logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Kecemburuan

"Assalamualaikum, Ma." ucap Haikal pada Evelyn yang sedang duduk di beranda menikmati senja dengan segelas teh melati favoritnya. Wanita tua dengan wajah khas timur tengah itu tersenyum menatap putranya yang baru saja pulang.
"Bagaimana tadi?" tanya Evelyn pada sang putra. Haikal mendesah sambil mengangkat bahu. Evelyn mengangguk paham. Artinya sedang ada kejadian tidak menyenangkan.
"Mas Wisnu sudah menceraikan Aisyah. Ternyata dalang semua ini adalah Bu Ratna. Ibu yang memilihkan istri baru untuk Mas Wisnu. Mana istri barunya ...." Haikal menghentikan ucapannya.
"Apa? Kenapa dengan istri barunya Wisnu?" desak Evelyn yang penasaran.
"Gak ah, gak papa. Istri barunya cantik tapi seksi. Beda jauh pokoknya sama Aisyah," ucap Haikal. Mencoba menutupi kenyataan sebenarnya.
Namun bukan seorang ibu namanya, jika tidak bisa membaca sesuatu yang disembunyikan putranya. Evelyn menelisik wajah Haikal dengan tatapan mengintrogasi. "Kamu lagi menutupi sesuatu dari Mama, kan?"
Haikal akhirnya menggeleng. Wajah Evelyn berubah. "Andai saja kamu lebih dulu mengenal Aisyah dan menikahi perempuan itu, Mama pasti bahagia sekali,"
"Ma ... jodoh sudah ada yang mengatur. Mungkin Aisyah bukan jodoh Haikal," ucap Haikal lembut.
"Iya, tapi bukan berarti tidak perlu diperjuangkan. Sekarang kamu bisa merebut Aisyah kembali," ucap Evelyn berapi-rapi.
Haikal tertawa. "untuk apa? Memangnya Aisyah barang?"
Evelyn menatap lekat putranya. Di balik wajah tampan yang tertawa lebar itu, wanita itu bisa melihat luka masa lalu. "Tapi, dulu kamu sangat mencintainya bukan?"
***
Aisyah bolak balik membersihkan rumah. Sesuatu yang seharusnya tidak perlu dilakukannya. Pak Soleh dan Bu Aminah merasa prihatin dengan nasib putri semata wayang mereka. Karena sedang menjalani masa iddah, maka Aisyah terpaksa harus berada di rumah orang tuanya.
Kedua orang tua Aisyah adalah pemilik kios sembako terbesar di kotanya. Dengan penghasilan yang lumayan, Pak Soleh dan Bu Aminah mendirikan panti asuhan di sebelah rumah mereka yang mereka kelola sendiri dengan bantuan anak-anak panti yang sudah besar. Sejak Aisyah kecil, dia memiliki saudara angkat yang bernama Yazid. Yazid kini ikut bekerja di toko sembako milik Pak Soleh dan membantu mengurus anak-anak panti.
"Assalamualaikum." Yazid masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu. Sudah kebiasaannya begitu karena Pak Soleh dan Bu Aminah sudah seperti orang tua sendiri.
"Wa alaikum salam."
Ternyata Aisyah sedang duduk di ruang tamu membaca buku. Mata perempuan itu berbinar bertemu Yazid, saudara angkatnya. Anak angkat kedua orang tuanya.
"A Yazid, apa kabar?"
"Baik. Aisyah pulang ke sini mendadak?" tanya Yazid sumringah.
"Iya, A. Aisyah panggilkan Ibu dulu ya," ucap Aisyah lalu pergi ke belakang.
Yazid mengamati kepergian perempuan dengan jilbab lebar itu sambil mengingat tentang masa kecil mereka di mana Yazid dan Aisyah bak prangko yang melekat kuat. Setelah remaja, mereka agak canggung berkomunikasi. Namun, Yazid tetap menyukai Aisyah yang tuturmya lembut dan senyumnya yang menampilkan gingsul. Membuat perempuan itu semakin manis dalam bayangan Yazid.
"Yazid, kamu kenapa senyam-senyum? Lagi kena sawan kah?" tanya Bu Aminah yang melihat anak angkatnya tersenyum lebar sambil melihat lantai.
"Eh, anu ... hehehe." Yazid nyegir karena dia bingung berkilah.
Bu Aminah menyeringai. "Hayo ... pasti lagi jatuh cinta. Gadis mana yang bikin anak ibu klepek-klepek?"
Yazid salah tingkah. Sebisa mungkin mengendalikan lidahnya agar tidak mengatakan kalau dirinya sedang mengenang momen manis dengan perempuan yang notabene adalah anak kandung ibu angkatnya.
"Aisyah pulang berapa hari?" tanya Yazid penasaran.
Bu Aminah memasang wajah murung, wanita itu menatap Yazid gamang, lalu berkata pelan. "Aisyah sudah bercerai. Suaminya mentalak tiga dirinya."
Sebuah kabar bak durian runtuh mengejutkan Yazid. Bercerai? Bagaimana bisa?
Melihat wajah penasaran Yazid, Bu Aminah menjelaskan. "Suaminya menikah lagi. Mertuanya ternyata sangat jahat. Ibu tidak bisa membayangkan bagaimana Aisyah tinggal seumur hidup dengan mereka. Padahal, selama ini perangai Wisnu sangat baik. Ibu tidak tahu kenapa mereka bisa bercerai lagi. Dulu Aisyah juga di talak dan bolak-balik ke sini. Ibu dan Bapak sudah lelah menasihati dia, dia sangat mencintai Wisnu, mantan suaminya."
Yazid manggut-manggut. Kabar sedih ini jadi dua kabar baginya. Menyenangkan dan menyedihkan. Sejatinya dia ikut sedih atas tragedi yang menimpa hidup perempuan yang di kaguminya sejak lama diam-diam. Namun, dia turut senang atas kabar perceraian itu. Yang artinya bisa membuat Yazid mendapat kesempatan lagi untuk memiliki perempuan baik hati itu. Bukankah sesuatu yang indah muncul dari rasa sakit? Mungkin ini adalah jawaban dari doa-doa dan harapan Yazid yang meminta agar cintanya tetap itu saja. Dia tak bisa berpaling dan membuka hati untuk perempuan lain.
"Sttt ..." Bu Aminah memberi kode ketika Aisyah keluar membawakan nampan minuman.
"Wah, ibu sama A Yazid ngomongin apa? Kayaknya seru." ucap Aisyah sambil meletakkan segelas kopi dan bergabung bersama mereka.
"Masya Allah ... sudah lama sekali Aa tidak minum kopi buatan Aisyah," ucap Yazid sambil menyeruput kopinya nikmat.
Aisyah menyunggingkan senyum. Yazid membayangkan adegan manis seperti ini. Segelas kopi dari istri solehah di pagi hari. Ah, sungguh indahnya.
Tiba-tiba pintu di ketuk. Bu Aminah membukakan pintu. Nampak Haikal berdiri di depan pintu.
"Nak Haikal? Mari masuk ...." ucap Bu Aminah sambil mempersilahkan Haikal duduk. Laki-laki itu segera duduk di samping Yazid yang melihatnya dengan penasaran.
"Ada gerang apa sampai berkunjung ke sini, Bang Haikal?" tanya Aisyah.
Yazid menyeritkan kening. Abang? Apa Aisyah sangat dekat dengan laki-laki yang duduk di sebelahnya ini sampai-sampai memanggilnya Abang?
"Alhamdulillah, Baik. Kabar Aisyah gimana ? Abang sedikit khawatir." ucap Haikal sambil melirik Yazid. Laki-laki itu juga punya pemikiran sama. Siapa Yazid sebenarnya? Kenapa dia ada di sini?
"Aisyah baik-baik saja. Kamu gak usaha khawatir. Oh ya, Ibu kamu sudah lama gak berkunjung. Tante jadi kangen," ucap Bu Aminah.
"Hehe, nanti ibu juga bakalan sering-sering ke sini, Tante," ucap Haikal sambil melirik ke arah Aisyah.
Aisyah yang dilirik tersenyum. Sungguh, perempuan itu tidak ada niatan apa-apa sebab memang tabiatnya murah senyum.
Namun lirikan Haikal dan senyuman Aisyah diartikan lain oleh Yazid. Laki-laki itu merasa dadanya panas terbakar api cemburu. Bahkan dia mau mulai berjuang, seakan dipaksa untuk mundur lagi.
Cinta tak bisa di prediksi akan tumbuh di mana dan berapa lama. Tapi Yazid sudah menanam pohon cinta itu sekian tahun sejak mereka kecil hingga dewasa. Tunas yang dahuly bukan apa-apa kini tumbuh rimbun serimbun cinta Yazid yang tetap ngotot menjaga rasanya pada wanita yang sudah bersuami, bercerai dan kini akan di dekati laki-laki lain lagi.
Sepertinya, Yazid akan terus maju untuk perasaannya. Diam hanya akan membuatnya menyesal lagi untuk kesekian kalinya.

Book Comment (43)

  • avatar
    Luluk Ainun Ni'mah

    bagus ceritanya....sebagai pengingat...banyak kemunafikan di sekeliling kita...hati hati

    27/01/2022

      0
  • avatar
    Purenputri

    bagusss polll seruu

    13/05

      0
  • avatar
    Wasri Sutinah

    Saya bahagia menemukan aplikasi ini

    12/07/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters