logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 7 Kesepakatan Keluarga

"Quen, apa rahangmu tidak merasa pegal dengan keadaan mulut terbuka terus seperti itu?" tanya Mr. Deswan dengan wajah polos.
"Tunggu!" pekik Garra sesaat, membuat semua orang yang mendengar merasa kaget.
"Astaga, Garra! Untung saja jantung buatan Tuhan, kalau buatan kamu. Sudah meledak dari tadi!" cerca Raline sembari mengusap pelan dadanya.
Garra berdiri mendekati Quen, dengan posisi setengah berjongkok, pria itu menatap lamat wanita yang ada di depan sambil memegang dagu seorang wanita yang terlihat bersusah payah untuk sekedar menelan saliva. Seolah hal tersebut dejavu bagi mereka, pernah terjadi sebelumnya.
"Apa lagi yang akan dilakukan ikan ini?!"
Quen sudah memejamkan mata, menahan rasa takut tak berani menatap wajah Garra yang semakin mendekat.
Garra tersenyum puas melihat reaksi ketakutan dari wanita itu, ia dengan leluasa menggerakkan kepala Quen ke kiri dan kanan seolah ada yang diperhatikan.
"Anda kira, saya akan melakukan 'hal itu' lagi?" bisik Garra pelan.
Quen membuka kedua mata, dan langsung mengumpat.
"Sialan!"
Setelah memastikan sesuatu, Garra dengan santai berlenggak pergi, kembali duduk.
"Bautnya hilang, Pa." Lagi. Jawaban yang langsung keluar dari mulut Garra tanpa berpikir.
Raline semakin mempertajam tatapan mata pada Garra. Tak suka dengan jawaban anaknya itu.
"Kamu pikir, Quen itu robot?! Quen itu ratu. Ratu di hatimu, iya, kan?"
Garra kembali menatap Quen, melihat wanita dengan ekspresi tersenyum kaku menanggapi candaan dari Raline.
"Lebih tepatnya, ratu di hati Eder."
***
"Daud, saya ingin berbicara serius sama kamu. Ada hal yang ingin saya sampaikan tentang Garra. Mungkin kamu sudah melihat sedikit, tapi sebelum itu dapatkah kamu menilai saya orang yang seperti apa?" Mr. Deswan kembali membuat Tuan Daud tersenyum sendiri.
"Kamu orang yang humble, simple, dan menyenangkan menurut saya."
"Terima kasih. Sekarang bisa tolong pegang tangan saya?"
Tuan Daud menurunkan sedikit garis lengkung di bibir. Tak mengerti maksud dari Mr. Deswan.
"Kenapa?"
"Nanti atap rumahmu jebol, karena saya mau terbang. Tidak lucu kan tiba-tiba saja turun hujan, kita yang ada di dalam kebasahan. Nanti anak muda galau. Mereka bukan lagi memikirkan 'ada apa dengan cinta', tapi 'ada apa dengan rumah Quenarra'."
Sontak saja, dua pria paruh baya itu tertawa puas dengan lelucon garing dari Mr. Deswan, diikuti dengan Raline.
"Baiklah Daud, sebelum Garra menjadi menantu sah. Saya ingin memberitahu kalau Garra ini memiliki kepribadian yang sedikit dingin. Jadi, saya ada ketakutan tersendiri saat nanti Garra mengucapkan ijab ka—"
Belum selesai Mr. Deswan menjelaskan ketakutan yang ada pada dirinya, Garra sudah menyela pembicaraan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Quenarra Auristela Kim binti Daud Kim dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai."
"Mbekkk ...!
"Mbekkk ...!
Tiba-tiba terdengar suara kambing di komplek perumahan mewah tersebut. Tidak diketahui berasal dari mana, mungkin saja jelmaan jin yang ingin ikut menyaksikan kelihaian Garra dalam mengucapkan ijab kabul.
Kembali mereka semua terperangah melihat Garra. Kali ini aksinya mampu membuat Quen simpati, pelafalan yang diucapkan Garra cukup lantang dengan satu tarikan napas.
"Eh ... kok kayak keran bocor, Pa," komentar Raline memecah keheningan seperti di kuburan.
"Ya Tuhan ...! Doaku di sepertiga malam, berharap Garra menjadi mulut tetangga akhirnya dikabulkan." Mr. Deswan berucap syukur, merasa sangat bahagia.
"Selamat ya, Deswan! Anakmu tidak jadi pindah kependudukan sampai ke Kutub Utara sana. Bisa saja nanti Quen menjadi dingin juga." Tuan Daud ikut memberikan tanggapan konyol.
Garra merapikan sedikit kerah baju yang tak berkerah, merasa bangga dengan perkataan Mr. Deswan maupun Tuan Daud. Belum dapat dipastikan hal itu dalam bentuk pujian atau sindiran bagi Garra, yang pasti kedua lubang hidung pria itu sudah mengembang.
"Tidak, Daud. Garra tidak perlu sampai ke Kutub Utara sana. Banyak juga kan orang dingin tinggal di Indonesia?" Mr. Deswan terkekeh. "Terima kasih. Ini berkat Quen juga," balas Mr. Deswan menurunkan sedikit kepala.
Quen yang dari tadi hanya diam, enggan berkomentar akhirnya ikut bersuara.
"Saya?" Quen menunjuk diri sendiri. "Tidak ada hal apapun yang saya lakukan, Om," jawab Quen semakin bingung dengan keadaan saat itu.
"Pasti ada sesuatu tersirat yang telah kamu lakukan, sampai Garra bisa melafalkan kata yang panjang seperti itu," balas Mr. Deswan.
Quen mengalihkan pandangan menatap sinis Garra, meminta kejelasan atas hal yang baru saja diucapkan oleh pemuda itu.
Garra menautkan kedua alis, sembari menyentuh bibir. Membuat Quen kembali teringat dengan dua insiden yaitu lempar telur busuk dan sesuatu yang belum dapat dilupakan oleh Quen beberapa bulan lalu, antara ia dan Garra.
"Bukan tersirat tapi tersurat. Lemparan cinta dari Quenarra secara bertubi semakin membuat saya ingin cepat menikah," timpal Garra.
Quen memalingkan wajah, berdecak kesal dengan jawaban Garra. Ia semakin yakin, pria yang sekarang tersenyum sinis itu sedang menyindir insiden telur busuk.
"Apa kalian tidak ingin tahu?! Lemparan telur busuk, bukan lemparan cinta!" batinnya.
Mr. Deswan kembali melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda sesaat soal rencana pernikahan.
***
Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya tercapai kata sepakat.
"Kalau semua sudah sepakat, kita tinggal memikirkan konsep acara saja." Mr. Deswan mengakhiri obrolan soal pernikahan.
"Mama tidak sabar, Pa," celetuk Raline.
"Mau nikah lagi, Ma?!" Mr. Deswan menatap Raline cemas.
"Bukan ...! Pengen gendong cucu," jawab Raline dengan wajah berseri-seri.
Mr. Deswan menghela napas lega. "Kalau soal itu pasti, Ma. Sepuluh! Kita minta sama mereka."
"Sepuluh? Minta apa, Om?" Hawa gelap kembali dirasakan Quen.
"Minta aset negara, penerus bangsa yang imut-imut," jawab Mr. Deswan sembari menaik turunkan kedua alis pada calon menantu.
"Anak marmut," balas Garra dengan poker face-nya
"Memangnya anak marmut penerus bangsa? Pikiran kamu itu dangkal ya, Gar. Sama seperti perasaan Quen sama kamu sekarang, masih dangkal."
Mr. Deswan mampu merubah ekspresi wajah yang dingin itu menjadi menyala. Merasa tak terima dengan fakta yang baru saja disadari oleh Garra.
"Anak? Dari Tante Raline?" Lanjut Quen tanpa memedulikan perkataan dari Mr. Deswan barusan.
Mr. Deswan langsung tertawa mendengar pertanyaan lanjutan dari Quen.
"Hahahaaa ... kalau yang ini sudah turun mesin, sebentar lagi ambyar. Minta sama kalian."
"Saya dengan Garra, Om? Tidak mungkin," jawab Quen dengan senyum terpaksa.
"Mengapa?"
"Quenarra mau sebelas. Hitungan pemain bola," timpal Garra santai.
"Kalian bahkan sudah membicarakan jumlah anak?" Tuan Daud ikut berkomentar, merasa tertarik dengan obrolan mereka.
"Waduh ... laki-laki semua itu?" tanya Raline sedikit terkejut.
"Tidak apa, Ma. Perempuan juga banyak yang jadi pemain bola," jawab Mr. Deswan mencoba berpikir positif.
Pada saat keluarga Garra ingin pulang, ada sesuatu yang dibisikkan Garra kepada Quen.
"Apa mulai sekarang, kita berdua bisa sedikit menurunkan level sapaan menjadi aku kamu, atau Ayah Bunda?"
***

Book Comment (7)

  • avatar
    BiasaManusia

    😇😇😇😇😇

    06/02/2023

      0
  • avatar
    Taufik Renaldi

    lanjutannya mana lagi kak? udh lama ditunggu lanjutannya

    28/10/2022

      0
  • avatar
    FadhlanMuhamad

    bagus ko

    13/05/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters