logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Berlomba (Beautiful Memories)

Sinar matahari di siang hari masuk dari celah lubang tenda seolah membangun kan pria tampan yang tengah terlelap di sana.
Arjuna keluar setelah berganti pakaian. Tanpa mandi. Ya, tanpa mandi.
Terlihat Sam tengah mempersiapkan sarapan pagi, yakni daging rusa hasil buruan kemarin malam.
Meski seorang Raja, jika sedang berburu, nyatanya dari cara makan hingga alat makan Arjuna mendadak setara dengan sang kasim.
"Aish! Aku menyesal telah melepaskan harimau itu. Nyaris saja dia menjadi buruan ku. Itu bisa menambah koleksi."racau Arjuna memandang daging rusa itu. Tak lama dia pun melahapnya.
Sam tertawa kecil tanpa merendahkan rasa hormatnya kepada Arjuna,"Justru aku bersyukur Yang Mulia, aku jadi tidak usah repot memancing."ucapnya sambil menyodorkan minum untuk sang raja.
"Saya benar-benar tidak suka memancing! Itu membuat saya frustasi sendiri!"racau Sam kemudian mulai menyantap satu potong daging rusa yang ada di tangannya.
Laki-laki itu pun ikut tertawa,"Memancing bisa melatih kesabaran. Tapi,"ucap Arjuna karena menelan daging itu terlebih dulu.
"Melihat mu, Ternyata memancing itu lebih pada pengukur kesabaran seseorang."dia tertawa di sela kunyahan. Jika saja pria itu melakukannya di Istana, sendok bakul dipastikan akan melayang mengenai keningnya. Akibat Ibu Suri.
"Saya pikir memang saya tidak ahli dalam hal memancing,"Sam membela diri.
Sebenarnya pria paruh baya ini bukan benci menunggu. Tapi dirinya benci ketika sudah menunggu, tapi hal yang diinginkan tak kunjung datang. Miris kan?
Sam melanjutkan ucapannya,"Tapi itu tidak bagus dibanding dengan menjadi Kasim mu. Itu bisa lebih melatih seseorang untuk bersabar."
Arjuna samasekali tidak tersinggung, malah dia berkata,"Baiklah, jika menurut mu bagus, aku tidak akan membiarkan mu pensiun!"
Skatmat! Sam merasa lehernya tengah dicekik sekarang.
"Ada apa Yang Mulia?!"tanya Sam melihat raut wajah Arjuna begitu resah.
***
Kasim itu baru saja menyiapkan segala keperluan untuk kembali ke kerajaan. Butuh waktu sekitar setengah hari. Jadi harus dipersiapkan dengan matang.
"Aku sedang memikirkan buruan emas ku yang berhasil kabur semalam."ucap Arjuna tidak sepenuhnya berbohong.
"Jika saja kita mengajak Permaisuri Kang ,tentu akan lebih mudah."celatuk Sam membuat dirinya langsung mendapatkan tatapan intimidasi dari Raja Jun.
⬅️⬅️⬅️⬅️⬅️⬅️⬅️⬅️⬅️⬅️⬅️⬅️⬅️⬅️
Sebagai selir yang tidak mendapatkan posisi yang istimewa di pemerintahan dikarenakan semuanya ditangani oleh Jenna selaku Permaisuri dan Shin sebagai ibu suri. Irene apa? Cuma bawang.
Gadis itu keluar dari aula nya, berjalan-jalan ke penangkaran kuda. Di sana dia bertemu dengan Arjuna dan Sam seperti hendak bersiap-siap melakukan sesuatu.
Tapi apa?! Dia pun juga tidak tahu.
Irene menyipitkan matanya, ketika Arjuna menghadap ke kuda yang secara otomatis punggungnya pun terlihat. Nampak banyak anak panah di sana.
Anak panah?
Pakaian nya juga tidak terlihat seperti seragam perang?!
Buntalan buntalan yang super banyak?!
Mata gadis itu langsung berbinar-binar.
Mereka akan berburu!!! Batin Irene senang.
Tak sabaran. Irene itu pun langsung menghampiri dan bertanya. Ternyata dugaannya seratus persen benar.
"Raja?! Apa aku boleh ikut?!"
Sontak pertanyaan itu membuat Sam dan Arjuna terkejut. Sam langsung menatap Arjuna sambil melambaikan tangannya berulang kali dengan ekspresi seperti kucing sariawan.
Irene mengikuti arah pandang Arjuna pun segera berbalik ke belakang, di sana Sam tengah bersiul ria, berpura-pura seperti tidak terjadi apa-apa.
Plak! Kasim menepuk kedua tangan.
"Apa ini?! Oh debu! Huh!"racau nya.
"Raja?!"panggil Irene mengajak nya berbisik.
"Kasim mu sedang apa? Sepertinya matanya sudah rabun. Melihat nyamuk pun dia kira debu!"
Arjuna berusaha menahan tawanya agar tidak meledak. Apalagi Irene sengaja mengeraskan suara agar kedengaran oleh si empu.
"Dia memang cepat tua!"balas Arjuna sok-sokan berbisik juga. Lantas mereka berdua langsung tertawa.
Tolong! Selalu saja Kasim ini menjadi korban kebiadaban mulut tuan dam nyonya kecilnya. Batin Sam nelangsa.
"Tidak, kau tidak bisa ikut!"tolak Arjuna berubah tegas. Padahal tadinya Irene mengira akan mudah mendapatkan mengizinkan Raja.
"Kenapa? Aku bisa berpanah. Anda juga tahu?!"
"Ini bukan hanya tentang berpanah! Ini lebih berbahaya dari luka anak panah! Di sana banyak hewan buas!"terang Arjuna sambil sedikit memperbaiki lengan baju nya.
"Aku juga bukan hanya sekedar bisa berpanah. Tapi terbukti sudah terampil. Bahkan sudah sangat jago."ucap Irene sedikit sombong. Bukan karena apa, Hanya ingin membujuk Raja saja. Ya, seperti inilah cara membujuk Raja.
"Benarkah?!"tanya Arjuna tak percaya bahkan smirk wajahnya nampak seperti meremehkan."Menurut ku kau hanya lebih jago saja dari Permaisuri Jie."lanjut nya.
"Bagaimana kalau kita lomba panahan? Jika Yang Mulia menang aku tidak akan ikut. Tapi jika aku menang, Yang Mulia harus mengizinkan ku berburu, dan membiarkan ku melakukan apa yang ku inginkan di sana. Bagaimana?"
"Jika aku menang kau tidak boleh ikut dan bersedia untuk mempersiapkan keperluan berburu ku seumur hidupmu!"
Abugile!
Raut wajah Irene seperti anak yang kena mental,"Hah apa?!"pungkasnya sambil mengelus-elus tengkuk,"Menurut ku itu tidak adil Yang Mulia."
"Kalau tidak mau ya sudah."Arjuna mengangkat bahu dan mulai menaiki kuda nya. Namun langsung dicegat oleh Irene.
"Tidak-tidak Yang Mulia. Baiklah saya siap!"ucap Irene siap sedia. Padahal hatinya cukup khawatir. Takut kalah.
Arjuna melepas tali itu dengan ekspresi menantang bercampur meremehkan bercampur menertawakan,"Baiklah!"responnya kemudian menatap sang Kasim.
"Aku baru saja meringankan pekerjaan mu jika aku menang. Do'akan agar Selir Kang kalah!"
"E-eh!"bunyi suara gadis itu tak terima.
Di sini juga Irene belum menunjukkan kemampuan yang sebenarnya. Dari jago panahan, berkuda, hingga membakar ikan di hutan rimba.
Sam duduk pinggir lapangan sambil menikmati berondong jagung. Meskipun begitu, hatinya tidak lepas untuk bermunajat kepada pemilik semesta agar Irene kalah. Lumayan, setiap Arjuna berburu dia tidak perlu menyiapkan segala keperluan berburu. Apalagi Arjuna selalu menuntut kesempurnaan dalam bekerja.
Tidak ada yang sempurna! Pikir nya.
"Bagaimana, siapa duluan?"tanya Raja bermaksud mengalah untuk urutan main.
"Silahkan Yang Mulia mulai lebih dulu."ucap Irene sebagai tanda hormat.
Baiklah apa boleh buat?! Aku akan cepat mengakhiri pertandingan ini! Batin Arjuna mulai menarik anak panahnya, matanya memicing untuk mengukur keakuratan arah anak panah. Batin Arjuna
Jleb!
Anak panah itu tertancap sempurna, dengan poin sepuluh. Begitu sempurna hingga membuat Irene sulit hanya untuk menelan ludah saja.
Astaga! Akurat sekali! Batinnya setelah memicingkan mata. Batinnya.
"Bagaimana?! Jika kau tidak ingin kalah kau harus menggeser anak panah ku itu."ucap Arjuna membuat pandangan Irene beralih.
"Aku akan memberikan kesempatan padamu. Jika kau menyerah sekarang aku akan membatalkan kesepakatan itu?!"
Gadis itu berusaha untuk percaya diri,"Tidak Yang Mulia. Pantang bagi ku untuk menyerah!"
Arjuna terkesan,"Nyali mu cukup kuat."
Irene mulai mengangkat busurnya, dan menarik anak panah itu sekuat tenaga. Mengukur keakuratan posisi anak panah milik Arjuna. Dia menghela nafas, meniup ujung anak panah itu.
Jleb!
Dak!
Semuanya terbengong melihat aksi yang dilakukan oleh gadis itu. Kecuali Irene sendiri, hatinya masih cemas karena takut kalah.
Wajah Arjuna tiba-tiba pucat,"Kasim periksa!"perintahnya, namun Irene segera mencegah.
"Tidak! Kasim Fuu adalah pendukung mu. Bisa saja dia berbohong nanti!"tolak Irene. Tak lama, matanya menemukan sosok penjaga pintu ruang latihan.
"Kau! Penjaga pintu! Raja menyuruh mu kemari!"teriak Irene menjual nama Raja.
Pria berseragam hitam itu lari terpogoh-pogoh hendak menghampiri namun malah di suruh belok oleh sang selir.
"Periksa saja papan target itu! Teriakan hasilnya kepada kami!"teriak Irene sama sekali tidak malu.
Gadis ini dibesarkan di mana? Di hutan?! Batin Arjuna seraya melirik gadis itu.
Dia tidak protes dengan kelakuan sang selir. Karena Irene adalah selir kesayangannya. Begitu juga dengan Jenna sebagai permaisuri kesayangannya. Ya iyalah. Orang mereka satu-satunya permaisuri dan selirnya.
"Satu anak panah patah terbelah dua dan satu anak panah tertancap di poin sepuluh!"teriak penjaga setelah memeriksa papan yang terjatuh itu.
"Aaa...aku menang! Aku menang! Aku menang!"teriak Irene sambil berjingkrak-jingkrak seperti anak kecil.
Arjuna menatap Irene seolah tak terima, dia segera menghampiri papan target itu karena masih tak percaya dengan kekalahannya. Sesampainya di sana, Arjuna membeku dengan wajah yang pucat.
Ini bukan hanya sekedar keterampilan, tapi ini keajaiban! Batinnya setelah melihat kenyataan.
Seumur hidup dia baru melihat ada anak panah yang berhasil membelah anak panah lawan sesempurna ini. Apalagi dilakukan oleh sang wanita.

Book Comment (29)

  • avatar
    Dicky Kecil's

    wow

    23/09/2022

      0
  • avatar
    Aryo

    bagus banget novel ya

    29/06/2022

      0
  • avatar
    PutraRafael

    mantap

    26/04/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters