logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

BAB 2 : Kerja sama

Sementara itu Leon dan James.
Mereka baru saja sampai di salah satu perusahaan milik anak James yang bernama Austin. Mereka pun turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam kantor.
Sesampainya di dalam, James terkejut karena dia melihat ke 4 anaknya sedang berkumpul bersama sambil berdiskusi.
"Kebetulan sekali kalian semua ada di sini, masuklah Leon." ajak James.
"Ayah, apa yang membawa ayah datang kemari? bukankah seharusnya ayah berada di rumah? dan siapa dia ayah?" Tanya Austin pada ayah nya.
"Dia adalah sahabat ayah. perusahaannya sedang bangkrut sekarang. Ayah ingin kalian bekerja sama dengannya dan membantu perusahaannya naik lagi." jelas James pada keempat anaknya di sana.
"Harusnya ayah menelpon kami saja." kata Austin lembut kemudian tersenyum ke arah ayahnya.
James hanya tersenyum menanggapi omongan anaknya. setelah itu, lelaki berbadan gagah memiliki kulit putih langsat dimana wajahnya memiliki sedikit janggut itu pun menyuruh sahabatnya Leon Asher untuk menjelaskan semua mengenai perusahaannya dan perjanjian kerja sama.
Setelah semua selesai baik mengenai presentasi perusahaan dan perjanjian kerjasama, akhirnya Leon pun menandatangani berkas kerja sama bersama dengan ke 4 anak James.
"Terima kasih ... terima kasih banyak. james. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau seandainya aku tidak mengenal dirimu." Ungkap Leon sambil menjabat tangan James.
"Tidak masalah Leon, kita sesama teman bahkan sahabat harus saling membantu di saat salah satu dari kita ada yang kesusahan." kata James sambil menepuk pundak Leon.
Leon mengangguk menanggapi perkataan James sambil tersenyum haru. Perusahaan Leon akhirnya terselamatkan berkat kerjasama dadakan antara perusahaan Leon dan anak-anak James.
"Terima kasih banyak juga buat kalian semua," Ungkap Leon sambil bersalaman secara bergantian pada ke empat anak James.
Tiba-tiba.
Suara dering handphone Leon mengejutkan mereka semua yang berada di sana. melihat sang istri menelepon, lelaki paruh baya itu pun langsung mengangkat dengan perasaan tidak enak. terdengar suara ibu Laura yang sedang menjelaskan sesuatu dengan panik dan menangis. Leon pun yang mendengarkan itu langsung membelalakkan matanya terkejut.
"Apa?! bagaimana mereka bisa tahu anak kita berada di rumah sakit?!" kata Leon emosi.
Semua orang terkejut melihat dan mendengar teriakan dan perkataan Leon. Lelaki paruh baya itu pun langsung mematikan teleponnya kemudian mengusap rambutnya kencang sambil memejamkan matanya erat. Sebuah helaan nafas kesal dan khawatir keluar dari mulut lelaki itu.
James dan anak-anaknya tampak bingung dan penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Di tepuk nya pundak sang sahabat itu kemudian ia bertanya, "Leon, kau baik-baik saja? apa yg terjadi kawan?" Sambil memegang pundak lee yoon.
"Ya, a--aku baik-baik saja, maaf tapi aku harus pergi. james, sekali lagi terima kasih banyak kawan." kata Leon dengan nada sedih dan lelah.
"Ingin aku temani kawan? siapa tahu kau butuh bantuan lagi? atau mungkin salah satu dari anakku bisa menemanimu jika kau mau?" tawar James sambil menunjuk keempat anaknya.
Leon langsung menatap ke 4 anak James yang saat itu mengangguk secara bersamaan. Tapi entah kenapa, sorot mata Leon berpusat pada salah satu anak James di sana. Ia pun mulai berpikir sesuatu.
"Tidak perlu, terima kasih James, kau sudah cukup membantuku kawan."
"Baiklah. Tapi, jika kau butuh bantuan lagi, jangan sungkan untuk kembali meneleponku."
Leon pun mengangguk menanggapi perkataan James, setelah itu ia pun langsung pergi keluar dari ruangan kantor Austin dan menuju ke rumah sakit, sementara James dan ke empat anaknya menatap Leon sedih.
"Ayah, apakah perlu kita mengikutinya?" Tanya Austin.
"Tidak nak, biarkan saja dulu, jika ada apa-apa kita harus siap membantu."
Keempat anaknya mengangguk menanggapi perkataan sang ayah.
***
Sesampainya Leon di rumah sakit.
Leon pun langsung berlari masuk kedalam dan menuju ke ruangan Laura di rawat.
Cklek.
Pintu ruangan terbuka dan lelaki paruh baya itu langsung melihat putrinya itu kini sedang berbaring masih tidak sadarkan diri sambil di peluk Lenny sang istri dari samping sambil sesenggukan menangis.
"Bagaimana keadaan anak kita sekarang Lenny?" Tanya Leon yang tampak khawatir.
"Suamiku, bagaimana ini..., kata Dokter, kalau Laura seperti ini terus, anak kita ... anak kita akan susah untuk sembuh. tapi jika di biarkan, jiwa bahkan nyawanya terancam. kita harus melakukan sesuatu suamiku. aku ... aku tidak mau kehilangan dia. aku tidak mau kehilangan anak semata wayang kita," kata Lenny sambil menangis memegang kencang kedua lengan suaminya.
"Dia anak kita satu-satunya. Jadi aku mohon..., please..., lakukan sesuatu, apapun ... apapun itu lakukan sesuatu!!" kata Lenny kembali kemudian menangis di dalam pelukan sang suami.
"Lenny, bagaimana kalau kita nikahkan saja anak kita," Ucap Leon sambil merangkul sang istri dengan linangan air mata.
"Menikahkan dia? tapi, anak kita masih kecil. ba--bagaimana bisa dia...."
"Dia ... sudah 20 tahun, sudah cukup umur untuk menikah." Sanggah Leon.
"Lalu, dengan siapa kau akan nikahkan anak kita? Suamiku, aku tidak mau hal yang dulu pernah terjadi terulang lagi, kau ingat itu?" tanya Lenny khawatir.
"Aku tahu, kau pikir aku ingin melihat anakku seperti ini? Tidak istriku, ini demi kebaikan anak kita aku ... akan bicarakan hal ini pada James."
"James, siapa dia??"
"Dia sahabat ku sejak SMA, dia sudah membantuku mengenai perusahaan ku yang sedang bangkrut, dan apa kau tahu? dia memiliki empat anak lelaki. Aku sudah bertemu sama mereka semua. Aku juga sudah memperhatikan seperti apa mereka. mereka ... Lelaki yang luar biasa, baik, sopan, pengertian dan lemah lembut dan entah kenapa aku menyukai salah satu dari anak mereka," jelas Leon.
"Apa kau akan menikahkan anak kita karena urusan bisnis lagi suamiku??"
"Tidak, Itu demi kebaikannya Lenny. bayangkan, jika anak kita menikah dengan salah satu dari anak James, maka akan ada lelaki yang melindunginya setiap saat. kau tahu sendiri bukan, nyawa anak kita sedang dalam taruhan setelah kejadian waktu itu, kau lupa apa yang baru saja kau ceritakan padaku melalui telepon? aku harus melakukan hal ini, aku ... Aku akan menelepon James."
Saat Leon hendak keluar dari ruangan Laura, ia terkejut karena melihat Laura sudah terduduk dengan posisi tercengang. Matanya membulat dengan mulut ternganga tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"A--apa aku tidak salah dengar ayah? apa ... ayah akan menjual ku lagi seperti dulu?" tanya Laura dengan linangan air mata.
"Tidak anakku sayang, bagaimana tega ayah menjual mu nak. sayang, ayah melakukan ini semua demi kebaikan dan keselamatan nyawamu nak." kata Leon sambil memegang pipi Laura dan berlinang air mata.
"Percaya sama ayahmu ya. ayah ... Tidak mau kehilangan kamu anakku, ayah ... Ayah sayang sekali sama kamu nak." kata Leon kemudian menangis.
Laura terkejut melihat pertama kali ayah nya menangis. Gadis berwajah bulat dan berpipi tembam itu pun kemudian melihat ke arah ibunya yang saat itu juga menangis sambil menunduk.
"Baiklah ayah, kali ini, aku akan menuruti apa yang ayah inginkan, kalau itu bisa membuat ayah bahagia." jawab Laura sambil menahan tangis dan terpaksa.
Leon pun kemudian mencium kening putrinya setelah itu menatap sang istri. Lenny pun kemudian mengangguk sambil berlinang air mata.
Melihat hal itu, lelaki paruh baya itu langsung melangkahkan kakinya keluar dan langsung menelepon sahabatnya James.
sementara Lenny, ia dengan sesenggukan secara perlahan menghampiri Laura dan langsung memeluk putrinya itu sambil menangis. Laura meyambut pelukan ibunya, mereka pun menangis bersama di dalam pelukan.
***
Sementara itu James.
Saat ini dia masih berada di kantor anak pertamanya, Austin, bersama dengan anak-anaknya yang lain.
Tiba-tiba.
Dering handphone James berbunyi. melihat sahabatnya Leon menelepon, ia pun langsung mengangkat.
"Leon, ada apa kawan, kau baik-baik saja?"
James langsung terdiam menegang saat mendengar penjelasan dari sahabatnya via telepon, matanya langsung melirik ke arah keempat anaknya. Ia terkejut Leon tiba-tiba membicarakan mengenai pernikahan Laura anaknya dengan salah satu putranya.
Keempat putra James juga menatap sang ayah dengan perasaan penuh tanya dan bingung. Mereka pun menatap satu dengan lainnya.
James pun langsung menatap terkejut ke anaknya yang di sebut Leon yang ingin dinikahkan dengan Laura. Sementara sang anak yang di tatap James ikut terkejut campur bingung.
"Baiklah, kau tenanglah. Aku akan coba bicarakan hal ini pada anakku terlebih dahulu, kau tenanglah kawan," Pinta James.
James pun kemudian langsung mematikan teleponnya dan kembali menuju ke tempat duduknya semula, ia kemudian memandangi satu persatu anak-anaknya.
"Ada apa ayah? Semuanya baik-baik saja?" Tanya Harold.
"Maafkan aku anak-anakku, ada yang ingin ayah sampaikan, ini dadakan." kata James serius.
"Katakan saja ayah," Pinta Austin dengan lembut dan tersenyum.
"Kalian harus siap-siap dengan ini semua. Terlebih Dean."
Perkataan sang ayah mendapatkan tanggapan anggukan dari semua anaknya, terkecuali Dean. Ia tampak terkejut dan penasaran.
"Aku ayah? Kenapa memangnya?" tanya Dean.
"Ya, kau Dean. Leon baru saja menelepon ayah, dia ingin menikahkan anaknya dengan salah satu dari kalian" jelas James.
"Dan dia adalah Dean ayah??" tanya Edward anak ketiga dari James.
James pun mengangguk kemudian menceritakan semuanya kepada ke empat anaknya sesuai yang di katakan Leon. Keempat anak James langsung terkejut dan langsung tertunduk dan hening.
"Aku tidak menyangka paman Leon mengalami hal seperti itu," Ungkap Austin yang kemudian di tanggapi anggukan oleh semua orang dengan raut wajah sedih.
"Maaf ayah. Tapi ... tidak bisakah ayah menolaknya saja?" pinta Dean tegas.
"Maaf anakku, tapi ayah tidak sanggup melakukan hal itu karena kamu tahu berkat bantuan Leon dulu perusahaan kita bisa maju pesat. sejak dulu ketika ayah kesusahan Leon selalu ada di sisi ayah dan membantu ayah sebisa dia, bahkan hingga hampir mengorbankan nyawanya." jelas James.
"Tapi, maafkan aku ayah, aku tidak setuju. aku tidak mau pernikahan ini ayah, aku tidak ingin melangkahi kakakku. Setidaknya biarkan kak Austin dulu yang menikah. Aku adalah anak terakhir di keluarga kita. Tidak ayah, aku tidak mau ... Aku belum siap," kata Dean tegas sambil berdiri.
"Dean!" sela Austin dengan nada sangat lembut dan sedikit tegas.
"Jika ayah mau, ayah nikahkan saja gadis itu dengan kak Austin bukan denganku!!" kata Dean kesal kemudian dia pergi begitu saja meninggalkan semua orang di ruangan sambil membawa tasnya.

Book Comment (114)

  • avatar
    Glaisa Mina

    I can't relate I'm depression then I'm so insecure my face

    20/01

      0
  • avatar
    Nur Amira

    amazing novel i have ever seen ! good job and continue doing the good works!

    02/12

      0
  • avatar
    jhajha

    Super ganda nakakalungkot naispin pero kaya moyan

    01/11

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters