logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Mertua

POV Permaisuri Kang Mi Irene
Aku teringat dengan kalimat yang wanita penghibur itu katakan. 'Rambut mu samasekali tidak mencerminkan seorang bangsawan'
Ya, ini sudah keputusan ku. Semenjak Raja suka minum, berburu dan bermain dengan perempuan lain. Diriku bersumpah untuk tidak menyanggul rambut hingga Raja berhenti melakukan itu semua.
Ini adalah cara ku membujuk pemilik semesta agar cobaan yang menyakitkan ini cepat berakhir.
Tiba-tiba di tengah perjalanan, aku melihat Raja dan kasim nya berjalan ke arah rombongan ku. Segera aku mengucap salam,"Salam Yang Mulia."Dia hanya melewati ku tanpa mengucap sepatah kata pun, bersama wajah datar dan dingin, seperti arca hidup.
Apa Raja jijik dengan hanya melihat wajah ku saja? Batin ku mulai aneh-aneh.
Di belakang tidak ada yang berani menyudutkan apalagi menggosip. Para pelayan dan dayang serta bawahan lain di seluruh istana tidak ada yang berani menjelekkan atau menyakiti ku dengan perkataan mereka.
Nasib orang-orang yang berani menggunjing ku di belakang. Jika dia bangsawan akan diusir dari Istana sekaligus jabatan yang mereka duduki akan dicabut oleh Raja hari itu juga. Dan, jika dia pelayan, dia akan dipenggal dalam arti dihukum mati.
Aku berpikir apa itu bentuk rasa sayang Raja?
Namun jika itu rasa sayang, kenapa dia tega membuat ku seperti angsa sekarat selama bertahun-tahun?
Ternyata beberapa saat setelah nya, secara tidak langsung aku mendapat jawaban dari praduga yang selalu berputar di otak ku.
"Hanya aku yang berhak menyakiti mu."ucap Raja dengan penuh penekanan pada saat itu.
Mengingat kembali kalimat ini, membuat ku ingin menangis. Apa rasa bencinya begitu besar? Apa  dosa itu begitu besar di matanya?
Huh! Sekarang, bahkan untuk bernafas pun seolah sulit.
Author POV
Tak terasa Irene sudah sampai di ujung pintu Aula Ibu Suri. Dia pun masuk bersama dayang nya untuk melakukan penghormatan.
Irene duduk bersimpuh di depan junjungan dan berkata,"Salam hormat Yang Mulia Ibu Suri. Semoga anda panjang umur dan hidup 1000 tahun lagi."tutur Irene memberi penghormatan sekaligus doa.
Tan Eve, sebagai Dayang Permaisuri pun ikut memberi hormat juga setelahnya, kemudian dia bangkit dan menaruh sesuatu di atas meja panjang yang berada tepat didepan Ibu Suri Shin.
"Bisakah kau meninggalkan kami berdua?!"pertanyaan bernada perintah itu keluar dari mulut Shin.
Sejenak Eve melirik Irene, setelahnya dia langsung mendapatkan anggukan 'Tidak apa-apa'. Dia pun segera melangkah ke luar setelah melakukan penghormatan. Sebenarnya, Eve cukup cemas jika meninggalkan junjungannya ini bersama Ibu Suri.
Wanita paruh baya itu membuka kotak merah pemberian sang menantu,"Jika seratus kali sehari pun kau memberi hadiah kepada ku, itu tidak akan cukup!"tukasnya.
Sejujurnya wanita itu cukup takjub setelah melihat isi dari kotak merah maroon yang dipegangnya kini. Namun dirinya berusaha untuk menyembunyikan rasa senang yang dia rasakan.
"Kau mengerti apa maksud ku Permaisuri?"
Gadis itu berusaha untuk tersenyum manis dan menjawab,"Tentu saja Yang Mulia."
Shin menghela nafas,"Usaha mu untuk membuat Kerajaan kita lebih makmur itu pun belum cukup, karena kau tidak mampu melakukan kewajiban utama sebagai seorang istri."
"Di sini Aku tidak ingin membuat mu selalu terpojok."perkataan itu terhenti sejenak.
"Jadi, aku memutuskan untuk menjodohkan Raja dengan Anya, Putri Jin dari Kerajaan Tenggara."
Deg!
Seketika Irene menundukkan kepalanya perlahan karena terlampau kaget. Meski begitu, raut wajahnya masih memperlihatkan ketenangan, namun tidak dengan hatinya. Hatinya begitu hancur mendengar keputusan Ibu Suri.
"Kau pasti sudah tahu, dia adalah adik dari Permaisuri terdahulu. Jadi kau mungkin tidak akan merasa canggung."lanjut Shin terdengar ringan, bahkan cenderung menyepelekan.
Entah itu dekat atau tidak. Perasaannya tetap sama, yaitu cemburu.
Ucapan-ucapan yang menusuk dan bermakna hinaan dari Ibu Suri setiap harinya tidak lebih menyakitkan daripada peryataan itu.
Tubuh Irene terasa panas, angin sepoi-sepoi yang masuk dari jendela pun seolah tidak berguna. Keringat dingin membasahi pelipis dan setiap helai anak rambutnya.
Dia cemburu. Sekarang ada seorang wanita lain yang akan menjadi istri sah suaminya. Hal yang membuat dirinya beda dengan wanita-wanita yang bermalam dengan raja kini pupus sudah.
Kini posisi istimewa itu sirna. Ada wanita lain yang akan memiliki kedudukan sama di mata Raja sebagai seorang suami.
Pikiran Irene kembali memutar memori. Dulu, ketika dirinya di nobatkan sebagai Selir. Apakah perasaan Permaisuri Jie pun sama seperti perasaan yang dialaminya kini?
Namun nyatanya, dirinya juga tidak ingin menjadi Selir Raja pada waktu itu. Tapi ayahnya lah yang meminta, demi kemakmuran dinasti tempat dia dilahirkan dan yang lainnya.
Apa Putri Jin juga seperti itu? Tidak ada pilihan lain selain menerima dan pasrah. Seperti dirinya dulu.
Serpihan hati ini tidak sengaja dihancurkan. Bahkan, mungkin sosok Anya pun tidak berniat untuk melukai perasaan ini.
Harusnya sedari dulu Irene berpikir lebih jauh mengenai resiko sebagai permaisuri. Bahkan patutnya dia bersyukur, meski di mata Raja Jun  posisi mereka sama. Tapi posisi di pemerintahan kerajaan tentu dirinya lebih tinggi. Irene tetap menjadi Ibu dari Kerajaan ini.
"Tanpa persetujuan dari mu pun ibu akan tetap melakukannya."Belum sempat Irene menjawab, Ibu Suri sudah melangkahinya dengan perkataan yang begitu merendahkan dirinya sebagai seorang istri.
Dia tidak mampu berkata-kata lagi selain mengulas senyum. Dirinya tidak ingin semakin dibenci oleh wanita paruh baya ini akibat ucapannya yang mungkin nanti akan membuat dia tersinggung.
Irene memang tipikal yang sangat berhati-hati dalam bicara, terutama pada Ibu Suri dan Raja. Dia sadar diri akan segala kekurangan yang dimiliki.
Namun nyatanya Shin dan Arjuna begitu asyik meneropong satu titik hitam yang ada pada gadis ini. Tanpa melihat garis-garis putih yang dimilikinya yang patut mereka hargai.
"Meskipun begitu aku ingin membicarakan hal ini dengan mu dan Raja. Karena aku tidak ingin bertengkar dengan putra ku lagi, hanya karena ibunya tidak menghargai mu."ucap Shin dengan nada malas dan seperti sudah merasa jengah. Di akhiri dengan gumaman rendah dan kesal yang berbunyi,"Apalagi jika aku menyebut mu perempuan mandul. Bisa-bisa dia menjadi anak durhaka."
"Hari ini aku memintanya untuk makan malam bersama. Kau juga harus datang tepat waktu."lanjut Shin memberikan perintah.
Nyatanya Irene adalah orang yang disiplin. Dia bukan tipe orang ceroboh yang secara tidak langsung dilontarkan oleh Ibu Suri Shin.
Dari awal ketika dirinya dinobatkan sebagai Selir hingga sekarang menjadi Permaisuri. Irene tidak pernah terlambat untuk memberi penghormatan kepada Ibu Suri di pagi hari.
Kebanyakan kata-kata yang keluar dari mulut Shin  mengenai Irene tak lebih hanya sekedar omong kosong. Itu semua agar reputasinya di hadapan sang mertua semakin buruk.
"Jangan lupa kau siap kan kata-kata agar makan malam itu berakhir dengan cepat."ucapan Shin begitu menukik hati gadis itu.

Book Comment (29)

  • avatar
    Dicky Kecil's

    wow

    23/09/2022

      0
  • avatar
    Aryo

    bagus banget novel ya

    29/06/2022

      0
  • avatar
    PutraRafael

    mantap

    26/04/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters