logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Lo Hebat

Edo tiba di rumahnya setelah memaksa sopir kepercayaan ayahnya. Namun kondisi rumahnya sudah sepi dan gerbang sudah terkunci. Ia yakin Kana dan Faiz sudah pergi. Ia pun menyuruh sopir itu untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Saat di tengah perjalanan, mata Edo menangkap sosok Kana yang sedang berjalan dengan langkah gontai. Ia pun menyuruh sopir itu untuk menghentikan mobil. Setelah itu ia berlari ke arah cewek yang menarik perhatiannya tersebut.
"Na!" panggilnya dengan suara lantang.
Kana menoleh hingga memperlihatkan mata sembabnya. Melihat kondisi cewek itu membuat Edo merasa sangat bersalah dan menyesal dengan pilihannya.
Edo berlari kecil menghampiri Kana yang terus bergeming di tempatnya. Ia pun segera memeluk tubuh mungil cewek itu. Walau pun jalan cukup ramai, tapi itu sama sekali tak membuatnya malu. Rasa rindunya sudah berhasil mengalahkan semua rasa malunya.
"Kak Edo," gumam Kana pelan.
Edo mengelus puncak kepala Kana. "Iya, ini gue."
Kana melingkarkan kedua tangannya di pinggang Edo. "Jangan pergi ...,"
Edo menghela nafasnya pelan. Inilah yang membuatnya tak ingin bertemu Kana. Setiap bertemu dengan cewek itu, semua pendiriannya mendadak runtuh. Bahkan pilihan yang sudah di pikirkan matang-matang pun bisa berubah kapan saja.
"Na, lo ga sekolah?" tanya Edo.
Kana menggelengkan kepalanya.
Edo tersenyum tipis. "Kenapa?"
Kana menggelengkan kepalanya lagi.
"Na, masuk ke mobil aja yuk," ujar Edo.
Kana mengangkat wajahnya dengan tangan yang masih melekat di pinggang Edo. Lalu ia menggelengkan kepalanya.
Edo mendesis pelan. "Gue malu, Na."
"Kenapa malu?" tanya Kana.
Edo menjauhkan tubuhnya, lalu ia memutar tubuh Kana untuk melihat ke sekelilingnya.
"Kita jadi tontonan gratis," ujar Edo.
Kana tersenyum lebar, lalu ia pun menyetujui ajakan Edo untuk masuk ke dalam mobil. Mereka pun segera masuk ke mobil yang berada di seberang jalan.
Edo berencana untuk mengantar Kana ke rumahnya. Setelah itu ia akan tetap pergi ke rumah orang tuanya. Pak sopir pun langsung tancap gas meninggalkan jalan yang tak begitu ramai.
Di dalam mobil tak ada yang membuka suara. Tapi suasana sunyi itu lenyap saat terdengar suara dering ponsel milik Kana. Cewek itu pun langsung mengangkat panggilan tersebut.
Kana mendekatkan ponsel ke telinganya. "Halo, Ma."
"Kamu di mana?" tanya ibunya.
"Aku—"
"Kenapa kamu ga pergi ke sekolah, Na?" tanya ibunya lagi.
"Kana—"
"Kamu pikir ibu sekolahkan kamu untuk main-main? Cepat pulang!" ujar ibunya dengan suara yang meninggi.
Setelah itu panggilan diputus oleh pihak ibunya. Kana menghela nafasnya pelan. Ia belum sempat menjelaskan keadaannya saat ini. Pasti ibunya sangat marah padanya. Selama ini, ibunya sangat jarang marah. Ini adalah kedua kalinya ia mendengar bentakan ibunya yang cukup menyeramkan.
"Ibu lo, Na?" tanya Edo.
Kana menganggukkan kepalanya dengan lemah.
Edo menggenggam sebelah tangan Kana sambil tersenyum. "Gue yang akan bicara sama ibu lo."
~~~
Kana duduk di sofa dengan kepala yang terus menunduk. Keadaan di sana terasa sangat canggung, ditambah dengan kedatangan Gilang yang membuat suasana semakin mencekam. Ia merasa seperti sedang disidang saat ini.
"Bu, biar Kana--"
"Diam, Kana! Ibu mau dengar penjelasan Edo!" bentak ibunya.
Kana menghela nafasnya pelan. Ia menoleh sekilas pada Edo yang duduk di sampingnya. Cowok terlihat sangat santai, padahal ia sangat ketakutan. Ibunya tipe orang yang kalau marah tidak pandang anak tetangga ataupun anak presiden. Semuanya akan dibantai sampai habis. Ia kembali menunduk lesu membayangkan akhir dari kedua cowok ini. 
"Jadi begini, Bu."
Kana mengangkat kepalanya saat mendengar Edo mulai membuka suaranya. Sedangkan ibunya tetap diam, menunggu penjelasan dari cowok itu.
"Seharusnya saya hari ini pergi. Tapi karena ada yang tertinggal, saya kembali ke rumah. Saat di tengah perjalanan, saya melihat Kana di tengah jalan. Maka dari itu saya mengantarnya pulang," jelas Edo.
"Benar begitu, Na?" tanya Ibunya dengan sorot tajamnya.
Kana menganggukkan kepalanya pelan. "Iya, Bu."
"Setelah itu?" tanya Ibunya.
"Tidak ada apa-apa lagi, Bu," jawab Edo.
"Pak Amir bilang melihat kalian berpelukan di pinggir jalan. Coba jelaskan itu," ujar Ibunya sambil memicingkan kedua matanya.
Edo membelalakkan kedua matanya. "Kana nahan saya supaya ga pergi, Bu."
"Bohong! Kak Edo yang narik aku, Bu!" seru Kana yang tak terima.
Rahang Gilang mengeras saat mendengar ucapan kedua orang tersebut. Tanpa sadar ia pun menggebrak meja hingga mengejutkan semua yang ada di sana, termasuk author. Semua mata menatapnya dengan penuh tanda tanya.
"Saya pamit, Bu," ujar Gilang.
Gilang segera bangun dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas pada Kana yang masih terus menatapnya. Setelah itu ia pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pada cewek itu.
Melihat kepergian Gilang sedikit membuat Kana merasa tak enak. Padahal cowok itu baru saja datang beberapa menit yang lalu. Mungkin cowok itu merasa tak nyaman dengan pembicaraan mereka. Lalu ia pun bangun dari tempat duduknya saat mengingat sesuatu. Ia segera berlari keluar dari rumah untuk mengejar cowok itu.
"Gilang!" panggil Kana.
Gilang menoleh sekilas, lalu kembali melangkah menuju motornya.
"Lang!" panggil Kana lagi.
Kana berdiri tepat di depan motor Gilang sambil merentangkan kedua tangannya. Ia mencoba untuk menghalangi cowok itu agar tak bisa pergi.
"Gue bisa aja nabrak lo," ujar Gilang.
"Kalau gitu tabrak gue," tantang Kana.
Gilang menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Oke."
Gilang menghidupkan motornya, lalu ia mulai melajukan motornya dengan perlahan. Kana langsung membelalakkan kedua matanya saat menyadari motor itu semakin dekat dengannya.
"Stop!" pekik Kana.
Gilang mengernyitkan dahinya. Ia pun turun dari motor dan menghampiri Kana.
"Mau lo apa sih, Na?" tanya Gilang.
Kana menarik kedua sudut bibirnya. "Lo ga sekolah?"
"Pentingnya apa lo nanya gue sekolah atau ga?" tanya Gilang dengan sinis.
Kana mengedikkan bahunya sambil terus tersenyum. Tapi nampaknya senyuman itu malah membuat Gilang merasa jengkel.
"Senang lo, Na?" tanya Gilang lirih.
Kana mengerjapkan kedua matanya dengan bingung. "Hah?"
"Senang lo mempermainkan perasaan gue?" tanya Gilang dengan senyum getirnya.
Kana terdiam di tempatnya. Entah mengapa ucapan Gilang membuat hatinya sakit. Matanya perlahan mulai berkaca-kaca. Jika ia memejamkan matanya sekali saja, pasti air mata akan langsung mengalir.
"Maksud lo apa?" tanya Kana lirih.
"Apa lo bisa sekali saja tentuin pilihan? Lo ga bisa kayak gini," ujar Gilang.
Gilang maju selangkah ke depan Kana, lalu ia meletakkan kedua tangan di bahu cewek itu. Ia menghela nafasnya pelan.
"Sedetik lo suka sama gue. Lo bikin gue terus berharap," ujar Gilang sambil menundukkan kepalanya.
Kana sudah tak bisa menahan perih di matanya. Ia pun memejamkan matanya. Benar saja, air mata mulai mengalir di pipinya.
"Sedetik kemudian lo ada di samping Edo. Saat itu lo berhasil menghancurkan harapan gue," lanjut Gilang. 
Gilang mengacungkan ibu jarinya. "Lo hebat, Na."
Bersambung ...

Book Comment (120)

  • avatar
    Muhamad Arbani

    Cerita nya menarik untuk dibaca, bagi kalangan anak2 remaja, terutama bagi yang SLTA.

    10/01/2022

      7
  • avatar
    milakarmilah

    cerita nya bagus bgt Ka..semoga hiatus ny ga llama ya,masih pengen liat kana sama.gilang apa sama.edo...semamgat kkakak🥰

    29d

      0
  • avatar
    PonselNajla

    bagus

    12/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters