logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

3. Si jutek

Shaina mengerjapkan mata perlahan, lalu mengangkat kepala merasakan pegal-pegal di sekitar leher. Matanya sudah membuka sempurna, tapi Shaina tak menemukan bayangan apa-apa di depannya. Suasana di sekeliling benar-benar gelap tanpa seberkas cahaya sedikitpun. Tak sadar, Shaina dan Shaka tertidur di gudang sampai selarut ini dan tidak ada seorang pun menyelamatkan.
"Shaka! Bangun, Ka! Ini udah malem!" Shaina meraba-raba tubuh kekar di sampingnya, hingga menyentuh sebuah rahang yang keras. Shaina menepuk-nepuknya tidak santai hingga Shaka menggenggam tangannya.
"Shaka banguuunn!!! Kita masih kejebak di gudang!!!" Shaina merengek dan mengguncangkan pundak Shaka.
"Apaan sih." Shaka bergumam setengah sadar, sesaat mengumpulkan nyawa sembari merogoh ponsel dalam saku baju seragam. Pukul 19.30, persis. Shaka terbelalak melihat angka jam di layar, lalu menyalakan senter untuk menerangi sekitarnya. Terlihat Shaina ketakutan saat itu.
"Shaka gimana kita keluar dari sini, bisa-bisa ntar gue diamuk bonyok jam segini belum pulang!!!" Shaina terus mengomel hingga terdengar suara berisik gludak-gluduk yang cukup keras pada bangku-bangku usang di pojok ruangan. Shaina menjerit histeris dan spontan memeluk Shaka parnoan sendiri. "Shakaaaa!!! Itu apaaann!!!"
"Eh, eh, eh.. bukan apa-apa cuma tikus."
"Apaaa!! Tikusss???!!! Kyaaaaaa!!! Shakaaaaa!!!"
Shaka semakin serba salah karena pelukan Shaina jadi lebih erat. Beberapa kali Shaka mencoba melepaskannya seraya beranjak berdiri, tapi Shaina masih mencengkram erat lengannya ketakutan. Sungguh merepotkan, Shaka hanya mengumpat dalam hati dan mengarahkan senter ponselnya menerangi sekitar. Menekan gagang pintu dan mendobrak berulang kali tapi tidak membuahkan hasil.
"Ka, cari cara buruan, gue takut disini gelap banget."
Pusing tujuh keliling. Shaka sudah memutar otak tapi kepalanya buntu, tak mendapat solusi. Hingga tak sengaja ia mendengar derap langkah kaki seseorang beserta siulan-siulan ringan, Shaka mengisyaratkan Shaina untuk diam dan menajamkan pendengaran. Suara sepatu itu semakin lama semakin mendekat, tak salah lagi itu adalah satpam yang sedang berpatroli. Harapan.
Shaka dan Shaina langsung menggedor-gedor pintu sekencang mungkin. "TOLONGGG!!!! TOLONGGG!!!!"
Waktu berselang, Shaka mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, bersama Shaina yang duduk manis di jok belakang, susah-payah menahan dinginnya angin malam dengan memeluk lengannya sendiri sepanjang jalan. Belum lagi perut melilit kelaparan, hari ini benar-benar apes. Beruntung satpam itu membawa banyak kunci serep sehingga bisa mengeluarkan mereka cepat.
"Shaka, nanti lo bantuin gue ya, cari-cari alesan apaan yang masuk akal biar bonyok gue gak curiga, soalnya gue gak pernah pulang telat kaya gini. Gak mungkin juga kan gue bilang kita dikurung ama Jafar di gudang, pasti mereka bakal ngiranya yang enggak-enggak." Shaina angkat bicara disela-sela angin meniup rambutnya.
"Gampang." cetus Shaka singkat. Dalam hati kesal dan memaki Jafar dengan beragam sumpah serapahnya.
"Nanti abis perempatan depan belok kiri."
"Hm."
Tak ada pembicaraan setelahnya. Shaka fokus menyetir dan semakin lama kecepatannya kian bertambah hingga Shaina mau tak mau harus memeluknya. Dalam sehari ini, entah sudah berapa kali Shaina melakukan itu. Tak dapat dipungkiri, punggung kokoh Shaka mampu memberikan rasa hangat. Sangat kontras dengan sikap dingin Shaka.
Di tempat lain, di depan pintu rumah itu, Kanaya sedari tadi mondar-mandir dengan cemas sementara Andika sibuk membaca koran di kursi kayu sesekali menyesap teh manis. Hari sudah malam tapi Shaina belum pulang sekolah, Naufal juga sudah dua kali bolak-balik SMA Cakrawala tapi tidak kunjung menemukan Shaina.
"Pah, apa sebaiknya kita lapor polisi aja? Ini udah jam sembilan tapi Shaina belum pulang. Kalo terjadi apa-apa sama dia gimana?" tanya Kanaya sembari duduk di kursi samping Andika. "Mama takut Shaina pulang tinggal-"
"Kita tunggu aja ma, pasti Shaina pulang kok. Gak usah berpikiran yang macem-macem." balas Andika santai. Sehati dengan anak perjakanya, Naufal tampak asik mengotak-atik ponsel bahkan sesekali cengar-cengir sendiri saat mulut bergoyang mengunyah permen karet.
"Kalian emang gak tau suasana genting ya! Shaina itu anak gadis mama! Kalo dia dibegal di jalan gimana! Dirampok diculik sama orang-orang sindikat ISIS! Terus diperdagangkan! Tega kalian hah!" Kanaya masih tak bisa tenang dan terus mengomel seperti cacing kepanasan.
Lebih menyebalkan lagi beliau tidak digubris. Ayah dan anak sama saja. Bermenit-menit menunggu lama, akhirnya sebuah motor datang dan masuk ke halaman rumah Itu. Andika menutup koran bersamaan Naufal menyimpan ponsel, seketika melihat Shaina diantar pulang oleh seorang cowok dengan seragam sama.
"Shaina! Kamu kelayapan kemana aja sih! Mama tuh khawatir sama kamu!" Kanaya langsung memeluk anak perawannya itu, yang wajahnya terlihat sedikit pucat.
"Dari mana saja kamu Shaina? Kenapa bisa jam segini baru pulang?" timpal Andika lalu beranjak dari tempat duduk, sembari membenarkan letak kaca mata Andika mengarahkan telunjuk kepada Shaka. "terus ini siapa? Kenapa bisa sama laki-laki? Berani ya kamu bawa pergi anak saya tanpa ijin? Apa yang sudah kalian perbuat di luar sana sampai semalam ini baru pulang sekolah?"
"Astaga, kecil-kecil udah pacaran." sahut Naufal.
"Gue gak pacaran!" Shaina menyanggah kilat.
"Sebelumnya maaf, om, tante, kakak .."
"Mas boy. Panggil gue mas boy, jangan kakak, itu terlalu unyu gue gak suka." Naufal meralat ucapan Shaka dengan songongnya. Menjadikan Shaina gemas ingin menjitak.
"Iya mas. Saya Shaka, temen sekelas Shaina. Jadi, dari jam pulang sekolah tadi sebenarnya Shaina ngerjain tugas di rumah saya, semacam penelitian ilmiah begitu, banyak yang harus dikerjakan dari melakukan eksperimen sampai membuat laporan. Saya salah karena tidak meminta ijin dulu sama om dan tante. Jadi saya minta maaf." Shaka merundukkan sedikit punggungnya di kalimat terakhir.
"Tuh denger!" Shaina menyeletuk keras sambil menatap tajam Naufal. "Ngerjain tugas ilmiah! Bukan pacaran!"
"Oh ya? Masa?" tanya Naufal dengan nada menggoda. "udah pa, hukum aja, Shaina. Jangan percaya anak jaman sekarang pergaulannya bebas, bisa aja kan mereka ngibul doang padahal mah pacaran. Hayo abis ke puncak kan?"
Shaina mendelik seketika. "Mas gak usah ngarang yang engga-engga! Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan!"
Shaka lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah makalah dengan sampul warna biru muda. Shaka menunjukkan kepada Andika. "Itu sebagai buktinya, om, saya harap om tidak menghukum Shaina. Kalau memang ada yang harus bertanggung jawab, mungkin orang itu adalah saya. Karena saya, om tante dan mas jadi khawatir mencari Shaina. Sekali lagi saya minta maaf, dari hati."
Final. Andika lebih percaya Shaka dari pada Naufal yang hanya tau provokasi. Memang dasar kompor meleduk.
Selepas Shaka pulang, Shaina langsung mengganjal perut dan membersihkan badan. Tidak ingin diinterogasi lebih lanjut, Shaina mengunci pintu kamar dan tepar di tempat tidur untuk melepas penat. Tapi sayang matanya tidak bisa memejam karena sudah nyenyak tidur di gudang bersama Shaka. Oh, astaga, mengapa konyol sekali.
Shaina meraih ponselnya di atas nakas dan mengetikkan sebaris pesan singkat yang ditujukan pada nomor Shaka.
Shaina : shaka makasih ya, tadi udah bantuin
Tak lama, Shaina mendapat balasan.
Shaka : ya
Shaina : bisa agak panjang dikit?
Shaka : engga
Shaina : jadi definisi pdkt menurut lo kaya gini?
Shaka : mksd el
Shaina : lupain
Shaka : oh
Shaina : tau ga sih gw tuh pengen cekik elo sumpah, dari pertama masuk sekolah cuma lo murid sombong dan tengil yg selalu jual mahal gamau diajakin adu panci
Shaina : *panco
Shaka : masa
Shaina : tau ah capek ngomong ama lo
Shaka : gw cuma ngetik ga ngomong
Shaina : terserah ga peduli bodo amat
Shaka : gw ga sombong
Shaina : terus? down to earth? mendarat ke tanah?
Shaka : nyusruk dong
Shaina : pinter hahaha
Shaka : bau
Shaina : hebat banget bisa sampe situ
Shaka : hm
Shaina : bisa ngobrol baik-baik ga sih ka?
Shaka : capek
Shaina : yaudah selamat tidur
Shaka : blm ngntk
Shaina : ga ngerti gw maunya lo tuh gimana, ngajak ribut mulu perasaan, jangan² nyokap lo dulu ngidam kanebo
Shaka : hahaha
Shaina : tawa lagi seriusan ka
Shaka : dasar aneh
Shaina : baru pdkt aja udah sepet kaya gini ga kebayang banget gimana jadinya kalo pacaran sama lo shaka
Shaka : gausa dibayangin
Shaina : tapi gw pengen bayangin
Shaka : oh
Shaina : kalo laper makan dulu
Shaka : udah
Shaina : kenapa lo gamau nyari topik ngobrol sih ka dari tadi cuma gw terus yg ngoceh lo gamau nanya² apaan
Shaka : engga
Shaina : ga seru deh shaka
Shaka : block aja
Shaka : chat yg lain
Shaina : ga ah males
Shaina : gw minta maaf ya ka soal yg di gudang tadi gw udah lancang maen peluk² lo abisan gw takut gelap
Shaka : gpp
Shaina : cie seneng dipeluk orang syantiq
Shaka : mimpi
Shaina : gw belum bobo ka, masih melek
Shaka : bodo
Shaina : besok panco lagi ya ka gw tunggu di kelas
Shaka : mls
Shaina : oke besok kita panco
Read.
Shaina membalikkan badannya menatap langit-langit. Kalau dipikir-pikir Shaka lucu juga. Meski di luar dia cuek, tapi saat berhadapan dengan Andika tadi Shaka begitu gentle dan sopan, tak disangka. Dari sekian banyak cewek di sekolah, hanya Shaina yang sedikitnya masih direspon.
Menakjubkan, Shaina jadi bangga diri.

Book Comment (91)

  • avatar
    milakarmilah

    keren bgt cerita nya ..ga ribet,ga drama,singkat padat n jelas,suka banget aku...sukses selalu kakak🥰

    26d

      0
  • avatar
    Puspa

    bagus saya suka shaina

    11/08

      0
  • avatar
    MaurantiVia

    kayaknya seru ini cerita

    30/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters