logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

FAKTA YANG TERUNGKAP

BAB 6
FAKTA YANG TERUNGKAP
“Buka saja!” sahut Revan santai.
Perlahan, Zha pun membukanya. Dan dia tampak sangat terkejut saat mengetahui isinya.
"Mas, ini …." Zha tak dapat melanjutkan ucapannya. Lidahnya terasa kelu. Sebuah ponsel keluaran terbaru kini ada ditangannya. Dia ingat betul, beberapa waktu yang lalu Jessica pernah ngambek karena ingin mengganti ponselnya dengan model yang seperti itu, namun Pamannya tak mau mengabulkannya karena harganya yang terlampau mahal. Zha tahu karena Jessica pernah memperlihatkan gambarnya.
"Gunakan itu agar kita lebih mudah berkomunikasi! Aku sudah menyimpan nomor ponselku disana!" ujar Revan.
"Apa ini tidak terlalu berlebihan, Mas?" tanya Zha lirih. Revan tersenyum tipis. 
"Tidak ada yang berlebihan. Sudah bisa cara menggunakannya?" tanya Revan.
Dengan malu-malu, Zha menggelengkan kepalanya. Selama ini, dia hanya menggunakan ponsel jadul.
"Mendekatlah! Akan aku ajari!" ujar Revan.
Perlahan, Zha menggeser posisi duduknya mendekati Revan, namun masih menyisakan jarak. Dengan telaten, Revan menjelaskan fitur-fitur penting dalam ponsel tersebut dan cara menggunakannya. Tanpa terasa, waktu berlalu dengan cepat. Kini, mereka telah tiba di depan rumah paman Zha.
"Aku pulang dulu, Mas!" pamit Zha.
"Tunggu! Aku akan mengantarmu masuk!" sahut Revan.
"Gak usah, Mas! Aku bisa sendiri kok!" sahut Zha. Dia merasa tak enak merepotkan Revan. Apalagi, dengan kondisi Revan sekarang, pasti sulit naik turun kendaraan.
"Aku sudah meminta kamu untuk menginap. Jadi, aku yang akan mengembalikan kamu!" ujar Revan.
Zhapun menganggukkan kepalanya. Setelah Revan turun dari mobil, mereka masuk ke dalam rumah dengan dibantu Pak Agus.
Sebelum mereka benar-benar masuk kedalam rumah, samar-samar mereka mendengar suara keributan.
"Ibu, sakit!" teriak Jessica.
"Aduh, Hil! Ibu harus bagaimana ini?" ujar Linda panik. 
"Assalamualaikum! Bibi!" teriak Zha, lalu melangkah masuk ke dalam rumah. 
"Bi, Jessica kenapa?" tanya Zha sambil melongok ke dalam kamar Jessica.
"Zha, untung kamu sudah pulang! Cepat hubungi paman kamu! Kasihan Jessica, dia dari tadi teriak-teriak kesakitan!" ujar Linda panik.
"Memangnya dia sakit apa, Bi?" tanya Zha.
"Sudah, gak usah banyak tanya. Cepat hubungi paman kamu!" bentak Linda.
"I—iya, Bi!" sahut Zha gugup.
"Gak usah! Biar kami yang mengantar Jessica ke rumah sakit!" sahut Revan yang tiba-tiba sudah ada di dekatnya. Bahkan Zha pun sempat melupakan keberadaannya karena ikut panik.
"Mas Revan!" ujar Zha lirih.
"Pak Agus, tolong bantu mereka mengangkat Jessica, ya!" perintah Revan.
"Iya, Mas!" sahut Pak Agus.
Dengan dibantu Pak Agus, Zha membopong tubuh Jessica masuk ke dalam mobil. Linda pun mengikuti mereka dari belakang. 
Jessica diletakkan di bangku belakang ditani Zha dan Ibunya. Sedangkan Revan duduk di bangku depan bersama Pak Agus. Setelah semuanya siap, Pak Agus segera meluncur menuju rumah sakit terdekat. Sepanjang jalan, Jessica tak henti-hentinya terus berteriak kesakitan.
Sesampainya di rumah sakit, Jessica segera ditangani. Linda dan Zha menunggu di depan dengan cemas. Tak lama kemudian, Hendra pun datang.
"Bu, ada apa ini? Apa yang terjadi?" tanya Hendra.
"Ibu juga gak tahu, Pak! Tadi Jessica tiba-tiba saja teriak-teriak kesakitan gitu!" sahut Linda sambil menunduk. 
"Sebaiknya kita tunggu saja hasil pemeriksaan dokter, Pak!" sahut Revan.
"Iya, Nak Revan! Terima kasih sudah mengantar mereka kesini!" ujar Hendra
"Sama-sama, Pak!" sahut Revan.
"Sebaiknya Nak Revan pulang saja! Bapak tidak mau merepotkan!" ujar Hendra lagi.
"Ya sudah, Pak! Kalau begitu, saya pamit dulu! Assalamualaikum!" ujar Revan.
"Waalaikumsalam!" sahut Hendra dan Zha bersamaan. Kini, tinggal mereka bertiga yang menunggu di depan ruang pemeriksaan.
“Keluarga Nona Jessica!” panggil seorang perawat.
“Kami, Sus! Bagaimana keadaan putri saya?” tanya Linda panik.
“Silahkan temui dokternya langsung! Beliau menunggu Anda di ruanganny! Mari saya antar!” ujar perawat tersebut, lalu segera melangkah. Linda pun segera mengikuti langkah perawat.
“Zha, kamu disini dulu! Biar paman dan bibi yang menemui dokter!” pesan Hendra, lalu segera mengikuti langkah istrinya.
“Iya, Paman!”sahut Zha. 
“Silahkan masuk!” ujar perawat tersebut setelah mereka tiba di depan ruang sang dokter.
“Selamat pagi, Pak! Selamat pagi, Bu!” sapa dokter itu ramah.
“Selamat pagi, Dok!” sahut Hendra dan Linda serentak.
“Dok, apa yang terjadi dengan putri saya?” tanya Hendra penasaran.
“Begini, Pak, Bu! berdasarkan hasil pemeriksaan, Nona Jessica mengonsumsi obat yang mengakibatkan kontraksi pada kandungannya. Syukurlah, kandungannya masih selamat, tapi untuk saat ini kondisi Nona Jessica cukup lemah. Jadi, dia harus dirawat!” ujar sang dokter.
“Kandungan, Dok? Maksudnya bagaimana?” tanya Hendra bingung . Dia memandang dokter dan istrinya secara bergantian.
“Begini, Pak. Putri Anda sedang hamil. Usia kehamilannya tujuh minggu,” sahut dokter tersebut.
“Hamil, Dok?” tanya Hendra lagi. Dia masih belum percaya dengan pendengarannya.
“Benar, Pak. Apa Anda tidak tahu jika putri Anda sedang hamil?” tanya Dokter itu lagi. Hendra menggeleng lemah.
“Wanita yang sedang hamil tidak boleh mengonsumsi obat secara sembarangan. Jadi, jika sedang sakit, lebih baik memeriksakan diri ke dokter,” ujar dokter tersebut memberi penjelasan.
“Baik, Dok, terima kasih penjelasannya!” sahut Hendra lemah.
Dokter tersebut tersenyum tipis.
“Sama-sama, Pak! Sekarang, silahkan diurus administrasinya dahulu! Suster akan segera memindahkannya ke ruang perawatan!” ujar dokter itu lagi.
“Baik, dok!” sahut Hendra, lalu segera bangkit dan melangkah menuju bagian administrasi. Setelah selesai, dia kembali ke tempat Zha dan istrinya menunggu.
“Linda, ada yang mau kamu katakan?” ujar Hendra kepada istrinya. Linda terdiam. Dia takut dengan kemarahan sang suami.
“Linda!” bentak Hendra.
“Paman, jangan berteriak! Ini rumah sakit!” ujar Zha mengingatkan. 
Untuk pertama kalinya, Linda merasa sangat bersyukur dengan kehadiran Zha. Tak lama kemudian, seorang perawat keluar dengan membawa brankar Jessica dan membawanya menuju ruangan yang telah disiapkan. Hendra, Linda, dan Zha pun mengikuti langkah perawat tersebut.
“Sekarang katakan yang sebenarnya!” ujar Hendra lagi kepada istrinya setelah mereka berada di ruangan Jessica.
“Jangan bilang kamu tidak tahu apa-apa!” lanjut Hendra. Linda menunduk. 
“Maafkan Jessica, Yah! Dia memang sudah melakukan kesalahan besar, tapi dia tetap anakmu!” ujar Linda lirih.
“Paman, Bibi, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Zha bingung.
“Jadi benar kalau Jessica hamil?” tanya Hendra tanpa menghiraukan pertanyaan Zha.
“Ya Tuhan!” ujar Zha lirih.
“Iya, Yah!” sahut Linda lirih.
“Dengan siapa?” tanya Hendra lagi.
“Pacarnya yang baj*ngan itu?” lanjut Hendra.
“Iya, dengan pria itu!” sahut Linda.
“Lalu, dimana dia sekarang? Kenapa tidak menemui aku?”
“Dia ... tidak mau bertanggungjawab!” sahut Linda lirih.
Hendra tersenyum sinis. 
“Sudah kuduga. Dia itu bukan pria baik, kamu saja yang ngeyel. Lihat sendiri kan akibatnya!” omel Hendra.
“Yah, sudahlah, jangan bicara seperti itu! Kasihan Jessica!” sahut Linda.
“Iya, bela saja terus anak kamu itu!” sahut Hendra.
“Ibu ... sakit!” panggil Jessica lirih.
“Jessica, kamu sudah sadar, Nak?” sahut Linda sambil menitikkan air mata. Dia tidak tega melihat putri kesayangannya mengalami kesakitan seperti ini.
“Sakit, Bu!” ujar Jessica lagi.
“Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja!” sahut Linda.
“Apa bayiku sudah mati, Bu? Rencana kita berhasil, kan?” tanya Jessica. Linda menggelengkan kepalanya. 
“Jadi, obat itu, sengaja diminum untuk menggugurkan kandungannya. Benar, bukan?” tebak Hendra.
Jessica menoleh. Dia tampak terkejut mendapati sang ayah ada disana juga. Tadi, dia tak terlalu memperhatikan.
“Yah, Jessica masih muda. Masa depannya masih panjang. Ibu tidak mau dia putus kuliah gara-gara hamil,” sahut Linda.
“Harusnya semua itu dipikirkan sebelum melakukannya!” sahut Hendra sinis.
“Sudahlah, yah! Daripada ayah seperti ini, sebaiknya ayah mencari solusi untuk Jessica!” sentak istrinya.
“Solusi seperti apa yang kamu harapkan? Membantu dia menggugurkan kandungannya? Mau nambah dosa lagi?” bentak Hendra tak kalah kerasnya.
“Paman, jangan berteriak!” ujar Zha mengingatkan.
“Kamu dengar sendiri kan tadi. Jessica hamil dan mereka berusaha menggugurkan kandungannya!” sahut Hendra frustasi.
“Iya, Paman, aku juga dengar kok! Daripada bertengkar, lebih baik kita cari solusinya sama-sama!” sahut Zha.
Hendra mengusap wajahnya frustasi. Linda menggenggam jemari putrinya untuk menguatkan.
“Jessica!” panggil Hendra.
“Iya, yah!” sahut Jessica lirih.
“Hubungi Marchel! Suruh dia temui ayah!”
“Dia tidak akan mau, Ayah!” sahut Jessica lagi.
“Bagaimana bisa dia seperti itu? Dia harus bertanggungjawab!” bentak Hendra.

Book Comment (80)

  • avatar
    MardianaDina

    cerita nya bagus saya suka baca nya

    29/07

      0
  • avatar
    kayukuiki

    aku mau diamond gratis soal nya diamond ku jadi nol karena diambil orang yang tidak dikenal karena dia mempu nyai diamond dia jadi sultan

    29/07

      0
  • avatar
    Alfaijin Ramadhan

    100

    28/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters