logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 4 Niat untuk Menikah

Kediaman Mr. Deswan
Pukul. 21.25 WIB
Tiga bulan sebelum pernikahan
••••••••
"Pa, aku mau tanya sesuatu. Boleh?"
Pria paruh baya yang biasa disapa Mr. Deswan itu terpaksa menghentikan sejenak kegiatan membaca dokumen kerjaan beliau, karena suara berat yang berasal dari Garra.
"Tanya apa?" Raut wajah terlihat serius menatap Garra.
Dalam situasi apapun, Garra tetaplah seorang Garra. Pemuda dingin yang irit dengan kata-kata. Tak lihai dalam menjabarkan maksud tujuan, seperti malam ini, Garra menggunakan cara yang membuat papanya lumayan takjub untuk mentertawakannya.
Ia memutar sebuah lagu yang telah dipersiapkan dari beberapa jam lalu. Berharap Mr. Deswan mengerti dengan arah pembicaraan mereka nanti.
Selamat selamat selamat pengantin baru. Selamat selamat selamat pengantin baru ....
Krik
Krik
Krik
Selama beberapa detik terjadi keheningan di antara mereka, setelah potongan lagu tersebut selesai dinyanyikan oleh Upin dan kawan-kawan.
Mr. Deswan bukanlah orang dingin seperti anaknya. Beliau orang yang santai, humoris, berbanding terbalik dengan Garra.
Untuk detik berikut, tawa Mr. Deswan langsung pecah setelah menyadari hal bodoh yang dilakukan oleh Garra.
"Itu lagu Upin Ipin, kan? Kamu cuma mau nanya judul lagu itu saja, seperti orang yang mau minta nikah." Mr. Deswan kembali tertawa lepas.
Garra masih diam, tak bergeming. Ia dapat menyimpulkan sendiri, bahwa papanya tak mengerti maksud dibalik ia memberikan potongan lagu tersebut.
Akibat terlalu lama tertawa, membuat kerongkongan Mr. Deswan terasa kering. Ia mengambil secangkir kopi yang telah dibuat oleh Raline, istri tercinta yang sudah tersedia di atas meja. Sudah dalam keadaan minum pun, masih terdengar sedikit cekikikan saat beliau meneguk kopi.
"Pa! Garra mau nikah! Tinggal minta persetujuan dari Papa," ucap Raline yang baru saja datang dari arah depan.
Mr. Deswan yang saat itu sedang meneguk kopinya, tiba-tiba saja menyemburkan kopi yang telah masuk ke dalam mulut.
"APA?!!" Mr. Deswan kaget terperangah.
Beliau menyeka sisa kopi yang ada dibagian mulut, dan langsung menatap kembali Garra yang masih setia mematung menatap papanya itu.
"Eh ... Papa kenapa? Garra belum ngomong?" Raline terheran, buru-buru ia mendekati Mr. Deswan. Membantu suaminya membersihkan sisa kopi.
"Sudah," timpal Garra singkat.
Tak ingin ambil pusing. Garra segera berbalik badan berniat meninggalkan pasutri itu dalam keadaan bingung.
Begitu pun dengan Mr. Deswan, tak ingin merasa disalahkan, beliau menjawab pertanyaan Raline.
"Lagu Upin Ipin, Ma!" Mr. Deswan sedikit berteriak agar Garra mendengar.
Kini Raline yang merasa semakin tak mengerti dengan sikap kedua anak beranak itu.
"Upin Ipin apa, Pa? Garra! Kamu tunggu di sana, tunggu sampai Papamu selesai menjelaskan," pinta Raline.
Garra beberapa detik yang lalu sudah terlebih dahulu menghentikan langkahnya untuk meninggalkan mereka, dan kini semakin tertahan oleh permintaan sang Mama.
Mr. Deswan memutar lagu yang diperdengarkan oleh mereka tadi. Membuat Raline menggelengkan kepala tak mengerti.
"Garra cuma suruh Papa dengar lagu ini, Ma! Ini lagu Upin Ipin, kan?"
Untuk selanjutnya, Mr. Deswan menyanyikan lagu itu dengan suara sayup-sayup.
"Ya ampun, Garra! Apa susahnya kamu ngomong panjang kali lebar?! Jelaskan sama Papi kalau kamu berniat untuk menikah. Tidak seperti itu caranya!" Raline mendadak kesal dengan sikap Garra. Rentetan ocehan mulai mengantri keluar.
"Jadi kamu mau nikah? Memang ada perempuan yang ngerti sama bahasa isyarat kamu itu?" sindir Mr. Deswan.
"Bicara Garra! Nanti waktu ijab kabul, pakai suara kamu! Bukan pakai lagu Upin Ipin!" Raline berusaha bersabar menghadapi anak satu-satunya itu.
Garra menghela napas singkat. Ia menggaruk ujung hidungnya yang sedikit gatal.
"Sudah tahu, kan? Apa yang harus Garra jelaskan? Untuk biodata lengkap siapa calon pengantin wanita, nanti Garra kirim pesan ke Papa, atau mungkin via e-mail, Mama lihat saja nanti."
Pemuda itu terakhir memberikan senyum smirk kepada kedua orang yang masih diam menatap dirinya. Sebelum langkah kaki berlanjut naik ke atas, dengan santai tanpa lagi ada beban.
"Selesai urusan."
"Itu anak mau nikah, atau mau rekrut karyawan, Ma?"
Kedua orang tua itu hanya bisa saling memandang satu sama lain, tanpa tahu kesungguhan hati Garra untuk benar-benar melangsungkan pernikahan.
***
Kediaman Tuan Daud
Pukul. 10.05 WIB
Tiga bulan sebelum pernikahan
•••••••••
"Mungkin memang ini yang namanya jodoh."
Seorang pria paruh baya yang berdiri di depan jendela, sambil menggenggam sebuah handphone melebarkan senyum ketika mendapati putri semata wayang, menatap hangat wajah tua renta yang terselimuti sinar matahari pagi.
"Telepon dari siapa? Kenapa Papa senyum-senyum? Lagi bahagia?"
"Bisa dibilang seperti itu. Kemari Quen."
Tuan Daud, sapaan untuk pria paruh baya itu. Pria yang tangguh, sabar, dan paling utama sangat sayang terhadap Quen, anaknya. Pemilik perusahaan ternama, dan juga seorang single parents.
Kurang lebih lima belas tahun sudah, beliau berjuang membesarkan Quen seorang diri. Tapi, tak terasa beberapa bulan lagi tugas itu segera akan beliau alih fungsikan kepada Garra. Sang calon mempelai pria.
Quen menuruti keinginan papanya itu untuk duduk. Seolah tebakan Quen tepat terhadap Tuan Daud. Ia memang lagi sangat senang pagi itu, bahwa keinginan beliau dan sahabat karibnya sejak lalu untuk menjodohkan kedua anak mereka tidaklah sulit ternyata. Pada kenyataannya, Garra sendiri yang mau minta nikah, dan kebetulan sekali calon istri Garra adalah wanita yang akan dijodohkan oleh Mr. Deswan dan Tuan Daud, yaitu Quenarra.
Hal itu justru menambah semangat Mr. Deswan untuk segera melangsungkan pernikahan kedua anak mereka. Begitu pun dengan Tuan Daud, beliau juga sangat antusias sekali mendapatkan kabar baik ini. Itu baginya, tapi belum tahu kalau bagi Quen. Maka dari itu, Daud sedikit berhati-hati dalam bertanya mengenai hal ini.
"Hem ... kamu masih berhubungan dengan Eder?"
Sebelumnya Daud sudah mengetahui siapa Eder. Tentu saja, selama Quen menjalani hubungan dengan Eder, Tuan Daud tidak setuju. Jelas, perbedaan agama menjadi salah satu alasan Tuan Daud menolak Eder. Selain dari itu, hanya beliau yang tahu. Ia mempunyai kriteria tersendiri untuk calon suami Quen nanti.
Quen mengernyitkan dahi, seolah aneh tiba-tiba saja Tuan Daud membahas soal Eder.
"Kenapa, Pa?" tanya Quen balik. Ia juga merasa harus hati-hati menjawab pertanyaan satu ini.
Tuan Daud menatap Quen lekat, ingin berbicara dari hati ke hati dengan anaknya itu.
"Quen, kamu tahu selama kurang lebih lima belas tahun Papa menjaga kamu, apa kamu merasa senang selama ini, Nak? Walaupun, tak ada seorang malaikat cantik yang ikut membesarkanmu."
Keadaan berubah menjadi melow, setiap pembicaraan yang mengarah pada mamanya, Quen paling tak bisa menahan.
"Quen bahagia, Pa. Sangat bahagia, bagi Quen, Papa lebih dari cukup, segalanya buat Quen. Memang Papa bukan malaikat cantik, tapi Papa seorang malaikat handsome yang Quen miliki," ungkap Quen dari lubuk hati terdalam.
"Wah ... Papa tersanjung mendengarnya." Mereka berdua terkekeh. "Jadi, apa ada selain Papa yang bisa menjadi malaikat handsome Quen itu?"
Quen terdiam sesaat, wajahnya menegang. Apakah pertanyaan yang diajukan oleh Daud membuat Quen merasa tak nyaman?
"Maksud, Papa?" Quen sedikit bingung.
"Seiring berjalannya usia, semakin lama Papa akan semakin tua, Quen. Mungkin, ada saatnya nanti, Papa tidak bisa lagi menjaga kamu seperti sekarang."
Quen meringis, ia menggenggam tangan Tuan Daud erat.
"Papa ngomong apa? Jangan bicara aneh-aneh, Pa. Untuk apa Quen dijaga, Quen sudah dewasa. Papa cukup selalu ada di samping Quen saja," pinta Quen sungguh-sungguh.
Tuan Daud tersenyum kecil, mengerti dengan ketakutan yang kini diperlihatkan Quen kepadanya. Tuan Daud dapat merasakan tangan Quen mulai dingin saat menggenggam tangannya.
"Kamu bisa menuruti permintaan Papa kali ini, Quen?" Kini, tangan Daud yang menggenggam tangan anak gadisnya itu. Ada sebuah harapan besar yang terselubung dari genggaman tersebut.
"Apa itu, Pa?"
"Bisakah kamu menikah dengan seorang pria pilihan Papa?"
***

Book Comment (7)

  • avatar
    BiasaManusia

    😇😇😇😇😇

    06/02/2023

      0
  • avatar
    Taufik Renaldi

    lanjutannya mana lagi kak? udh lama ditunggu lanjutannya

    28/10/2022

      0
  • avatar
    FadhlanMuhamad

    bagus ko

    13/05/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters