logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Jadilah Istriku!

Jadilah Istriku!

Putri Hardiyanti


Prolog

Prolog
Apakah mungkin di kehidupan sebelumnya aku pernah bertemu dengannya? Ada rasa yang tak biasa saat aku melihatnya. Ini, pertama kalinya rasa itu muncul. Rasa yang entah apa namanya, membuat jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, berdebar-debar, membuat iramanya tak beraturan.
Pernahkah kalian mengalami hal serupa? Saat ini, aku sedang mengamati gadis dengan seragam SMA. Gadis itu berperawakan mungil, rambut bergelombang, matanya sipit, dengan hidung pesek. Entahlah, tiba-tiba ada rasa tak biasa yang menelusup di hati saat melihatnya. Mungkinkah aku jatuh cinta pada pandangan pertama?
***
Namaku Wahyudi, berusia 28 tahun, dan masih jomlo. Saat ini, aku sedang bertugas di salah satu desa terpencil di Sumatera Utara. Desa tersebut bernama Indrapura. Dari Ibu kota Sumatera Utara, butuh sekitar 5 jam untuk sampai ke desa ini. Lumayan jauh dari Medan, kota kelahiranku. Jika kalian berpikir aku adalah seorang abdi negara yang sedang masuk desa, kalian salah besar! Pekerjaanku tak sekeren itu, terlebih untuk tamatan sekolah dasar sepertiku. Aku, hanyalah seorang sopir pribadi yang bekerja di salah satu perusahaan besar di Medan.
***
Syafari Hendrawan, biasa kupanggil Wawan adalah seorang operator di proyek tempat aku bekerja. Dialah yang menemaniku selama aku berada di sini. Kali ini, Wawan ingin mengajakku ke indekos tempatnya tinggal. Aku memang perlu mencari tempat tinggal, sebab aku adalah pekerja baru di sini. Saat di perjalanan menuju indekos, tiba-tiba Wawan memberhentikan truk yang dikendarai tepat di depan gadis yang kuamati sejak tadi.
“Wan, mengapa berhenti?” tanyaku kepo.
“Ada anak tetangga indekosku, dia habis pulang sekolah kayaknya, biasanya dia numpang sama aku. Kasihan, kalau harus jalan berkilometer di tengah terik kayak gini,” jelas Wawan.
Dadaku dag dig dug, seperti genderang mau perang. Kenapa pula Wawan membiarkan gadis itu naik satu truk denganku? Ah, aku dibuat panas dingin. Sialnya, gadis itu duduk tepat di sebelahku. Untuk menetralisir rasa yang terjadi, aku memilih memejamkan mata. Terdengar percakapan antara gadis itu dengan Wawan.
“Habis pulang sekolah ya, Dek?” tanya Wawan.
“Iya, Bang. ‘Kan memang jam segini jadwalku numpang sama Abang. Aku mau jalan panas kali, Bang. Gak sanggup jalan. Selagi ada yang mau ditumpangi, kenapa enggak, iya ‘kan?” kata gadis itu.
Kudengar suara tawa Wawan. Ah, Wawan, mengapa pula dia akrab dengan gadis ini? Tiba-tiba aku merasa cemburu. Ah, mengapa denganku ini? Mengapa pula aku merasa cemburu melihat Wawan dekat dengan gadis ini? Ada apa sebenarnya denganku?
“Bang, yang tidur ini kawan Abang?” tanya gadis itu.
Kali ini, dia bertanya tentangku. Ada rasa bahagia di relung hati.
“Ia, dia anak baru yang dikirim ke sini. Dek, seperti biasa ya, kita ke proyek dulu ganti mobil,” ujar Wawan pada gadis itu.
Ah, harusnya Wawan tak berkata seperti itu. Harusnya Wawan menyebut namaku, jadi gadis itu tahu siapa namaku. Wahai gadis berseragam SMA, siapa gerangan namamu?
***
Truk yang dikendarai Wawan melaju dengan kecepatan sedang. Aku masih pura-pura tidur untuk menetralisir rasa yang entah apa namanya ini. Wawan menggoyangkan tubuhku.
“Yu, bangun. Udah sampai proyek. Kau mau ikut aku ke indekos sekarang, atau nanti?” tanya Wawan.
Aku pura-pura menggeliatkan tubuh, ya, biar seolah-olah aku tertidur gitu. Padahal sebenarnya pura-pura tidur.
“Mau ke indekosmu sekarang?”tanyaku.
“Ya terserah, mau sekarang atau nanti malam, kalau kau masih mau di proyek, aku ke indekos sekarang, sekalian ngantar dia ke rumah. Kalau kau mau bareng, ayo!” ajak Wawan.
Jika aku tak ikut sekarang dengan Wawan, alamat nanti aku akan nyasar mencari alamatnya Wawan. Maka, kuputuskan untuk ikut saja dengannya.
“Aku ikut saja. Nanti nyasar pula aku,”ujarku.
Wawan mengangguk, ia kemudian mengajakku naik mobil pikap.
“Kau atau aku yang bawa mobilnya?” tanya Wawan.
Aku mempersilakan Wawan membawa mobilnya ke indekosnya, nanti kalau aku yang bawa, bisa-bisa nyasar. Aku kan masih baru di sini dan belum tahu jalan.
***
Sepanjang perjalanan, gadis itu diam saja, kurasa dia mendengar irama jantungku yang tak karuan. Namun, aku cuek saja. Bersikap pura-pura tak tahu saja. Tak terasa, mobil yang dikendarai Wawan sampai tepat di depan indekosnya.
“Terima kasih, Bang Syafar atas tumpangannya. Aku duluan, mari Bang,” pamit gadis itu sembari tersenyum.
Aku membalas senyumannya dan melihatnya melangkah ke sebuah rumah yang jaraknya hanya beda dua rumah dari tempat indekos Wawan. Pasti aku akan sering berjumpa dengan gadis itu jika saja jadi indekos di tempat Wawan.
***
“Ini kamarku, Yu. Sepertinya, masih ada kamar kosong yang bisa kamu sewa,”kata Wawan.
Aku tersenyum lega, semoga saja memang masih ada kamar kosong di sini.
“Biasanya induk semangku akan pulang jam segini dari ladang, kau bisa bertemu langsung dengannya. Oh ya, Pak Broto juga hari ini tiba di sini, dia akan menyewa di sini juga. Kurasa, kalian bisa satu kamar,” terang Wawan.
Ah, rasanya senang sekali kalau memang Pak Broto bisa satu kamar denganku. Selain biaya sewa kamar yang lebih murah, aku bisa bercerita banyak hal dengannya. Pak Broto itu lelaki yang baik, dia sudah menganggapku sebagai anak sendiri, begitu juga sebaliknya. Aku sudah menganggapnya ayah.
***

Book Comment (47)

  • avatar
    Agnes Diah Lestari Baene

    bagus💖lanjut

    17d

      0
  • avatar
    KurniatiIfa

    bagus

    12/02/2023

      0
  • avatar
    alifah ilyana

    good👏🏻👏🏻

    12/09/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters