logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Derita Istri Siri Abdi Negara

Derita Istri Siri Abdi Negara

Lia Ceny ( Yong Ra Han )


Bab 1 Suami Berbohong

Happy reading ❤
"Mas Bagas, mau ke mana, bukannya jadwalnya untuk libur? Mas, mau pergi lagi?" Seruni bertanya. Menghampiri Bagas  yang sedang mengemasi pakaiannya, yang pria itu ambil dari lemari, untuk dimasukan ke dalam ransel berwarna abu tua.
"Tiba-tiba Mas diberi tugas, Run. Mas harus berangkat sekarang juga." Bagas masih sibuk dengan kegiatan mengemasi di pagi buta ini. Tanpa mau memandang Runi yang terus mengamati Bagas dari tadi.
Seruni tau, Bagas berbohong. Sebenarnya, suaminya itu tidak ada perintah tugas apa pun saat ini. Perempuan itu jelas tau semua jadwal sang suami.
"Berapa lama?" Seruni berbicara sedikit serak. Ia ingin menangis, tapi ia coba tahan. Matanya sudah terbentuk kaca-kaca. Sekali saja ia mengedip, pasti air mata akan lolos di pipi tirusnya.
Bagas mengangkat wajah dan menghentikan aktifitasnya, karena mendengar nada suara istrinya yang berbeda. "Nggak lama, Run, paling satu bulan aku bertugas."
Bagas memandang Seruni. Pria itu mengulurkan tangan untuk mengelus pipi Seruni dengan ibu jari, berharap dapat menenangkang sang istri.
"Jangan bersedih, aku bakal cepet balik, ko." Suara lembut Bagas mencoba tuk meyakinkan hati.
Bagas tersenyum. Namun tak dapat menenangkan Seruni sedikit pun. Seruni ingin sekali mencegah kepergian Bagas kali ini, tapi Runi tak berani, wanita itu tak punya alasan yang pasti.
"Baru satu hari, Mas, di rumah, masa sudah mau pergi lagi. Bahkan kita belum sempat mengobrol, karena satu hari kemarin, Mas, fokuskan hanya untuk istirahat. Seruni pengen cerita, Mas. Banyak hal yang ingin Seruni tanyai," papar Seruni dengan panjang, yang diharap Bagas akan mengerti.
Seruni sangat sedih, sang suami agak berbeda akhir-akhir ini. Seperti menyembunyikan hal besar, tapi Seruni tak tau apa.
"Coba Runi mau tanya, bagaimana tentang pernikahan kita? Mas sudah janji, kan. Dulu, saat awal menikah, Mas, akan melegalkan pernikahan. Kenyataanya apa?" Seruni bertanya dengan sedikit emosi. Karena ia sudah menahan kesakitan seorang diri selama ini.
"Aku sekarang lagi hamil. Dua bulan. Memangnya, Mas, nggak kasian sama anak ini. Statusnya belum jelas, karena orang tuanya hanya menikah siri," lanjut Runi sambil menunjuk arah perutnya.
Bagas tak menjawab, ia hanya berdiam diri sambil memandang wajah sang istri yang kini tampak merana sedih.
"Mas Bagas gak mau menjelaskan apa pun pada, Runi? Kenapa, Mas Bagas, selalu mengulur-ngulur waktu? Ini sudah lewat enam bulan dari waktu yang, Mas, janjikan. Ada apa sebenarnya, Mas?" Seruni memancing pertanyaan pada suaminya. Mungkin dengan begitu, prianya akan mengatakan hal yang sebenarnya.
"Bisa nanti saja bahas masalah ini? Mas sudah harus pergi." Bagas membawa ransel yang sudah rapi dan mencangkolkannya pada punggung kekarnya. Beranjak keluar kamar, pria itu meninggalkan Seruni yang masih membutuhkan penjelasan.
Seruni menyusul Bagas yang akan keluar menuju pintu depan rumah. Lalu diraihnya kencang-kencang salah satu tangan Bagas oleh Seruni, agar sang suami berhenti berjalan dan meladeni omongannya.
"Menghindar terus! Diundur terus! Gitu aja yang dilakuin, Mas, kalo aku tanya perihal ini!" cibir Seruni sedikit berapi-api pada Bagas yang kini berdiri menghadapnya dengan wajah yang sulit diartikan.
"Pokoknya aku nggak ngijinin, Mas, pergi sebelum memberikan kepastian pada Runi." Napas Seruni naik turun saat ini. Ia berbicara dengan emosi, karena melihat sikap Bagas yang seperti ini.
Seruni sudah lelah menunggu yang tak pasti. Enam bulan lamanya ia sabar menanti. Sekarang, ia ingin menuntut kepastian. Wanita itu ingin mendapat jawaban dari sang suami.
"Maaf, Mas harus pergi," ucap Bagas tanpa mau menatap mata Seruni. Bagas melepaskan tangan sang istri dengan hati-hati, berbalik membelakangi Seruni dan beranjak pergi, tanpa ingin menoleh sedikit pun. Seruni hanya dapat meratap kepergian sang suami dengan sedih dan amarah yang dipendam.
Tangis Seruni lolos tanpa bisa ditahan lagi. Wanita cantik itu jelas sakit hati. Bagas seolah tak peduli padanya. Bagasnya ... berubah.
####
Hari-hari pun berlalu, tepat satu bulan Bagas bertugas, dan Bagas kemarin mengabari bahwa hari ini ia akan kembali ke rumah.
Satu bulan ini Bagas sangat sulit untuk dihubungi. Bisa dihitung jari oleh Runi, hanya tiga kali pria itu memberi kabar.
Seruni sungguh menanti kedatangan sang suami, ia sudah tak sabar karena rindunya kini tak tertahan lagi.
Seruni akan menyambut kedatangan Bagas sebaik mungkin.
Seruni pergi ke pasar, pagi-pagi sekali ia sudah menjajaki pedagang-pedagang di sana. Wanita itu membeli bahan-bahan untuk membuat masakan yang Bagas suka.
Pukul sepuluh pagi, semua masakan sudah ditata di meja makan. Seruni tersenyum simpul melihat hasil olahan yang ia kerjakan. Bagas pasti menyukainya.
Seruni beranjak dari meja makan. Melangkah ke dapur, seruni cuci pekakas bekas memasak dan membersihkan sedikit area ruang yang kotor.
Setelah dirasa kerjaannya beres semua, Seruni langkahkan kaki menuju kamar. Ia perlu membersihkan diri lagi, untuk menyambut kadatangan sang pujaan hati. Pokoknya Seruni harus tampil berseri di hadapan Bagas.
####
Hari sudah mulai sore, Bagas belum juga menampakan batang hidungnya. Biasanya prianya akan datang sekitar jam sebelas siang, tapi ini sudah lewat dari jam kebiasaan Bagas datang.
Berkali-kali mencoba pun, ponsel Bagas tak dapat dihubungi. Runi resah. Wanita itu dari tadi mondar-mandir di depan rumah.
Dandanan Runi sudah tak sebagus di awal, sedikit luntur karena keringat yang mulai bertebaran. Runi cemas, takut terjadi apa-apa pada Bagas di jalan.
Runi tak henti-hentinya merapal doa untuk keselamatan Bagas.
Tak terasa langit sudah berganti gelap. Seruni memutuskan untuk masuk dan menunggu di dalam rumah.
Bagas tak kunjung datang dan teleponnya pun masih tak mendapat sambutan.
Seruni melihat masakan yang ia masak pagi tadi, sudah tak hangat. Bahkan tak dapat menggugah seleranya yang belum mengisi perut sedari tadi.
Seruni masuk ke kamar dengan berjalan gontai, karena badannya sudah tak memiliki daya. Merebahkan badan di kasur, wanita itu mencoba untuk memejamkan mata agar tidur. Namun, gagal. Ia kepikiran Bagas. Alhasil ia hanya melamun di pembaringan hingga pagi menjelang.
####
Pagi-pagi sekali seruni sudah bersiap. Ia berdandan dengan ala kadarnya, tapi masih memancarkan aura kecantikan.
Mengendarai angkutan umum, ia pergi menuju kediaman ibunya Bagas. Jarak rumahnya dengan rumah sang mertua tidaklah terlalu jauh. Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit, sudah sampai.
Seruni menapaki pekarangan rumah mertuanya, lalu melanjutkan masuk ke dalam rumah lewat pintu depan.
Seruni memberi salam, namun tak ada sautan.
Seruni melangkahkan kaki lebih ke dalam, menuju ruang biasanya orang-orang berkumpul.
Seruni melihat ada empat orang yang sedang berbincang. Ada Ibu dan ayahnya Bagas. Juga, seseorang yang mungkin akan memberinya ... kejutan.
Bersambung ....

Book Comment (215)

  • avatar
    Jupe New

    seru sekali

    12d

      0
  • avatar
    Dwi Erna

    bgus bgt

    15d

      0
  • avatar
    FebriyawanFeri

    good

    21d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters