logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

MENERIMA LAMARAN

BAB 2
MENERIMA LAMARAN
"Jangan, Mas!" cegah Jessica.
"Kenapa? Aku harus minta penjelasan sama dia!"
"Jangan sekarang, Mas! Tolong, jangan rusak acara ini, kasihan ayah dan Ibu, mereka pasti malu."
"Aku gak bisa diam saja, Jes. Zha sudah menghianati janjinya!" ujar Abimanyu frustasi.
"Aku tahu, Mas! Tapi, tolong, jangan sekarang! Mas bisa menanyakannya besok! Untuk sekarang ini, biarkan mereka bertunangan dulu!" ujar Jessica lagi.
Tiba-tiba, dua buah mobil datang dan berhenti tak jauh dari mereka. Mobil pertama berisikan Bu Danita, Revan, seseorang yang mendorong kursi rodanya waktu itu, dan seorang gadis kecil. Mobil yang lain berisikan sepasang suami istri yang usianya gak beda jauh dengan Revan.
"Itu calon suami Zha?" tanya Abimanyu.
"Benar, Mas. Pria di kursi roda itu calon suaminya!" sahut Jessica.
Abimanyu memandang pria itu penuh rasa cemburu. Meskipun terlihat dari keluarga kaya, pria itu hanyalah pria cacat. Lagipula, umurnya pun jauh diatas Zha.
"Sebaiknya Mas Abimanyu pulang! Besok saja kesini lagi!" usir Jessica, lalu dia pun segera melangkah dan bergabung dengan keluarganya yang hendak menyambut kedatangan tamunya di teras.
Hendra, Linda, Zha, dan Jessica telah berdiri di teras. Dengan senyum merekah,mereka menyambut kedatangan tamunya. Tanpa sengaja, Zha melihat keberadaan Abimanyu. Untuk sesaat, dia tertegun. Pandangan mereka saling bersiborok. Abimanyu memandang Zha penuh kekecewaan. Tak kuat menatap mata sang kekasih hati yang terluka, Zha segera mengalihkan pandangannya. Dia mengalihkan perhatiannya kepada tamu mereka yang baru saja tiba.
“Assalamualaikum!” ujar tamu mereka.
“Waalaikumsalam! Mari, Bu Danita, silahkan masuk!” ujar Linda ramah.
“Terima kasih, Bu!” sahut Bu Danita, salah satu tamu mereka. Bu Danita dan rombongannya segera masuk ke dalam rumah. 
Zha melirik sekilas. Wanita yang bernama Danita itu datang bersama dua orang pria. Seorang pria yang duduk di kursi roda sedang memangku anak kecil dan seorang lagi yang mendorong kursi roda tersebut.
“Bagaimana kabar Jeng Danita?” tanya Linda basa-basi.
“Alhamdulillah, kami sekeluarga sehat. Bu Linda sendiri bagaimana?” tanya Bu Danita balik.
“Alhamdulillah, kami sekeluarga juga baik, Bu!”
“Ini putri Pak Hendra? Wah, cantik sekali!” ujar Bu Danita.
Linda terdiam. Dia melirik sang suami. Hendra yang dilirik sang istri pun segera angkat bicara.
“Begini, Bu Danita. Perkenalkan, ini Zha. Dia keponakan kami!” ujar Pak Hendra memperkenalkan diri.
“Apa keponakan? Apa maksudnya ini? Kita sudah sepakat menjodohkan anak-anak kita, bukan keponakan kamu!”
“Mohon maaf, Bu, biar kami jelaskan dulu!” ujar Hendra. Danita mendengus kesal.
“Baik, sekarang katakan, apa yang sebenarnya terjadi!” ujar Danita.
“Begini, Bu! Zha itu sudah saya rawat sejak kecil. Dia itu sudah seperti putri kandungku sendiri.”
“Tapi tetap saja, dia bukan putrimu!” sahut Danita.
“Benar, Bu, tapi putri kami belum mau menikah. Dia masih ingin melanjutkan kuliahnya!” ujar Hendra.
“Dia masih tetap bisa kuliah walau sudah menikah!” bentak Danita.
Linda mulai gelisah. Dia tidak mau putrinya jika harus menikah dengan pria itu. Meskipun dia terlihat tampan, tapi dia hanya pria lumpuh. Linda mulai berpikir.
“Kami tahu, Bu, masalahnya, anaknya belum mau menikah,” ujar Hendra.
“Mohon maaf, Bu! Apa yang dikatakan suami saya memang benar, putri kami belum mau menikah. Lagipula, dia sudah punya kekasih. Kami tidak tega memisahkan mereka. Kalau Zha, dia memang belum punya kekasih dan memang sudah ingin menikah. Bukan begitu, Zha?” ujar Linda sambil menyenggol lengan Zha.
“I__iya, Bu!” sahut Zha gugup.
“Sudahlah, Bu, aku gak masalah kok!” sahut Revan, pria disamping Danita yang duduk di atas kursi roda. Zha melirik pria tersebut. Meski tampak sudah berumur, namun pria tersebut masih terlihat tampan dan gagah. Tanpa sengaja, pandangan mereka bersiborok. Zha segera menundukkan pandangannya. Dia merasa sangat malu karena ketahuan memperhatikan pria itu.
“Kamu yakin, Van? Apa kita batalkan perjodohan ini? Biar Pak Hendra membusuk dalam penjara!” ujar Danita sinis.
“Jangan, Tante, saya mohon!” ujar Zha menghiba.
“Kenapa? Mereka memaksamu untuk menerima perjodohan ini, kan?” tanya Danita kepada Zha.
“Tidak, Tante! Ini murni keinginanku sendiri!” sahut Zha sambil menunduk.
“Benarkah?” tanya Danita tak percaya.
“Benar, Tante!” sahut Zha.
“Apa kamu tahu kalau anakku seorang duda dan sudah mempunyai seorang anak?” tanya Danita kepada Zha.
“Iya, Tante, saya sudah tahu.”
“Lalu, kenapa kamu masih mau menikahinya? Kamu masih muda!” tanya Danita.
“Karena saya tahu, dia adalah jodoh saya,” sahut Zha.
“Apa yang membuat kamu yakin kalau dia jodoh kamu?” tanya Danita lagi.
“Paman sangat menyayangi aku. Jika dia bukan pria yang baik, paman tidak mungkin mengizinkan perjodohan ini.”
“Nyatanya, pamanmu tidak tahu apa-apa mengenai putraku. Kamu hanya dijadikan penebus hutang paman kamu!” 
“Gak masalah, Tante, karena saya pun banyak berhutang dengan keluarga paman!”
“Jadi, ini ceritanya balas budi?” tanya Danita lagi.
“Bukan begitu, Tante! Saya ikhlas melakukannya tanpa paksaan dari siapapun!” ujar Zha lagi.
“Bagaiamana, Van?” tanya Danita kepada putranya.
“Aku gak masalah, Ma!” sahut Revan.
“Baik, karena putraku sudah setuju, mari kita tentukan saja tanggalnya!”
***
Pagi ini, Zha tetap melakukan tugasnya seperti biasa. Setelah selesai, dia segera berangkat ke kios bersama sang paman.
"Seharusnya kamu istirahat saja di rumah! Kamu pasti masih capek!" ujar Hendra.
"Aku gak papa, Paman! Mumpung aku masih disini, aku akan tetap bantu Paman!" sahut Zha sambil mengulas sebuah senyuman.
"Maafkan paman, ya! Gara-gara paman, kamu harus menanggung beban ini!" ujar Hendra sedih.
"Sudahlah, Paman! Jangan mikir macam-macam!"
"Lalu, bagaimana dengan Abimanyu? Dia pasti kecewa!" 
"Aku akan bicara dengannya, Paman! Seharusnya aku menceritakan semua ini sejak awal!" ujar Zha menyesal.
"Zha, kalau kamu mau membatalkan pertunangan ini, Paman ikhlas. Paman akan bicara sama mereka. Kamu berhak untuk meraih kebahagiaan kamu sendiri!"
"Paman, tolong dengarkan aku! Aku tidak pernah merasa terpaksa melakukan semua ini! Aku ikhlas. Pertunangan ini terjadi murni karena keinginanku sendiri. Jadi, paman tidak perlu khawatir!" ujar Zha. 
"Apa itu benar? Apa yang kamu katakan baru saja itu benar?" ujar Abimanyu yang tiba-tiba muncul di belakang Zha.

Book Comment (80)

  • avatar
    MardianaDina

    cerita nya bagus saya suka baca nya

    29/07

      0
  • avatar
    kayukuiki

    aku mau diamond gratis soal nya diamond ku jadi nol karena diambil orang yang tidak dikenal karena dia mempu nyai diamond dia jadi sultan

    29/07

      0
  • avatar
    Alfaijin Ramadhan

    100

    28/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters