logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

bab6. Komitmen Pernikahan

Di dalam kamar Angga, kini tidak hanya dia saja yang menempati, tapi juga sang Istri.
Angga keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada, mengusap rambutnya yang basah dengan handuk, selepas mandi.
Sementara Riska, kini tengah menghadap cermin di meja rias. Riska membersihkan make upnya terlebih dahulu sebelum dia mandi.
"Ka, ambilin baju dong!" perintah Angga.
Riska menoleh ke Angga sebentar, kemudian beranjak dari duduknya, untuk mengambilkan baju Angga.
Riska membuka lemari baju Angga, dan setelah dibukanya, Riska tidak heran lagi saat melihat, jika baju Angga warnanya hanya hitam, abu-abu dan putih. Di dominasi warna hitam. "Ini." Riska memberikan kaos berwarna hitam.
Angga melihat jika hanya kaos saja yang diambilkan Riska. Angga pikir, itu karena Riska belum terbiasa saja. Ini juga pertama kalinya semenjak mereka remaja, Riska membuka lemari bajunya. Berbeda pada saat mereka masih kecil. Riska malah sering memakai bajunya daripada memakai gaun terusan yang dibelikan Rosyad.
"Dianya malu, apa memang tidak paham?" batin Angga. "Lain kali saja lah di ingatkannya. Sekarang masih agak canggung," lanjutnya.
"Terima kasih. Sana kamu mandi dulu, keburu malam!" Angga menatap Riska yang masih mengenakan gaun pernikahannya.
"Iya, bawel!" jawab Riska.
Riska kemudian mengambil baju ganti di dalam koper miliknya. Riska memilih piyama tanpa lengan, dengan celananya sebatas lutut.
Selesai mandi, Riska menatap piyama yang diambilnya. Riska berpikir keras, apa dia harus memakai bra. Tetapi, Riska sudah terbiasa tidak pernah memakai bra, ketika dia tidur.
Riska tidak mengambil bra, karena dia sudah terbiasa tidur tanpa memakai bra. Namun situasinya sekarang berbeda, Riska tidak tidur sendiri lagi, melainkan dia tidur bersama Angga. Sahabat sekaligus Suaminya.
"Bodo amatlah! Toh, Angga juga Suami aku." Riska memutuskan untuk langsung memakai piyama saja.
Untung saja warna piyama yang dipilih Riska berwarna hitam, jadi tidak terlalu kentara, saat dia tidak memakai bra, jika dilihat dari jauh.
Riska keluar dari kamar mandi, dengan rambutnya yang basah, piyama dengan motif bunga yang manis melekat di tubuhnya, juga gerakan tangannya yang sedang mengeringkan rambutnya malah terkesan seksi menurut Angga.
"Apaan sih Ga. Gila ya, dia itu sahabat kamu. Eh! Tapi sekarang dia Istriku," batin Angga bergejolak.
"Keramas Ris? Kamu bawa hairdryer nggak?" tanya Angga basa-basi.
"Kayaknya enggak deh. Kamu punya kan?"
"Tuh di atas meja, tadi sudah aku siapin, jaga-jaga jika kamu keramas," terang Angga.
"Terimakasih," balas Riska.
Kini kedua pengantin baru itu tengah duduk selonjoran di ranjang, bersiap untuk tidur. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin mereka ucapkan, tapi mereka berdua malah tidak ada yang bicara.
Jujur saja, meskipun mereka sudah sering tidur bersama, tapi itu saat mereka masih kecil. Terakhir mereka tidur bersama adalah saat mereka berumur sepuluh tahun.
"Ka, kamu nggak marah kan?" Angga memberanikan diri bertanya.
"Marah kenapa?" jawab Riska bingung.
"Ya, kali saja kamu marah karena menikah sama aku," ucap Angga.
"Aku nggak marah. Hanya saja, aku tidak pernah terpikirkan untuk menikahi salah satu sahabatku. Jadi aku hanya agak merasa aneh," jawab Riska jujur.
"Aku juga nggak nyangka, aku bisa menikah sama kamu."
"Ris, kamu sedang suka sama orang?" tanya Angga hati-hati, takut menyinggung Riska.
"Nggak kok, kenapa memangnya?"
"Nggak apa-apa, tanya aja. Takutnya kamu sedang suka sama orang, terus dengan pernikahan kita ini, kamu tidak bahagia."
"Ga, aku nggak tahu gimana perasaan aku sekarang. Yang jelas kamu sekarang Suamiku, aku tidak bisa menyukai laki-laki lain. Kamu lagi nggak pacaran atau semacamnya kan?" tanya Riska.
"Enggak!" Angga kemudian memikirkan bagaimana mereka untuk kedepannya. "Ris, meskipun pernikahan ini terjadi karena adanya kesalahpahaman, maukah kamu serius untuk menjalani pernikahan ini?" tanya Angga.
"Maksudnya gimana Ga? Aku serius kok menjalani pernikahan ini, cukup sekali aku membuat Papa kecewa," jawab Riska, membayangkan tatapan kecewa Papanya, dan membuatnya menangis.
Angga lalu menghadap Riska, menggenggam tangannya. "Kalau begitu, kita jalani pernikahan ini dengan serius. Aku janji akan selalu berusaha untuk bahagiain kamu."
"Angga, kamu serius?" tanya Riska tidak yakin. Bagaimanapun, perasaan mereka kini abu-abu, tidak jelas.
Mereka saling menyayangi, itu jelas. Namun, jika yang ditanyakan adalah perasaan romantis, mereka jelas tidak yakin.
"Ya! Jadi mari kita sama-sama saling berusaha. Mulai sekarang aku akan merubah cara pandang aku ke kamu. Bukan sebagai sahabat, tapi sebagai Istri," jelas Angga. "Kamu juga, mulai saat ini, ubahlah cara pandang kamu ke aku, bukan lagi sebagai sahabat, tapi sebagai Suamimu!" lanjutnya.
Riska jelas terharu. Sebagai wanita, Riska hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Namun, saat ini Riska malah menikah dengan Angga, Riska tidak tahu apakah keinginannya akan tercapai. Dan sekarang, Angga mengatakan dengan mulutnya sendiri, mengajaknya untuk menjalani pernikahan ini dengan serius. Bohong, kalau Riska bilang tidak senang.
"Iya aku mau. Kamu harus janji, nggak boleh ada wanita lain, janji!" Riska menarik tangan Angga, dan mengajaknya untuk melakukan janji kelingking.
"Iya, mulai sekarang kita bukan hanya sekedar sahabat, tapi kita sepasang Suami Istri," ucap Angga sambil menggenggam tangan Riska.
"Ga, kok jantungku berdebar kencang ya," ucap Riska tiba-tiba, sambil memegang dadanya.
Angga menatap Riska geli. "Masa sih, coba sini aku periksa," ucap Angga jahil.
Angga mendekatkan telinganya ke dada Riska, yang membuat Riska terkejut bukan main. Tanpa sengaja, Riska malah memukul kepala Angga, karena kaget.
"Aduh, Ka. Kenapa malah pukul kepala sih," kata Angga sambil mengelus kepalanya yang dipukul Riska tadi.
"Maaf, kan aku kaget," ucap Riska pelan.
Melihat Riska yang menunduk, Angga langsung memeluk Riska ke dekapannya.
Bagi Angga, komitmen dalam sebuah hubungan, itu lebih penting daripada hanya mengandalkan perasaan cinta.
Cinta bisa pudar seiring berjalannya waktu. Namun, berbeda dengan komitmen, saat seseorang berkomitmen, mereka pasti akan berusaha semampunya untuk berpegang teguh pada komitmen itu sendiri.
Jadi sudah benar, Angga meminta Riska untuk memulai hubungan mereka dari awal.
*

Book Comment (143)

  • avatar
    Ninaa

    seru bangettttt

    21d

      0
  • avatar
    Jebon Mat

    sangat menarik👍🤩

    19/02

      1
  • avatar
    Kau Lah Takdir Q

    semoga bermanfaat buat kita semua

    07/07/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters