logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 7 Perasaan

"Lo jauh-jauh dari Damar." Tara menaikkan sebelah alisnya, menatap gadis di depannya tak suka.
"Siapa lo ngatur-ngatur gue?" Tia berdecih sinis. Dia maju memperkikis jaraknya dan Tara, hingga punggung Tara menyentuh tembok.
"Lo lupa peran gue kali ini apa?" Tangan Tara mengepal kuat, menahan agar tak menonjok wajah seorang di depannya ini.
"Lo juga lupa peran gue di dunia nyata itu apa?" Tia mengedikkan bahu, lalu mundur memberi jarak dengan Tara.
"Gue enggak peduli, yang terpenting Damar sekarang lebih deket sama gue," ucap Tia tersenyum penuh kemenangan. Tara membenarkan hal itu, memang mungkin kali ini Damar sedang tak mengingatnya, mungkin suatu saat nanti Tara akan merebut posisinya kembali.
"Jangan harap Damar kembali sama cewek menyedihkan kayak lo!" Tia melangkah pergi dari hadapan Tara. Tara menghela napas kasar, ingin sekali menjambak rambut Tia. Namun, Tara masih waras untuk tidak mencari keributan di sekolah.
Dengan langkah cepat dia kembali ke kelas. Moodnya sudah terlanjur hancur, bahkan niatnya ingin ke toilet hilang sudah karena melihat wajah menyebalkan Tia.
Di dalam kelas Sean tak henti-hentinya melihat ke arah pintu. Dia khawatir dengan Tara, apa lagi setelah mendengar jika Tara sering dibully karena hubungannya dan Damar yang telah usai. Sean jadi heran, kenapa banyak sekali orang-orang yang menyukai seseorang seperti Sean.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam!"
Sean bernapas lega saat melihat Tara masuk ke dalam kelas, apa lagi melihat Tara yang sepertinya baik-baik saja. Tak lama tatapan keduanya bertemu, tetapi kenapa Sean merasa tatapan Tara berubah dari dia ke luar dari kelas tadi.
"Kenapa?" tanya Sean tanpa suara. Tara menggeleng pelan, sambil tersenyum tipis.
"Kenapa?" Rio yang menatap Sean penasaran. Pasalnya sedari tadi teman sebangkunya itu seperti tak konsentrasi belajar.
"Enggak, kok," elaknya. Rio mengangguk, kembali melanjutkan pelajarannya.
Entah perasaan Sean atau benar. Semakin ke sini Sean jadi semakin khawatir dengan Tara. Dia juga merasa kesal dengan Damar yang selalu menolak Tara, dan tak segan membuat gadis itu patah hati.
"Belajar yang bener, Yan." Rio menyenggol lengan Sean, membuat sang empunya kaget.
"Eh iya," balasnya seadanya. Setelah itu Sean memilih kembali belajar, mungkin nanti dia akan menanyakan kepada Tara secara langsung.
                                   ***
"Jadi kenapa muka lo asem gitu?" Tara mencebik kesal mendengar pertanyaan Sean. Padahal Tara merasa dirinya biasa saja.
"Damar lagi?" tebak Sean. Kali ini Tara menggeleng, sepertinya tak semua masalah harus dia ceritakan kepada Sean.
"Jangan sungkan cerita kalau ada masalah." Mendengar itu Tara tersenyum hangat. Walau baru saja bertemu Sean sudah sangat baik dengannya, sejujurnya Tara sangat nyaman berada di dekat cowok itu.
"Lo juga," ucap Tara.
"Pasti," yakin Sean.
"Lo beneran enggak mau ke kantin?" tanya Sean. Pasalnya setelah bel istirahat berbunyi, Tara malah mengajaknya ke taman belakang sekolah.
"Enggak laper, tapi kalau lo laper ke kantin aja." Tara jadi merasa tak enak dengan Sean. Namun, Sean malah merasa biasa-biasa saja.
"Enggak laper juga, kok," balasnya.
Tara mengangguk, dia menatap bunga-bunga berwarna kuning di depannya sambil tersenyum lebar. Semua itu tak lepas dari perhatian Sean.
"Lo suka bunga?"
Tara mengangguk sebagai jawaban, "dulu Damar sering banget bawa bunga untuk gue." Senyum Sean luntur. Bukan tanpa alasan, dia merasa tak tega melihat Tara yang selalu murung jika membahas Damar.
"Gue juga bisa kasih bunga untuk lo."
"Enggak usah," tolak Tara. Lagi pula bunga-bunga dari Damar masih sangat banyak di rumahnya.
"Yah, padahal gue mau berniat baik." Sean pura-pura kecewa. Tara hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Sean, dia merasa beruntung mendapatkan teman seperti Sean.
"Lo bahagia gue juga bahagia, kok," ucap Tara. Tanpa Tara ketahui ucapan gadis itu sangat berefek kepada jantung Sean. Namun, Sean sangat pintar menyembunyikan perasaannya.
"Dulu Damar sama kayak lo."
"Gue?" Sean menunjuk dirinya sendiri tak yakin, mana mungkin sama dilihat dari mana pun Sean pastinya yang lebih tampan. Menurut ibunya.
"Iya," ucap Tara yakin. Sean memilih diam, menunggu Tara kembali bersuara.
"Dia selalu bersikap hangat. Dia itu baik banget ke semua orang." Dapat Sean lihat kesedihan dalam mata Tara. Sean sangat paham, siapa yang masih baik-baik saja saat orang yang sangat disayang melupakan mereka.
"Makasih udah mau jadi temen gue," ucap Tara tulus. Dia tersenyum lebar ke arah Sean hingga kedua matanya menyipit. Otomatis Sean juga ikut tersenyum melihat senyum itu, Sean rasa senyuman Tara mudah menular.
"Kalau enggak ada lo, gue enggak tau harus cerita semuanya ke siapa. Makasih banyak."
"Kembali, tapi ini emang udah kewajiban gue. Kita enggak tau kapan ajal menjemput, karena itu gue pengen kasih kesan baik ke orang-orang terdekat gue," ucap Sean membuat Tara menatapnya tak paham.
"Jangan bilang gitu, dong. Ucapan adalah doa tau," rajuk Tara tak suka. Tara benar-benar benci dengan yang namanya perpisahan.
"Bercanda," elak Sean sambil tertawa kencang. Tara diam hanya menatap wajah Sean, walau pun Sean sudah mengaku bercanda. Kenapa Tara masih ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"Ke kelas, yuk." Sean menarik tangan Tara lembut. Mengajak Tara masuk ke dalam keras mereka. Tara masih bungkam, kedua matanya memperhatikan tangan mereka yang saling bertautan. Entah kenapa Tara tak ingin melepaskannya.
Sosok di balik tembok mengepalkan tangan, merasa tak suka melihat kebahagiaan Tara dan Sean.
"Sama sekali enggak cocok," ucapnya kesal.

Book Comment (73)

  • avatar
    Iamraaaaa2

    sukak bangettttt terimakasih udah mau buat cerita ini ya kak🥺❤️ btw masih ada kelanjutan ceritanya nggak kaak?kalo ada gak sabar banget nungguin nya

    25/01/2022

      2
  • avatar
    DandelionSenja

    Ceritanya seru, greget juga. Makasih buat Author yang udah buat cerita sebagus ini🤗❤️🔥

    25/01/2022

      3
  • avatar
    CooWalz

    bagussssss

    14d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters