logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2

Kasur yang Hendra tempati begitu nyaman dan empuk. Kelopak dua matanya membuka berat. Menatap atap langit gelap. Hendra beranjak dari kasur, mengucek-ngucek kedua matanya sembari minum segelas air putih dekat meja. Tangan kiri menekan tombol saklar di sampingnya, lampu seketika menyala terang. Dia membuka lemari kayu, melihat pakaian yang dikenakan. Hendra memilih baju berlengan panjang dengan motif kotak-kotak. Jam tangan dan beberapa alat seperti jimat dan kaos kaki hitam. Dekat lemari kayu, sebuah benda berdiri tegak. Hendra membuka bungkusan. Memegang sebuah clurit yang sudah berkarat. Walau demikian, terdapat sebuah tulisan yang tidak dia ketahui. Ujung clurit terbuat dari kain tebal anti debu. Hanya saja, agak disayangkan ketajaman clurit mulai luntur karena tidak ada satupun yang mau memperhalus ujung besi pada senjata clurit.
Hendra menutup pintunya, berjalan menuju pintu keluar rumah. Ketika mau dibuka, Heni berdiri di belakangnya.
“Mau ke mana, mas?”
“Rumah Pak Edi. Sudah saatnya,” jawab Hendra singkat.
“Tapi kau yakin? Karena orang-orang disini mencurigaimu lho.”
“Lalu kenapa? Mereka sibuk dengan berprasangka buruk pada orang lain. Termasuk dirimu dan sekeluarga. Kau tahu, Kinan dan Syarifah kena bully oleh tetangga sekitar karena kedekatanmu denganku. Makanya aku—”
Sebuah pukulan dilancarkan dari tangan Heni. Wanita berambut panjang lurus menjitak pada bagian kepala belakang Hendra. Dia mengerang kesakitan, mengelus-elus kepalanya.
“Apa maksudmu ini, huh!”
“Ini hukuman karena mengatakan hal yang tidak perlu, dasar kakak bodoh!” teriak Heni. Dia memalingkan wajah kakaknya mendongak ke dinding sambil bersiul. “habisnya, kakak tidak peka sih terhadap sekitarnya.”
Hendra tidak terima dengan pernyataan dari adiknya. Dia mencubit pipi Heni sampai melar. Erangan mulut dia disertai meringis kesakitan. Heni berusaha melepaskan diri dari kedua tangan Hendra. Sebaliknya, dia terus mencubitnya sampai memerah.
“Aduh, aduh, aduh, aduh! Sakit!”
“Makanya jangan membuatku kesal!”
Akhirnya, keduanya melepaskan tangan mereka masing-masing disertai napas terengah-engah. Sebuah pintu terbuka dari kamar anak-anak. Rudi mengucek-ngucek kedua matanya sambil terheran.
“Ada apa kalian ribut-ribut?”
“Rudi, waktu yang pas!” kata Hendra membuka smartphone miliknya.
Smartphone yang Hendra gunakan digeser dari samping kanan. Hingga menemukan aplikasi pesan. Kemudian, dia mengambil screenshot serta kirimkan bukti pada Heni dan Rudi. Ekspresi bibir mereka sedikit terbuka, saling menengok dengan tatapan kebingungan.
“Kau mengirimkan apa barusan?” tanya Heni.
“Aku minta kalian jadi saksi seandainya aku dicurigai oleh tetangga sekitar.”
Hendra menunjukkan isi pesannya. Sekitar jam setengah sebelas malam, Hendra Wijaya mendapatkan pesan dari smartphone miliknya. Pesan dari Pak Edi memberitahukan bahwa keluarganya sudah tidur. Beliau meminta pada Hendra untuk melakukan penelusuran lebih dalam lagi. Seandainya dia dicurigai oleh tetangga sekitar, segera mengontak dirinya.
Suami istri dari adik Hendra Wijaya saling melirik. Suara bunyi jangkrik dan burung hantu memecah keheningan sesaat. Kedua tangan Rudi dilipat sambil berpikir.
“Kau yakin itu Pak Edi?”
“Ya. Kalau aku tidak mempercayainya, untuk apa aku mengirimkan pesan ini pada kalian. Terlebih, kau satu-satunya tahu rahasia keluarga kami,” ujar Hendra meregangkan kedua lengan ototnya.
Apa yang disampaikan Hendra memang benar. Semenjak menikah dengan Heni, rahasia sisi gelap dari keluarga Wijaya mulai terungkap. Termasuk kutukan yang didapat semenjak Hendra lahir. Yaitu bisa melihat hantu dan merasakan keberadaannya. Walau demikian, berbeda dari indigo, kemampuan melihatnya akan mengunci target pada hantu serta menjadikannya sebagai kontrak. Contohnya kasus Bura. Pahlawan asal Jember ini sering menghantui orang-orang yang berbuat asusila. Tetapi aksinya ketahuan dan menjadikan dirinya sebagai hantu pemanggilan. Selain itu, hantu yang dipanggil bisa merasuki ke dalam sebuah senjata.
Rudi tidak tahu harus bereaksi apa terhadap kakak iparnya. Namun, sorot mata Hendra telah membulatkan tekadnya. Dia menggaruk-garuk kepala sambil mencengkram bahu kanannya.
“Berhati-hatilah di sana. Jika ada apa-apa, kontak kami!”
“Siap, Rudi. Tolong jaga adikku, ya!”
Pintu rumah mulai terbuka, Hendra menutup pintunya dan bersiap untuk masuk ke dalam rumah Pak Edi. Kedua telapak tangan ditepuk keras. Memunculkan sebuah pelindung tipis. Dari luar, Rudi dan Heni merasakan energi yang kuat dari Hendra. Suaminya dikasih syal dan kacamata khusus oleh Heni. Ketika dipakai, betapa terkejutnya sebuah pelindung menyerupai kubah masjid. Selain itu, para roh sedang berusaha keras untuk masuk ke dalam rumah Pak Edi. Mulutnya menganga tidak percaya.
“Sayang, kita beruntung bisa satu atap dengan kakak.”
“Kenapa begitu?”
“Dia itu memiliki energi yang kuat sejak kecil. Akan tetapi, keluarganya tidak ada yang mau mengadopsi. Bagi mereka, Hendra dianggap kutukan dan bikin orang lain terluka,” jelas Heni bernada getar.
Rudi melihat dari kejauhan. Sosok Hendra merobek koran berita harian. Memancarkan aura dan clurit berwarna hitam. Roh Bura merasakan kekuatannya begitu mengalir. Kedua matanya berbinar-binar. Dia merasuki clurit tersebut dan berubah bentuk. Clurit yang semula melengkung, berubah zigzag ala halilintar. Ada dua lapisan pada ujung clurit. Yaitu dominan warna putih dan hitam.
“Kita masuk!”
~o0o~
Beberapa hari sebelum kejadian, Hendra memencet tombol berkali-kali. Namun tidak ada yang menjawab. Padahal, rumahnya luas dan dihuni dari pak Edi dan sekeluarga. Apalagi, tiga orang pembantu ada di dalam. Di samping kiri, terdapat rumput-rumputan yang hijau dan asri. Ada beragam bunga bermekaran serta serangga seperti kupu-kupu hinggap di salah satu bunga. Di bagian tengah, terdapat hiasan pohon palem merah yang baru saja ditanam. Pohon kaktus ditanam juga dekat pagar. Serta dikasih batu hiasan berwarna putih. Lampu penerang berada di dinding sebelah kiri. Biasanya malam hari warna lampu akan menjadi krem.
Di samping kanan, terdapat sebuah mobil jazz warna hitam dengan plat nomor huruf P. Kondisi mobil begitu bersih dan tidak terlihat debu sama sekali. Hendra yakin tiap hari dibersihkan oleh si pemilik rumah. Di belakang, terdapat sebuah rak besar yang terdiri dari kardus yang tidak terpakai. Selain itu, barang-barang tidak layak pakai disimpan dengan rapi. Sehingga apabila dibutuhkan, tidak perlu sampai membongkarnya. Terbuat dari batu bata yang disusun setapak dan rapi. Desain rumah tidak begitu mewah, tetapi tidak begitu sempit. Sangat kontras dengan bagian luar rumahnya. Tiang rumah dari marmer yang dicat warna abu-abu dominan putih. Burung beo sedang berkicau dengan merdu. Berteriak dengan suara lantang.
“Berisik!” balas teriak Pak Edi.
Beliau menatap Hendra yang menyunggingkan senyum ke arahnya. Wajahnya tidak begitu asing di mata Pak Edi. Sedangkan Hendra hafal betul dengan wajah beliau. Pipinya tembem, keningnya mengerut disertai kedua bola matanya pucat pasi akibat terlalu memforsir tenaganya. Badannya tidak terlalu gemuk maupun kurus. Pada lengan kanan, dijarah tato berlogo naga langit.
Semula beliau melotot tajam pada Hendra. Namun beberapa detik berselang, pak Edi mengangkat jari telunjuk kirinya. Ekspresinya sumringah sambil membukakan pintu depan.
“Assalamualaikum, pak. Maaf mengganggu waktu bapak.”
“Waalaikumussalam! Tidak apa-apa, nak. Sudah lama tidak bertemu dirimu! Kapan pulangnya? Kok saya tidak diberitahu oleh Heni!” tanya pak Edi cemberut.
Pak Edi yang mengenakan kaos berwarna hijau tua loreng dengan celana pendek selutut. Beliau mempersilakan Hendra untuk masuk. Hendra membungkukkan badan serta menadah tangan kanan ke bawah. Tidak lupa juga mencium telapak tangan pak Edi sebagai rasa penghormatan pada orang lebih tua.
“Ya baru kemarin pulangnya, pak. Maklum habis kena PHK. Jadi saya diminta pulang untuk temani adik saya dan adik ipar saya,” kata Hendra tersenyum.
“Aduh, kau ini! Kalau saja kau tidak ambil kerja di Bali, pastinya saya mau rekrut kau untuk bekerja di Surabaya. Sayangnya, lowongan kerja masih belum ada karena pandemi COVID-19.”
“Tidak apa-apa, pak. Saya punya tabungan untuk modal usaha saya nanti.”
Keduanya tertawa. Pak Edi mempersilakan Hendra untuk di sofa. Dia melihat banyak sekali kue jajan kering di atas meja. Sampingnya, ada gelas air minum. Hendra mengambil sedotan, lalu menusuk gelasnya serta meminumnya sampai seperempat bagian.
“Tapi usaha apa rencananya, dra? Apa saya perlu memberikan modal untukmu?”
“Jangan, pak! Saya tidak mau merepotkan bapak. Ditambah lagi, uang anda bisa digunakan untuk berobat ke rumah sakit,” katanya menolak tawaran Pak Edi.
Sosok seorang gadis berkerudung membawakan dua cangkir teh panas. Kerudung warna putih berkulit putih, memancarkan aura kecantikan yang memikat setiap laki-laki yang mendekatinya. Dia memegang nampan sambil membungkukkan badan. Menggendong adiknya yang berusia dua tahun.
“Justru itulah aku tidak ingin membawa istri saya ke rumah sakit.”
“Apa maksud bapak? Bukankah bapak telpon saya terakhir mengatakan, sakit yang bu Ruminah hanya leukemia?” tanya Hendra mengerutkan kening.
“Pada mulanya begitu, dra. Tapi setelah saya kroscek, hal itu tidak semudah yang saya duga.”
Hendra tidak mengerti dengan ucapan pak Edi. Beliau beranjak dari kursi, mengajaknya untuk masuk ke dalam ruangan. Tidak lupa juga menggunakan hand sanitizer dekat pintu dan mengenakan masker. Pintu perlahan-lahan mulai dibuka. Saat dibuka, Hendra terkejut bukan kepalang. Sosok bu Ruminah yang selama ini dikenal ramah terhadap tetangga, mulai berubah. Dari pergelangan tangan hingga bahunya, terdapat bintik-bintik merah pada sekujur kulitnya. Telapak tangan kanan menghitam. Sehingga sulit digerakkan. Kalaupun bisa, hanya kedua bola mata dan bibirnya. Itupun suara yang didapat begitu kecil dan nyaris tidak terdengar dari kejauhan.
“Ini—”
“Seperti yang kaulihat, Hendra. Istri saya terkena guna-guna oleh seseorang. Dan saya tidak tahu siapa yang melakukan tindakan kejam ini,” katanya tertunduk lemas.

Book Comment (43)

  • avatar
    BatrisyaNuha

    bagus

    12/03/2023

      0
  • avatar
    FitraAidil

    saya suka ceritanya

    07/02/2023

      0
  • avatar
    MailiniHema

    Mantap

    08/01/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters