logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

BAB 2 Flashback (POV Arin)

Sejenak kuhela nafas berat, perlahan berjalan ke sudut kamar tidur. Kupandangi foto keluarga yang terpajang rapi di dinding kamar tidurku. Bapak, ibu, Aku dan kedua adikku tercinta terlihat dalam foto itu. Bapak dan ibuku duduk berdampingan di kursi yang sama diapit oleh ketiga anaknya yang berdiri berjejer di belakangnya.Aku tidak mengira foto itu adalah kenangan terakhir bersama Bapak tercinta sebelum pergi meninggalkannya untuk selamanya..
Masih jelas terbayang di hari itu,.entah kenapa aku merasa malas sekali untuk beranjak dari rumahnya. Padahal jarum jam sudah bergeser dari angka 06:48 pertanda waktu pembelajaran di sekolah sebentar lagi dimulai. Namun perasaan malas dan enggan aku seperti tidak bisa diajak kompromi. Kalau saja adikku Dani tidak menyuruhnya bergegas untuk bersiap-siap berangkat sekolah; pasti aku tetap tidak akan beranjak dari rumahnya.
“Kak ayuuuh sudah siang, .kita berangkat sekolah, nanti terlambat lo...!”teriak Dani kepadaku..
Beringsut aku keluar dari kamar tidur, sedikit bergegas berjalan keluar menenteng tas sekolahku. Entah kenapa hatiku menjadi semakin terasa tidak enak manakala berjalan melewati kamar tidur orang tuaku; pintu kamarnya masih sedikit tertutup dan terdengar suara Ibu yang sedang bercakap lirih dengan Bapak .Dengan hati penuh tanda tanya aku masuk ke kamar orang tuaku. Terlihat ibuku sedang duduk menemani Bapak yang terbaring lemah di tempat tidurnya.
”Bapak kenapa, Bu?” tanyaku kepada ibu.
Ibuku menjawab lirih,”Bapak sakit Rin dari semalam.”
Mendengar jawaban ibunya, aku menjadi semakin ragu untuk berpamitan berangkat ke sekolah. Ingin rasanya aku membolos hari itu, kalau saja bapakku tidak berkata lirih
’’Arin berangkatlah hari sudah semakin siang, nanti kamu terlambat.”
Dengan langkah ragu kudekati kedua orang tuaku sembari mencium punggung telapak tangan bapak ibu, berpamitan diiringi senyum dan pandangan aneh yang tak biasa dari bapakku.
Jarum jam menunjukkan pukul 08:45 pertanda waktu istirahat telah tiba, pada jam istirahat .kegelisahan semakin terasa di benakku. Sepanjang jam itu berlangsung sebelum istirahat di hari itu konsentrasiku seperti terpecah mengingat bapak di rumah
,”Bagaimana keadaannya sekarang, yah?” Begitu terus hati dan pikiranku bertanya-tanya.
Untuk menghilangkan kegelisahan hati aku duduk termenung di teras ruang kelas tanpa menghiraukan ajakan sahabatnya; Amanda untuk membeli jajan di kantin.
Hari ini pengumuman kelulusan di sekolahku ini...semua orang tua diwajibkan hadir untuk menerima hasil kelulusannya. Dari kejauhan terlihat seseorang yang sosoknya begitu familiar bagiku Om Anton adik sepupu bapak terlihat turun dari sepeda motornya dan berjalan menuju ruang aula sekolahnya. Terlihat Om Anton berbicara lirih dengan Bapak Kepala Sekolah yang tak lama kemudian mendekati Arin tanpa berkata sedikitpun.
Aku merasa heran sebetulnya, mengapa orang tuaku mewakilkan Om Anton untuk menghadiri acara kelulusannya, tapi dia tidak berani banyak tanya karena acara segera dimulai. Wali kelas Arin menyuruh siswa-siswinya segera berpindah tempat memasuki aula.
Riuh bergemuruh terdengar tepuk tangan memenuhi ruangan aula tempat acara pengumuman kelulusan berlangsung saat nama Arin Eka Pertiwi disebut sebagai peraih nilai tertinggi Ujian Sekolah Dasar ‘Putra Cendekia’, di tahun ini.
Dengan langkah penuh kebahagiaan aku memenuhi panggilan pembawa acara untuk naik ke panggung. Dengan penuh rasa syukur pula kuundukkan kepala saat Ibu Kepala Sekolah mengalungkan medali tanda keberhasilan dan menjabat erat tanganku.
”Selamat Arin,’’ucap Ibu Kepala Sekolah.
”Terima kasih Bu,’’aku tak kuasa menahan haru.
’’Raihlah cita-citamu setinggi mungkin, jadilah anak yang Salehah, rajin beribadah,,dan terbaik di antara yang terbaik; Arin!” lanjut ibu Kepala Sekolah.
Belum lagi acara selesai Om Anton seperti menyuruhku bergegas pamit pulang.
”Ada apa Om...kenapa Arin disuruh pulang cepat-cepat? Acara kan belum selesai, tanyaku kepada Om Anton sembari menjejeri langkahnya yang mengajakku bergegas pulang. Om Anton tidak menjawab sepatah kata pun pertanyaanku; hanya memintaku untuk segera membonceng sepeda motornya.
Om Anton mempercepat laju sepeda motornya. Di sepanjang perjalanan pulang pikiranku semakin tidak karuan. Tidak biasanya Om Anton datang ke sekolahnya untuk menjemputnya, tidak biasanya aku diharuskan pulang cepat-cepat padahal hari itu jam pelajaran belum berakhir.
Segala kecamuk pikiran kuterjawab sudah; ketika sampai di rumah terlihat banyak saudara dan tetangga yang datang ke rumahku. Ternyata bapak dipanggil oleh Yang Maha Kuasa pagi tadi beberapa saat ketika aku berada di sekolah. Bapak tercintaku pergi untuk selama-lamanya.
Aku menangis sejadi-jadinya...ternyata pagi tadi adalah pertemuan terakhir dengan bapak tercintaku Ibuku tidak bisa berkata-kata; hanya senyum kesedihan dengan mata yang sembab karena menangis ibu menyambutku pulang.
‘’Bapak,selamat jalan...maafkan semua kesalahanku selama ini... aku janji...akan menjadi seperti yang bapak harapkan selama ini... Arin akan selalu membuat bahagia hati bapak di surga. Ampuni dosa-dosa bapak,Tuhan...Beliau adalah bapak terbaik yang Arin punya selama ini...,”jeritku lirih mengiringi kepergian bapak ke pemakaman.
************
######
Suatu malam menjelang pagi; terdengar bunyi greg..greg...greg...greg...greg..gregg..Aku yang saat itu terjaga dari tidur beringsut turun dari tempat tidur. Di ruang keluarga terlihat ibu masih sibuk menjahit baju pesanan tetangga.
Ya...semenjak bapakku meninggal dunia, selain berdagang ibu berjuang mencari nafkah dengan menerima jahitan dari tetangga yang membutuhkan jasanya.. Bapak yang hanya seorang sopir perusahaan biasa tidak meninggalkan cukup uang untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Pengeluaran semakin tak terbendung semenjak ketiga anaknya beranjak remaja.
Sangat sedih aku rasakan, menyaksikan betapa keras perjuangan ibu untuk membesarkan ketiga anak-anaknya. Tak terlihat lelah di mata ibu meski dia tahu pasti betapa berat yang harus ditanggung ibuku tercinta. Tekadku semakin bulat untuk bisa segera mencari pekerjaan di kota tempat tinggal paman dan bibi, untuk membahagiakan orang tua dan adik -adik tercintanya.
’’Eh Arin, ada apa sayang?’’ begitu sapa Ibu begitu menyadari kehadiranku di sampingnya.
Ibu menghentikan kayuhan mesin jahitnya dan meraih mesra tanganku untuk mendekat ke rengkuhannya.
’’Ibu kok belum tidur? sudah larut malam Bu, nanti Ibu sakit’’celetukku.
Ibu hanya tersenyum penuh arti seraya berkata,’’Sedikit lagi selesai ini Rin, setelah itu ibu pasti tidur.”
Kutatap sedih wajah kuyu ibuku meski tak ada kata-kata keluhan dari mulut manisnya, namun aku tahu pasti betapa lelahnya ibu menghadapi hari-harinya; tanpa bapak di sampingnya.Tak terasa air mata membasahi kedua pipiku.
*******

Book Comment (147)

  • avatar
    AzisAbdul

    wow

    8d

      0
  • avatar
    FauziahNada

    menarik

    03/08

      0
  • avatar
    Ayam RacerKentut

    woow

    28/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters