logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 4 Kepulangan Yang Dinanti.

Tak Mau Dimadu
Bab. 4
***
Aku menyibak sedikit gorden jendela, mengedarkan pandangan ke arah luar rumah setiap kali terdengar deru mobil melewati depan rumah.
Entahlah, sudah keberapa kali aku melakukan ini. Setelah pesan terakhir Mas Ilham mengabari sedang dalam perjalanan pulang dari Bandung beberapa jam lalu.
Aku rindu mas. Padahal hanya tiga hari kamu pergi, tapi aku sudah seperti anak ayam kehilangan induknya. Tak tentu arah. Rasanya banyak sekali yang hilang. Tawamu, rayuanmu yang garing, kecupan kening yang sering kamu lakukan setiap saat tanpa mengenal waktu.
Rindu ini menggebu, hingga rasanya aku akan menangis jika kamu tak jua terlihat dari pandangan mataku sekarang juga.
Seharusnya, jam lima sore ini masku sudah sampai rumah, bila jalanan lancar. Tapi, sampai jam delapan malam kenapa belum juga ada kabar. Ponselku tak lepas dari genggaman, sudah berapa kali mencoba menghubungi, tapi nomor Mas Ilham masih tidak aktif. Beberapa pesan yang kukirim pun belum sempat terbaca. Ada apa ini mas?
Khawatir ini benar benar menyiksa, tak hentinya kulantunkan dzikir, memuji nama Allah, mencoba menghilangkan segala pikiran negatif dalam benak. Melantunkan doa terbaik untuk Mas ilham, suamiku.
Hingga aku menguap beberapa kali, kantuk yang datang memaksa mata ini untuk segera memejam.
***
"Dek, kenapa tidur di sini?"
Kurasakan sentuhan lembut di pipi. Suara ini, suara bariton khas suamiku. Aku terlonjak kaget, mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba memastikan, melihat lebih dalam pria yang tengah bersimpuh di sampingku.
Benar, dia Mas Ilham. Dia lelakiku.
"Mas ...." Aku langsung terduduk, mengalungkan tangan dilehernya, memeluk erat penuh rindu, menggugurkan segala kecemasan dan pikiran negatif sejak maghrib tadi.
Mas Ilham sudah pulang. Suamiku kembali. Tanpa sadar aku mulai menangis. Buliran air ini keluar begitu saja dari pelupuk mata yang lembab, tanpa bisa dikendalikan.
"Kok tidur disini, Dek?" tanyanya mengurai pelukan.
"Aku menunggumu, Mas." Satu isakan berhasil lolos dari mulutku. Lelah dengan pikiran negatif tentang Mas Ilham yang tak kunjung pulang, menyerang hati dan pikiranku. Tanpa sadar terlelap di sofa depan TV.
Aku menatap lekat wajah kuyu itu, Alhamdulillah tidak ada yang berubah, tidak ada luka, tetap sama seperti Mas Ilham yang ku lepas tiga hari yang lalu.
"Maafkan Aku, Dek. Maaf ...." Lelaki itu kembali memasukanku ke dalam dadanya. Suaranya bergetar seperti menahan tangis. Ada apa dengan suamiku?
Mungkinkah dia terharu dengan penantian yang kulakukan? Menanti suami pulang dengan penuh kekhawatiran memang terlalu berlebihan, tapi banyak alasan yang mendasarinya. Mimpi di malam itu salah satunya. Sungguh, bayang-bayang siluet wanita aduhai itu terus-terusan menghantui. Namun, melihat suamiku sudah kembali, suami yang dirindukan, kecemasan dalam dada menguap tak tersisa.
"Jam sepuluh malam baru sampai, Mas?" tanyaku melirik jam bulat pada dinding. Lelaki itu langsung melepas pelukannya.
"Tadi macet parah, Dek, terus mobil Andi juga sempet mogok dan ponsel mas baterainya habis. Maaf ya, buat Adek khawatir sampai tidur di sofa," ucapnya seraya bangkit dengan membuang nafas berat. Menggandeng tanganku, menuntunnya menuju kamar.
Langkahnya gontai, berulangkali manarik nafas dalam dan membuangnya kasar, gelisah menyelimutinya. Wajah bulat kelelahan itu seperti tak ada gairah hidup.
Suamiku pasti lelah, lebih baik aku bungkam, menyimpang banyak pertanyaan dalam benak, membiarkan lelahnya hilang lebih dulu.
***
"Loh, ini hari senin Mas, kok belum siap-siap ngantor." Pagi harinya kudapati lelaki berparas gagah itu masih bersantai menonton TV. Piyama panjang masih melekat di tubuhnya. Padahal jam sudah menunjuk angka tujuh pagi, biasanya dia sudah rapi, tinggal sarapan dan berangkat kerja.
Dari semalam kuamati Mas Ilham lebih banyak diam, tak seperti biasanya --banyak omong, merayu dan penuh perhatian-- mungkin lelah selama perjalanan kemarin masih bergelayut manja di tubuhnya.
"Iya, Dek. Mas ambil cuti tiga hari, masih capek, badan pegel semua." Pria itu memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri, lalu tangannya memijat tengkuk lehernya.
"Mau dipijitin?" ucapku khawatir. Aku sudah berdiri didepannya, bersiap duduk dan memijat.
"Enggak usah, Dek, ini sudah mendingan kok," ucapnya seraya mendongakkan kepala, menatapku dengan menyunggingkan seulas senyuman manis.
"Ya sudah kalau gitu, Aku kerumahnya Bu Minto dan Bu RT dulu ya Mas, antar kue bolu," pamitku, tak lupa mengecup punggung tangan kanan Mas Ilham.
"Hati hati, Dek." Lelaki berwajah lesu itu melambaikan tangan dan kubalas dengan lengkungan di bibir.
***
"Assalamualaikum, Bu Minto," panggilku dari depan pagar rumah tetangga sebelah yang hanya setinggi dada orang dewasa.
Tidak menunggu waktu lama, wanita paruh baya berdaster coklat motif batik itu keluar dengan tergopoh-gopoh.
"Wa'alaikumsallam. Eh, Neng Ina, sini masuk." Bu minto menyambutku dengan senyum sumringah dari bibir pintu rumahnya.
"Disini saja, Bu. Ini mau kasih bolu susu, oleh-oleh dari Mas Ilham," ucapku seraya menyodorkan bingkisan plastik hitam dari tangan.
Bu Minto mendekat. "Terima kasih, Neng." Kini bingkisan sudah berpindah tangan.
Aku yang sudah membalik badan, bersiap pergi. Hingga sebuah panggilan membuatku mengurungkan mengambil langkah.
"Iya, Bu?" tanyaku menghadap wanita mungil berbadan sedikit gemuk itu.
"Em …." Beliau nampak ragu. "kemarin suamimu cerita sesuatu nggak, Neng?" tanyanya canggung sambil melihat sekeliling.
"Cerita apa ya, Bu?" Keningku berkerut, memicingkan mata penuh selidik. Wanita di hadapanku salah tingkah, bibirnya membuka lalu menutup secepat kilat, nampak gamang berucap.
"O-oh bukan apa-apa, Neng. Itu, satu lagi buat siapa, Neng?" Bu Minto menunjuk bungkusan hitam yang menggantung di tanganku. Terlihat jelas ia sedang mengalihkan pembicaraan, tapi tak kuhiraukan, biar nanti kutanyakan langsung pada yang bersangkutan.
"Punya Bu RT. Ya sudah, saya pamit dulu, Bu. Assalamualaikum."
Aku memutar tubuh setelah mendengar balasan salam.
Ada apa dengan Bu Minto? Sebenarnya apa yang ingin beliau katakan? Penasaran, tapi tak ingin terlalu menuntut balasan cerita. Serba salah jadinya.
Aku langsung menuju rumah Bu RT, memberikan bolu yang memang menjadi tujuan utamaku. Kebetulan pak RT juga ada di rumah. Setelah diterima pemilik rumah aku pun langsung undur diri. Entahlah rasanya kurang nyaman jika bertamu lama ke rumah teman, yang suaminya sedang berada di rumah.
***
"Mas, semalam kamu ketemu Bu minto?" Sesampainya di rumah aku langsung bertanya pada Mas Ilham yang tengah duduk di kursi ruang makan.
Dia menoleh dengan wajah bingung. Kudekati dia. Mengambilkan ayam goreng dari meja dekat kompor, lalu menaruhnya ke atas meja.
"Apa sih? Pulang nggak pakai salam malah langsung meminta jawaban," kesal Mas Ilham. Netranya aktif memindai menu sarapan di depannya. Dimeja makan tersaji nasi putih, ayam goreng, dan sambal tomat dicampur terasi. Lauk hari ini menu sederhana kesukaan suamiku.
"Ketemu Bu Minto nggak, Mas?" tanyaku lagi tak mengindahkan tegurannya barusan.
"Nggak, Dek. Kenapa?" Dia mengangkat wajah, melihatku dengan kening berkerut dalam.
"Tadi Aku ke rumah Bu Minto, terus dia tanya 'kemarin suamimu cerita sesuatu nggak' gitu Mas," kataku menirukan gaya bicara tetangga sebelah.
Lelaki itu menghentikan aktivitasnya menyendok nasi, mengambil ayam beserta sambal. Mulai menyuapkannya ke mulut menggunakan tangan.
"Memangnya ada apa, Mas?" Aku masih menuntut jawaban pasti dari lelaki berkumis tipis itu.
Tiba-tiba saja suamiku terbatuk-batuk, mungkin tersedak karena sambalnya terlalu pedas.
"Lo-loh, cerita apa sih, Dek?" tanyanya gelagapan, lalu dengan terburu-buru menenggak minuman di sebelah piringnya hingga habis tak tersisa.
"Entahlah, Mas. Bu Minto nggak cerita apa-apa," ucapku datar, lalu mendudukan diri di kursi seberang Mas Ilham. Memulai aktivitas makan.
"Sudah, sudah, habiskan saja makananmu. Sebentar lagi sinetron favoritmu tayang tuh, sudah setengah delapan pagi. Kamu pasti sudah pengin ngemil bolu sambil nonton TV kan?" Mas Ilham terkekeh menggodaku. Tahu saja masku ini namanya ibu rumah tangga pasti suka sinetron kan? Ya kan? Hem ….

Book Comment (115)

  • avatar
    ShaariMuadzhar

    good

    2d

      0
  • avatar
    Syaipul Amri Nst

    aku sangat suka

    14d

      0
  • avatar
    greatkindness

    okay

    10/07/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters