logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Irene yang Sebenarnya

POV Permaisuri Kang Mi Irene
Malam cepat tiba. Padahal aku berharap waktu berhenti di siang hari, namun jika seperti itu artinya kiamat tiba.
Ya, keputusan Ibu Suri untuk menikahkan putranya lagi dan ironisnya aku tidak bisa menolak, itu sama saja seperti kiamat bagi hatiku. Sepertinya hati ini akan semakin mati rasa. Cobaan seperti itu akan membuat hati ku semakin kebal.
Diam-diam aku menyuruh Ily untuk menyewa seorang perias terbaik di negeri ini. Yakni dari kerajaan dimana kakak ku memimpin, Kerajaan Timur.
Aku memasuki kamar Ibu Suri dengan begitu percaya diri. Berharap dengan kecantikan ku ini mampu meluluhkan hati Raja dan keputusan Ibu Suri berakhir ditolak olehnya.
Para pelayan Ibu Suri berlalu lalang di ruangan makan. Ternyata jamuan makan malam belum selesai di siapkan oleh Ibu Suri.
Tiba-tiba wanita paruh baya itu keluar dari kamarnya. Sejenak dia memandangi ku dari atas sampai bawah.
Bukan aku terlalu percaya diri, tapi sorot matanya menggambarkan ketakjuban, namun lama kelamaan raut wajah itu memandang iri padaku, lalu dia menyeringai seperti orang jahat. Aku menyebutnya 'seperti'.
Tiba-tiba ekspresi nya berubah macam orang terkejut. "Astaga Permaisuri!!! Kau datang terlalu cepat! Siang tadi ibu sudah bilang padamu, untuk datang di seperempat malam."ucapnya dengan sengaja meracau agar terdengar oleh para pelayan dan ketiga dayang nya serta dayang ku, Eve.
Akting Ibu Suri memang mudah terbaca, dia memang terang-terangan memperlihatkan rasa tidak sukanya padaku agar membuat ku sadar bahwa diriku adalah menantu yang tidak diinginkan.
"Kau ini sengaja membuat reputasi ku buruk karena tak becus menyiapkan makan malam untuk mu dan Raja kan?!"terdengar hela nafas dari Ibu Suri setelah itu.
"Untung saja Raja tidak datang lebih awal seperti biasa. Jika tidak, dia akan memarahi ku karena seakan-akan ibu mempermainkan istrinya!"lanjutnya sambil memijit pelipis.
"Ck. Cepat selesaikan jamuan ini! Nyonya besar sudah kemari! Cepat!"perintahnya sambil berteriak.
"Dia tidak sadar diri, jika posisi ku lebih tinggi di sini. Wanita tak tahu diri!"gumam Ibu Suri di kepergiannya.
Aku hanya termenung. Kedua mata ini terasa panas, namun aku berusaha agar air mata itu tidak jatuh dari sana.
Perlakuan Ibu Suri bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Tahun lalu, untuk pertama kalinya semenjak aku menjadi Ratu. Ibu Suri mengundang ku makan malam juga dengan jadwal yang berbeda. Pada saat itu aku hanya disuruh olehnya untuk membantu para pelayan mempersiapkan jamuan agar cepat selesai.
Tapi hari ini dia membuat ku seolah-olah aku adalah Permaisuri jahat yang haus akan kekuasaan dan tak memiliki perilaku baik pada mertuanya sendiri.
Aku kira menyakiti ku dengan menikahkan suami ku lagi cukup baginya. Ternyata tidak.
Ya sudah. Kali ini aku terlalu bodoh. Bertindak tanpa perhitungan. Dua dari sepuluh rencana Ibu Suri untuk mempermalukan diriku berhasil tanpa kendala.
"Biar aku bantu?!"aku menawarkan diri pada salah satu pelayan.
"Tidak perlu Yang Mulia. Anda bisa menung_mmm."pelayan itu segera membawa sebuah kursi dan meletakkannya tak jauh dari ku.
Dia tersenyum,"Anda istirahat saja Yang Mulia. Kami akan menyelesaikannya dengan cepat!"
"Benar kan teman-teman?!"tanya kepala pelayan pada anak-anak buahnya.
"Ya Yang Mulia."ucap mereka serempak.
"Anda jangan khawatir!"celetuk salah satu dari mereka. Aku tersenyum haru. Dalam hati, aku berterimakasih kepada semua pekerja disini.
Aku melirik Eve, dia tersenyum ke arahku penuh arti.
Eve, kau yang melakukan semua ini. Kau membuat para pelayan mempercayai ku. Terimakasih karena selalu memperhatikan ku. Bahkan ketika aku lengah, dengan cepat kau menyadarinya.
Tak lama, para pelayan pun berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka dengan cepat.
"RAJA XIE DATANG MEMASUKI AULA IBU SURI."gema salah satu penjaga dari sana. Aku segera mempersiapkan diri untuk menyambutnya.
Para pelayan berduyun-duyun memperbaiki tata jamuan agar terlihat lebih rapi lalu segera pergi.
Raja masuk ke ruangan ini. Terlihat dari samping dia begitu tampan, apalagi jika tampak secara keseluruhan, pria itu akan lebih tampan.
Dia melirikku ketika aku memberikan salam padanya. Sudut bibirnya sedikit terangkat, dia mengangguk sebagai tanda bahwa dirinya menerima salam ku.
Hanya seperti itu saja. Aku sudah senang.
Dia duduk didepan. Kami saling berhadapan. Itu membuat ku gugup. Aku mencoba mengulas senyum kecil untuk nya agar suasananya tidak terlalu mencekam seperti ini. Namun sayang tak terbalas, ekspresinya tetap datar seperti prasasti.
"Kau datang lebih awal?"ucap Raja membuat ku terkejut sekaligus senang. Tapi setelahnya bertanya pria itu langsung membuang muka.
Apa dia menyesal dengan ucapannya tadi?!
Tidak masalah. Ditanya saja itu sudah sebuah kebahagiaan untuk ku.
Sesederhana itu kah? Ya.
Aku menjawab dengan ulasan senyum setelahnya,"Ya Yang Mulia. Saya tidak ingin terlambat."
"Kau sangat bersemangat dengan pertemuan ini hm?"pertanyaan itu membuat bibir ku sulit bergerak karena bingung untuk menjawab.
Jika aku jawab ya, itu tidak lah mungkin. Karena pertemuan ini dibuat untuk membicarakan tentang perjodohannya dengan Anya.
Namun, jika aku jawab tidak, apa dia akan berpikir bahwa aku tidak menyukai pertemuan ku dengannya?
"Saya ingin melakukan yang terbaik sebagai seorang_"
"Anak ku!!!"suara ku tenggelam oleh panggilan Ibu Suri yang begitu menggelegar.
"Tam-mu!"aku melihat pandangan Raja sudah beralih ke Ibu Suri.
Apa dia mendengar jawaban ku? Aku harap 'Ya'. Jujur aku cukup cemas.
Tolonglah pemilik semesta!!!
Kini anggota jamuan kecil sudah lengkap. Sebelum kita menyantap hidangan itu. Ibu Suri sudah berancang-ancang untuk menjelaskan mengenai alasan aku dan raja dikumpulkan.
"Junnie-ah."ibu Suri memanggil Raja menggunakan nama kesayangannya. Aku berusaha menahan untuk tidak tertawa.
Ya. Raja Xie adalah putra tunggal Ibu Suri. Tak heran jika pria itu dimanja meski sudah dewasa.
"Aku memutuskan untuk menjodohkan mu dengan Putri Jin, dari Kerajaan Timur."Aku langsung menunduk sesaat setelah mendengar pertanyaan itu.
Tahan tahan! Jangan nangis, jangan nangis!
Mengangkat kepala seperti semula. Aku berusaha mengatur wajahku agar tetap tenang. Ku lihat Ibu Suri sejenak melirikku.
"Aku menyerahkan keputusan itu pada Permaisuri."tegas Raja.
Wanita itu tersenyum miring, kemudian menghadap ke arahku sembari mengulas senyum manis. Namun, tak lama raut wajah itu berubah menakutkan seperti sedang mengancam."Bagaimana Permaisuri?"
Dengan berat hati aku menjawab,"Saya setuju Yang Mulia Ibunda."
Aku benar-benar tidak berani melihat Yang Mulia Raja. Aku takut aku kebablasan menangis di sini.
"Mm, baiklah. Apa permaisuri juga yang mengambil keputusan perihal ketetapan pernikahan nya, Raja?"tanya Ibu Suri lagi.
Sejenak ruangan ini hening seketika, namun suara tegas dan lugas itu kembali terdengar,"Ya."
 "Ibunda berencana untuk menggelar pesta pernikahan itu tiga hari lagi. Yon mengatakan bahwa hari itu hari yang baik. Bagaimana Permaisuri? Apa kau setuju?"
Aku terkejut bukan main. Secepat itu kah? Astaga, aku ingin sekali menolak. Tapi tatapan Ibu Suri membuat ku terintimidasi.
"Ya Ibunda, aku setuju."jawab ku.
Berat hati saat mengatakan itu.
"Tunggu Ibu!"pungkas Raja membuat ku terkejut.
"Aku keberatan dengan keputusan mu!"tolak Raja.
Apa? Dia menolak nya? Ku harap dia menolak pernikahan ini!
"Apa kau tidak setuju dengan tanggal pernikahan mu Putra ku?"tanya Ibu Suri.
Sejenak Raja melirik ku, kemudian ia berkata,"Ya."
"Baiklah! Ibunda kan hanya berencana. Istri mu yang memutuskan. Tapi sepertinya istri mu samasekali tidak memperhatikan perasaan sua_"
Aku hanya tertunduk mendengar ucapan yang keluar deras dari mulut Ibu Suri.
"Maaf Ibu, seperti aku tidak bisa melanjutkan makan malam ini."lanjut Raja di sela ucapan Ibu Suri yang memojokkan ku, dia hendak bangkit.
"Sebentar Putra ku. Apa kau mau mendiskusikan tanggal pernikahan mu dengan Yon sekarang?!"tanya Ibu Suri.
Wanita itu benar-benar ingin membuat hati ku semakin panas.
Raja melirik ku sejenak kemudian beralih ke Ibu Suri kembali,"Ya."
Pria itu benar-benar bangkit dari duduknya,"Ayo Kasim!"
"Mari Yang Mulia."
Aku memandangi kepergian dua orang itu, saat pandangan ku beralih ke depan. Di sana Ibu Suri tengah memperhatikan ku bersama smirk nya yang terkesan jahat.
"Sepertinya suami mu begitu bersemangat dengan pernikahannya ini!"ucapnya tersenyum menang. Kemudian mulai menikmati hidangan bersama raut wajah yang seakan tengah mentertawakan ku.
Aku terdiam. Ingin sekali aku pergi dari sini seperti yang dilakukan Raja. Tapi itu tidak lebih akan menjadi boomerang bagi ku dikemudian hari. Jadi dengan terpaksa aku memakan hidangan ini, meski rasanya begitu pahit ketika masuk ke tenggorokan.

Book Comment (29)

  • avatar
    Dicky Kecil's

    wow

    23/09/2022

      0
  • avatar
    Aryo

    bagus banget novel ya

    29/06/2022

      0
  • avatar
    PutraRafael

    mantap

    26/04/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters