logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Hilangnya opor ayam


SATU ATAP DUA DAPUR
BAB 3
"Mas Rudi," lirihku.
"Ada apa ini. Apa yang terjadi sebenarnya? Kudengar tadi kalian ribut." Selidik Mas Rudi.
"Itu Mas ...."
"Oh itu tidak ada apa-apa kok! Kita hanya sedang bercanda, ya, kan!" sela Ibu. Belum sempat aku melanjutkan kalimatku, tapi  Ibu sudah menyela ucapanku. Yang aku heran kenapa Ibu berbohong.
" Eh ... i-iya mas," jawabku terbata. Karena terkejut dan belum sempat menyiapkan jawaban.
"Oh ...." Mulut Mas Rudi membulat.
"Kok, kamu balik lagi, Rud?" tanya Ibu pada putranya, yang tak lain adalah suamiku.
"Itu, Bu, ada berkas yang ketinggalan." 
Aku berlalu meninggalkan mereka, aku teringat cucianku tadi, mungkin sedari tadi sudah berhenti mesinnya. Karena kejadian tadi aku sampai kelupaan kalau cucianku belum dijemur. Segera ku bawa cucian ke belakang intuk kujemur.
"Dek, apa kamu melihat berkas yang Mas taruh di atas meja rias," tanya Mas Rudi seraya menghampiriku ke belakang. 
"Iya, Mas. Tadi aku simpan di rak buku dekat lemari pakaian," jawabku agak malas. Entah kenapa kejadian tadi membuat mood ku jadi berubah.
"Kamu kenapa, Dek? Kok, ketus gitu jawabnya." 
"Mas itu yang kenapa? Tadi pagi kenapa Mas pergi gitu aja, tanpa mengucapkan salam lagi. 
"Oh, tadi pagi Mas kan buru-buru. Mas minta maaf, ya!  
"Mas marah sama aku?" 
"Gak kok, mas cuma agak sedikit jengkel tadi. Udah dong, kan sudah minta maaf. Mas balik kantor lagi, ya!" Dikecupnya kening ini. Sebelum ia berangkat kembali ke kantor.
Akhirnya selesai juga. Aku merebahkan badanku sejenak. Aku mau bersantai sejenak menonton tv. Karena kupikir semua pekerjaan rumah sudah selesai ku kerjakan. Tak terasa adzan dzuhur sudah berkumandang. Aku bangkit dari kasur lantai. Kumatikan tv, segera kutunaikan salat zuhur. Usai salat, perutku rasanya keroncongan minta segera di isi. 
Aku terkejut saat membuka tutup panci. Kok, ayamnya tinggal sepotong? Seingatku tadi pagi aku masak opor ayam lumayan banyak. Karena pikirku bisa dihangatkan untuk makan malam nanti, supaya aku tak repot masak lagi.
Akhirnya kuputuskan untuk menggoreng telur saja. Karena perutku rasanya sudah keroncongan. Telur ceplok dan sambel bawang, sudah selesai kubuat. Ditambah nasi hangat rasanya pas sekali. Sampai aku nambah dua kali. Selesai makan piring kotor bekasku tadi, langsung kucuci. Dan seperti biasa tempat cuci piring akan penuh dengan piring dan perabot kotor. Karena Ibu selesai masak tidak langsung mencucinya. Sebenarnya aku juga kasihan sama Ibu. Tak pernah Erna membantunya di dapur, jangankan mencuci semua piring kotor, bekas dia makan saja tak pernah mau mencuci. Dan jelas Ibu lah yang mengerjakannya sendiri. Tak jarang pula aku yang mencucinya, sekalian punyaku pikirku. Tapi entah mengapa aku tak pernah ada benarnya di mata Ibu.
Piring sudah bersih. Kupisahkan punyaku dan punya Ibu. Saat hendak menata piring punya ibu, aku melihat tudung saji Ibu sedikit terbuka, aku berniat membetulkan posisinya,  aku heran, kulihat dari celah tudung yang terbuka ada semangkuk opor di meja makan Ibu. Dan aku ingat betul warnanya sama persis seperti punyaku. Seingatku tadi pagi ibu hanya masak telur balado. Aku sudah menduga pasti Ibu yang telah mengambil lauk milikku. Bukannya aku tak mau berbagi dengan Ibu. Tapi Ibu sendiri yang selalu menolak bila aku memberi lauk padanya. Namun selalu begitu, bila tak ada aku, Ibu akan mengambilnya, dan apakah pantas bila mengambil secara diam-diam bukankah ini sama saja dengan mencuri.
***********
Sore hari aku duduk santai di teras rumah, sambil minum kopi ditemani kue brownies yang kubeli tadi. Sekalian menunggu Mas Rudi pulang.
Rumah kelihatan sepi, karena Ibu lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kamar, entah apa yang dia lakukan. 
Tak lama aku mendengar bunyi sepeda motor. Dan rasanya lega sekali melihat kekasih halalku sudah pulang kerumah. Ku cium punggung tangan lelaki yang sudah bersamaku selam dua tahun.
"Mas duduk dulu ini sudah kubuatkan kopi untukmu." Aku meraih tas kerja suamiku. Kuletakkan di meja.
"Mas mau mandi aja, Dek. Gerah!"
"Ya sudah kalau begitu." Aku ikuti langkah suamiku, masuk kedalam rumah. 
Hemmm wangi sabun menguar, itu pertanda suamiku sudah selesai mandi. 
"Uh, ganteng sekali suamiku ini," ucapku seraya memegang pipinya gemas.
"Dari dulu, kan aku emang ganteng," jawabnya sambil menaik turunkan alisnya. 
"Mas mau makan sekarang?" tanyaku padanya.
"Iya, Dek, boleh."
 
Kuhangatkan sisa lauk yang hanya tinggal sebiji. Aku juga menggoreng telur untuk lauk makan. Aku tak pernah pilih-pilih kalau soal makanan. Apa aja aku makan yang penting halal.
"Ini, Mas." kuisi piring Mas Rudi dengan nasi dan lauk, tak lupa pula kusiapkan yeh hangat sebagai pendamping makan. Karena Mas Rudi sudah terbiasa kalau makan harus ada teh hangat sebagai minumnya.
"terima kasih, Dek. Mana krupuknya?" tanyanya padaku, tak lengkap memang bagi Mas Rudi bila makan tak ada kerupuknya, kurang nikmat katanya. Segera ku ambilkan kerupuk yang tadi kugoreng. Dan belum sempat ku masukkan ke toples. Karena kelupaan.
"Ini, Mas krupuknya." Kuletakkan setoples penuh krupuk di samping piring Mas Rudi. Aku juga segera menyendokkan nasi ke dalam piringku, karena perutku juga sudah keroncongan minta diisi.
"Loh, Adek kok lauknya cuma telur dadar. Memang sudah habis ayamnya?" 
"Hmm itu tadi siang Adek makannya lahap hingga nambah dua kali, jadi Adek cuma menyisakan satu potong ayam untukmu, Mas, maafkan aku ya Mas!" jawabku berbohong. Karena aku juga bingung mau menjawab apa. Tidak mungkin, kan kalau aku bilang ayamnya di ambil Ibu. Mana mungkin dia percaya. Lebih baik aku diam saja.
"Iya, Dek. Yaudah besok masak lagi aja Dek!" ujar suamiku, padahal mulutnya masih penuh makanan.
Tak lama kudengar sepeda motor Erna. Dia baru saja pulang kerja. Sudah kebiasaanya masuk rumah tanpa mengucapkan salam. Tak lama kemudian kulihat Ibu dan Erna duduk di meja makan milik Ibu. Nampak mereka lahap sekali makan dengan lauk opor ayam yang sebenarnya adalah miliku. 
Selesai makan aku segera mencuci piring kotor. Sudah menjadi kebiasaanku tak pernah menumpuk piring kotor. Kulirik Ibu yang menampakkan ekspresi yang berbeda. Cepat-cepat ia menutup tudung saji. Kelihatan sekali kalau ibu takut, ketahuan sengaja mengambil lauk punyaku.
"Dek, ini gaji Mas bulan ini!" Mas Rudi menyerahkan amplop warna coklat padaku. Ya, hari ini emang tanggal gajian. Dia akan menyerahkan gajinya padaku, namun sebelumnya separuhnya diberikan pada ibu mertua. Aku tak pernah keberatan, soal itu karena aku berpikir bahwa ibu memanglah tanggungan suamiku.
"Terima kasih, Mas." Kuterima Amplop dari tangan suamiku. 
"Ya sudah ayo istirahat. Sudah malam." sebelum tidur Mas Rudi mengecup keningku.
Suamiku sudah mendengkur, aku berniat mengisi air minum. Karena kebiasaanku selalu menyediakan air minum di kamar, jaga-jaga bila haus. 
Dari kejauhan aku melihat ibu berdiri di dekat kompor milikku. 
Apa yang sedang ibu lakukan, batinku.
bersambung ....

Book Comment (39)

  • avatar
    Slamet Budiono

    jadi ga sabaran kelajutanya suka banget ceritanya kehidupan rumah tangga bikin jengkel sm mertuanya bikin yng berani tu mantunya biar ga dizollmi terus biar mertuanya takut 👍👍👍👍jangan terlalu lama nunggu kelanjutanya sukses mantap sekaleeee

    21/01/2022

      4
  • avatar
    MirulBotak

    good

    14d

      0
  • avatar
    TriyanaRiska

    jadi ngga sabar cerita berikutnya

    21d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters