Aruni saat kesurupan beberapa hari yang lalu.
Kemanakah Pak Lasiman pergi? Tak satu pun orang tahu. Termasuk Bu Erlin, kepala asrama putri. Yang didapuk pelaku utama atas hilangnya Pak Lasiman secara tiba-tiba.
"Aku nggak tahu, sungguh nggak tahu! Biasanya Pak Lasiman sudah berada di luar pondoknya untuk membersihkan kebun. Namun, entah kenapa di segala penjuru asrama ia tak ada." Bu Erlin mengeluh. Wanita gemuk dan berkaca mata itu mengaku tak tahu menahu tentang hilangnya Pak Lasiman beserta kunci pagar asrama yang selalu tergantung di ikat pinggangnya.
Bersambung

Book Comment (161)

  • avatar
    Dodi Cahyono Eko

    ceritanya sangat bagus...jadi ingat anak yang lagi mondok di pesantren..dia tinggal di asrama yg menurut ceritanya ada hal2 berbau horor..

    01/09/2023

      0
  • avatar
    Mobile Legendss

    that was awesome and nice

    2d

      0
  • avatar
    Afiq Fif

    best sangat

    3d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters