logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Arjuna yang Sebenarnya

POV RAJA Xie Ar Juna
Aku masuk ke ruang penjamuan. Ternyata Permaisuri sudah tiba. Dia memberikan salam nya. Aku mengangguk kecil, dan sialnya sudut bibir ini tidak mau untuk tidak terangkat.
Apakah ini karena hati ku senang dengan keberadaan Permaisuri didepan ku? Namun jujur, aku terpesona dengan wajah cantiknya malam ini.
Aku memasang wajah ketenangan dan datar, tapi tiba-tiba bibir ini berucap,"Kau datang lebih awal?"
Meskipun sedikit terlambat untuk menjawab, dia menjawab dengan ulasan senyum manisnya,"Ya Yang Mulia, Saya tidak ingin terlambat."
Aku menyukai itu hingga kebablasan bertanya dua kali,"Kau sangat bersemangat dengan pertemuan ini hm?"
Dia terdiam cukup lama, menganggur kan pertanyaan ku yang kedua. Wajahnya begitu tenang dan mencerminkan sosok Permaisuri yang elegan dan tegas,"Saya ingin melakukan yang terbaik sebagai seorang_"
"Anakku!!!"seru Ibu ku tiba-tiba muncul dan membuat kalimat terakhir Permaisuri terselip di telinga akibat suaranya yang begitu menggelegar.
Aku tersenyum hangat kepada Ibu ku sendiri. Dengan pikiran tertuju pada kalimat terakhir Permaisuri.
Apa kelanjutannya? Seorang apa? Seorang istri? Seorang permaisuri?
Apa dia begitu antusias dengan pertemuan ini, karena ada aku didalamnya?! Jika seperti itu, aku senang.
Jika jawabannya seorang menantu? Itu tidak mungkin. Sewaktu-waktu Ibuku dan Permaisuri cukup sering berperang dingin menggunakan mulut mereka.
Ah, aku tidak ingin berpikir panjang. Akhir-akhir ini aku jarang menemui Ibu Suri, sebagai seorang anak aku sangat merindukan sosok yang telah melahirkan ku itu. Jadi aku langsung menanyakan kabarnya.
Aku berbincang sebentar dengan Ibu membiarkan gadis itu sendirian tanpa teman.
Tidak tahu alasan mengapa Ibu mengajak kami makan malam bersama. Namun yang pasti ada hal penting yang akan disampaikannya.
"Junnie-ah."panggil Ibu seperti tengah merayu.
Perasaan ku tidak enak!
Aku menelan ludah. Tak lupa membuang pikiran buruk tentang Ibuku.
Terakhir kali dia mengundang kami kemari. Dia meminta kami untuk bercerai. Benar-benar gila kan?!
Tanpa basa-basi aku menolak tegas, karena kontribusi Permaisuri Kang untuk kerajaan ini begitu ternilai. Pada akhirnya Ibuku hanya bungkam.
"Aku memutuskan untuk menjodohkan mu dengan Putri Jin."
Pernyataan apa ini?! Aku berusaha untuk tetap tenang dan tidak panik.
Permaisuri, seandainya waktu itu kau tidak membuat ku kecewa. Pasti hal ini tidak akan terjadi.
Aku merilik Permaisuri, wajahnya begitu tenang tanpa beban."Aku menyerahkan keputusan itu pada Permaisuri!"ucapku.
Ibu tersenyum samar dan beralih ke Permaisuri,"Bagaimana Permaisuri?"
"Saya setuju Yang Mulia."
Hatiku hancur sekarang. Bisa-bisanya perempuan itu tersenyum ketika suaminya akan menikah dengan perempuan lain.
Ibu tersenyum dan kembali menatapku lalu beralih ke Permaisuri.
"Mm, baiklah. Apa permaisuri juga yang mengambil keputusan perihal ketetapan pernikahan nya, Raja?"tanyanya lagi.
Cukup bingung dengan hal itu. Aku benar-benar sudah tidak peduli lagi sekarang. Pada akhirnya aku menjawab,"Ya."
"Ibunda berencana untuk menggelar pesta pernikahan itu tiga hari lagi. Yon mengatakan bahwa hari itu hari yang baik. Bagaimana Permaisuri? Apa kau setuju?"
Gadis itu menunduk dengan wajah ketenangan yang menjadi khas nya seolah sulit memudar, dia menjawab,"Ya Ibunda, saya setuju."
Astaga!
Bahkan gadis tidak ada 'kalimat' atau 'kata' berisi protes. Minimal perihal ketetapan tanggal yang diputuskan, tiga hari dari sekarang. Tidak. Perempuan itu menerima semuanya tanpa beban.
Aku merasa kiki ada beban begitu berat menghantam dada ku.
Apakah dia benar-benar tidak sakit hati atas keputusan itu. Padahal  aku akan memberanikan diri untuk menemuinya jika dia menolak pernikahan ini.
Aku tak terima,"Tunggu! Aku tidak setuju dengan keputusan anda!"
"Kau tidak setuju dengan tanggal pernikahan mu, Putra ku?"tanya Ibu Suri.
Sejujurnya, aku tidak setuju. Semuanya.
Tapi sepertinya gadis itu menginginkan suaminya menikah lagi. Baik! Akan kulakukan.
"Ya."tolak ku bercampur dengan amarah.
"Baiklah! Ibunda kan hanya berencana. Istri mu yang memutuskan. Tapi sepertinya istri mu samasekali tidak memperhatikan perasaan sua_"
Aku benar-benar tidak tahan. Hati ku sudah tidak merasakan kenyamanan di sini.
Permaisuri!
Ibu!
Semuanya!
"Maaf Ibu, seperti aku tidak bisa melanjutkan makan malam ini."ucapku kemudian bangkit dari tempat duduk.
"Sebentar lutra ku!"cegah Ibu Suri."Apa kau mau mendiskusikan tanggal pernikahan mu dengan Yon sekarang?!"tanyanya.
Aku melirik Permaisuri yang kini tengah memperhatikan ku. Wajahnya benar-benar membuat ku muak. Aku pun menjawab meski tidak sesuai dengan keinginan hati."Ya."
"Ayo Kasim!"ajak ku cepat.
"Mari Yang Mulia."cicit Kasim dibelakang.
Parasnya di mataku begitu cantik malam ini. Namun hati ku seolah tak terima dengan wajah cantiknya itu. Ah aku lupa, kecantikan wanita hanya  membuat ku semakin jengah saja.
Ternyata diriku benar-benar tidak terkurung dihatinya dari awal hingga sekarang.
Aku semakin membenci istri ku! Aku pikir tadinya kita bisa memperbaiki hubungan ini.
Dan satu hal lagi yang ku benci darinya. Mengapa wajahnya begitu mirip dengan mendiang Permaisuri Jie?! Arghh! Sama-sama cantik.
***
Dalam waktu yang cukup lama aku memutuskan untuk mengerjakan pekerjaan ku lebih awal.
Gara-gara kejadian kemarin aku semakin tidak fokus untuk mengurus kerajaan ini. Namun sebagai Raja, aku tetap berusaha melakukan yang terbaik ditengah suasana hatiku yang begitu buruk.
Memakai jubah yang cukup tebal. Malam ini aku bermaksud untuk menenangkan diri.
Setelah Kasim Fuu memberi bantuan kecil untuk merapikan jubah ku. Tanpa berlama-lama aku langsung melangkah keluar dari Aula.
"Malam ini begitu dingin Yang Mulia."seru Kasim Fuu.
"Kenapa kau tidak memakai mantel?"ucapku sekaligus memberi saran.
"Apa anda mengizinkan saya untuk mengambil nya Yang Mulia?"tanya sang kasim harap-harap cemas.
"Tentu saja. Pergilah!"
Tak peduli meski tidak dikawal oleh Kasim itu. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian menyusuri istana.
Tak terasa sudah sampai di taman Istana Utama. Langkah ku terhenti karena terhipnotis oleh bunga-bunga cerah yang memanjakan mata, dipadu dengan cahaya lentera yang menerangi mereka.
Aku ingat, taman indah ini karya tangan Selir Kang. Sebelumnya, taman ini begitu tak terawat. Namun, ketika gadis itu menjadi Selir ku, setiap tahunnya taman ini semakin menawan. Apalagi di musim semi.
Bahkan tempat ini menjadi ikon tersendiri bagi para tamu dari kerajaan sebrang.
Jujur, ini adalah tempat favorit ku, namun kabar buruknya taman ini juga merupakan tempat favorit Permaisuri Kang dan mendiang Permaisuri Jie.
Tanpa ada tujuan, aku melirik ke arah samping. Terlihat seorang gadis dengan posisi kepala terbaring di atas meja. Pakaian nya mencerminkan seorang Ratu. Ya, gaun berwarna merah maroon dihiasi sulaman benang emas.
Gadis yang bertengger di pikiranku beberapa saat yang lalu.
Permaisuri?!
Apa kau tertidur?!
Seperti yang kuduga. Gadis ini terlelap di sana. Sejenak aku berdiri dibelakangnya seperti orang yang sedang mengawal.
Baru sadar, ternyata Permaisuri keluar tanpa memakai mantelnya di malam hari. Ini beresiko untuk kesehatannya. Aku pun mulai melepaskan jubah ku, namun terhenti akibat suara langkah kaki yang semakin kencang.
"Yang Mulia?! Apa Yang Mulia Permaisuri baik-baik saja?"tanya Kasim Fuu setelah sampai di hadapan.
"Cepat panggil pelayan pribadi nya. Suruh dia untuk membawa mantel untuk Permaisuri!"
"Baik Yang Mulia."bisik nya sangat peka terhadap lingkungan. Dia pun langsung pergi meninggalkan tempat dengan langkah tak bersuara.
"Bisa-bisanya pelayan pribadinya membiarkannya pergi sendirian di malam hari."umpat ku setelah kepergian sang kasim.
Tanpa berlama-lama aku pun segera melepaskan jubah untuk menyelimuti tubuh perempuan ini.
Tak lama, Kasim Fuu datang bersama seorang pelayan.
Itu pasti pelayan pribadinya.
Tadinya aku ingin langsung memberikan kritik pada pelayan itu. Tapi, wajah polos permaisuri yang tengah tertidur pulas menghalangi nya.
Aku merebut mantel itu setengah kasar dari pelayan dengan sorot mata tak suka. Kemudian menyelimuti tubuh Permaisuri dengan mantel ini tanpa melepas jubah ku yang telah di kenakan.
Tadinya aku ingin beranjak pergi, tapi hati ku masih menyimpan kecemasan. Bagaimana jika Permaisuri tertidur hingga pagi? Tentu itu tidaklah baik.
Aku pun memutuskan untuk memindahkannya ke Aula sekarang. Aku meraih setengah tubuhnya ke pangkuan ku.
Jantungku berdebar hanya karena melihat wajahnya. Harusnya aku tidak boleh fokus pada itu dan lebih fokus untuk memindahkannya.
Aku membopong tubuhnya tanpa melepas kedua mantel itu. Sejenak aku memperhatikan wajah cantiknya yang kini kepalanya tengah bersandar di dadaku. Itu membuat hati ini merasakan sebuah getaran hebat.
Membaringkannya di atas tempat tidur. Jantung ku berdebar kencang ketika melihat wajah cantiknya di jarak yang begitu dekat.
Aish! Selalu saja.
Pelayan pun langsung ketar-ketir menyelimuti tubuh Permaisuri. Sementara aku menatap tajam ke arah nya.
Dia yang menyadari itu, "Maafkan saya Yang Mulia. Tadinya Yang Mulia sudah tertidur, namun aku tidak menyadari bahwa Permaisuri terbangun dan keluar tanpa sepengetahuan ku."tutur pelayan pribadi itu.
Aku mengangguk, memutuskan untuk memaafkannya saja. Karena alasan yang dibuat masuk akal. Itu kejadian alamiah yang pelayan itu pun tidak menginginkannya.
Aku melirik wajah permaisuri untuk kesekian kalinya. Ingin sekali tangan ini mengusap rambut hitam legam nya itu. Namun aku berusaha untuk menahan tanganku agar tidak bergerak ke sana.
Kenapa perasaan ini masih ada?
Aku sendiri tidak menyadari bahwa sedari tadi dia telah melemahkan hatiku dengan cintanya.
Ingat Jun dia tidak mencintai mu! Meskipun kau memaksa pun, jika tidak cinta, ya tidak cinta!
Cinta bertepuk sebelah tangan ini membuatku muak sendiri dan itu mengakibatkan aku semakin membenci Permaisuri.
Tanpa diminta kejadian itu pun berputar kembali di otak ku. Tiba-tiba untuk meliriknya pun aku benar-benar tidak sudi sekarang. Aku membencinya karena penghianatan dan bualan gadis ini dulu. Hal itu membuat diriku benar-benar menyesal telah mencintainya.
Aku segera bangkit dengan perasaan berkecamuk. Ketika diriku dekat dengannya otomatis memori kita di masa lalu berputar kembali seperti opera. Ya, itu alasan aku tidak ingin bahkan hanya untuk melihat wajahnya saja.
Hatiku masih berlarut-larut, dia belum bisa menerimanya. Satu-satunya cara untuk mengobati perasaan ini adalah,"Kasim aku ingin berburu malam ini!"
"Astaga Yang Mulia. Malam-malam begini?!"respon nya seolah tak percaya dan cepat ku balas dengan anggukan pasti.

Book Comment (29)

  • avatar
    Dicky Kecil's

    wow

    23/09/2022

      0
  • avatar
    Aryo

    bagus banget novel ya

    29/06/2022

      0
  • avatar
    PutraRafael

    mantap

    26/04/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters