logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Cincin

Universitas Indoraksa
Pukul. 08.00 WIB
Tiga bulan sebelum pernikahan
••••••••
"Ingat! Garra jangan disentuh! Dia tidak suka, kalian bisa sedikit menjauh?! Permisi ...!"
Bak selebritis, suara soprano dari para gadis memenuhi telinga siapa saja yang mendengar seolah menjadi sarapan Garra setiap pagi, tak heran ia selalu bersama dengan bodyguard sebagai penghalang bagi yang terkadang sekedar menyentuh halus tubuh Garra saja. Ada satu lagi, dan ini paling penting. Seorang Garra tidak suka bila ia disentuh oleh sembarang wanita. Bentuk tubuh atletis terlalu berharga hanya untuk disentuh begitu saja.
Garra pernah berkata pada waktu itu kepada para penggemar fanatik yang selalu memuja. "Tidak mudah bagi kalian, untuk menyentuh tubuhku yang terlalu berharga."
Ucapan Garra pada saat itu, mampu membuat para gadis semakin menggila, mereka menganggap gaya bicara Garra, menambah kesan misterius pada diri pria dengan model rambut messy hair.
Sambil kembali mengacak rambut menggunakan jari tangan, Garra melihat tingkah Nicole, sahabat sekaligus bodyguard Garra. Senyum smirk terpampang nyata dari sudut bibir pria berperawakan tegap, membuat para gadis yang melihat berteriak histeris, ketika Nicole tak mampu lagi menghalau, hal yang biasa ia lakukan adalah berlari menghindar dari kerumunan para gadis.
Tatapan Garra beradu dengan sosok Quen yang sangat ia benci. Seisi kampus mengetahui, bila Quen dan Garra bagaikan pertemuan dua air laut yang berada di teluk Alaska, mereka berdua tidak akan bisa menyatu satu sama lain.
Begitu pun, dengan Garra dan Quen meski sama-sama populer, sifat mereka berbeda.
"Quen!" sapa seorang pria dengan tinggi kurang lebih 187 cm.
Quen mengalihkan pandangan dari Garra, mencari sumber suara yang sangat ia kenal. Seorang pria berperawakan ideal yang sekarang telah berdiri di hadapan Quen, sedang menebar senyum yang diperuntukkan hanya untuk sang ratu kampus.
"Hei, Ed," balas Quen menyapa.
"Apa yang sedang kamu lihat?" Tanpa diketahui, Eder ikut memperhatikan Quen yang sedang menatap Garra.
"Pria itu selalu membuat telingaku sakit," protes Quen. Ia kembali melihat Garra yang telah menjauh dari  tempat semula pria itu berdiri.
"Ah, lupakan! Aku punya sesuatu untukmu." Eder terlihat begitu bersemangat.
Quen mengalihkan pandangan, menatap Eder heran.
"Apa itu, Ed?" tanya Quen yang mulai penasaran.
"Aku butuh tangan kananmu."
Quen semakin dibuat penasaran oleh sikap Eder. Ia menuruti saja apa kata kekasih, dengan menyodorkan tangan kanan ke depan.
Eder tersenyum puas, karena Quen menurut saja, tanpa banyak bertanya mempermudah kejutan pagi ini. Ia segera merogoh saku celana agak dalam, dan mengeluarkan sebuah kotak persegi berwana biru tua.
"Untukmu, my Queen." Eder membuka kotak biru tersebut.
Quen terpana dengan benda kecil bulat berkilau, yang berada di dalam kotak biru. Matanya berbinar, memancarkan aura kebahagiaan menerima hadiah dari Eder.
"Cincin? Indah sekali!" Quen merasa takjub.
"Mau aku pasangkan?" Eder menawarkan diri.
Quen mengangguk pelan, sebagai isyarat menyetujui tawaran Eder.
Mata berbinar saat Eder memasangkan cincin berlian indah itu pada jari manis tangan mungil gadis dengan wajah oval. Senyum mengembang sempurna, setelah ia mengarahkan jari manis ke langit-langit, menikmati keindahan berlian kecil yang bertengger sebagai batu permata.
"Terima kasih, Ed. Ini sangat indah, aku menyukainya!"
Eder lebih mengembangkan lagi senyumnya, mendapati bahwa Quen sangat menyukai cincin berlian yang bernilai ratusan juta itu, tapi bagi Eder, bukanlah sesuatu hal yang sulit untuk didapatkan, asalkan kekasihnya bahagia, apapun akan dilakukan. Termasuk membelikan sebuah cincin berlian.
***
Rumor "Couple Goals" tunangan pun cepat tersebar di area kampus. Semakin banyak para gadis patah hati dan berusaha mengikhlaskan Eder untuk Quen. Tak sedikit juga, para kaum adam merasa kecewa, Queen mereka telah diikat oleh Eder. "Pesaing receh", julukan dari Eder untuk para pengagum Quen.
Kabar burung itu pun, berakhir juga ke telinga Garra. Awal tahu, ia biasa saja mendengar kabar tersebut, tapi seisi kampus dibuat heboh oleh kabar yang belum tentu benar atau tidak. Sikap Garra yang merasa masa bodoh, mendadak kesal dengan pasangan penyebar rumor sampah! Kenapa? Bukan tanpa alasan, Garra sangat tidak suka bila ia harus selalu dilibatkan dalam hubungan kedua orang tersebut.
Meskipun kenyataan yang ada, Eder dan Quen sudah lama berpacaran sejak mereka masih SMA. Namun, tetap saja semua orang di kampus, menganggap Garra tidak lebih cakap dalam hal meluluhkan hati wanita. Padahal ia mempunyai lebih banyak penggemar wanita dari pada Eder. Itu pula yang menjadi salah satu alasan Garra, membuat suatu rencana, bila saja orang mengetahui pasti akan menganggap Garra gila!
Penyesalan datang belakangan,  mengapa ia mau saja di ajak Nicole, ke tempat perkumpulan orang-orang yang merasa kelaparan. Di mana lagi, kalau bukan kantin. Tempat orang yang juga kini bergosip tentang dirinya.
Di tempat inilah, Garra harus menerima omongan-omongan orang tentang ia yang selalu dibandingkan.
"Aku akan segera menikahinya," bisik Garra pelan, pada Nicole yang duduk di samping.
Tak ada hujan, tak ada petir, tak ada tanda dunia akan berakhir. Nicole yang sedang minum air putih di dalam botol, tiba-tiba saja tersedak, membasahi sebagian baju yang dikenakan. Ia terperanjat kaget, mendengar pernyataan Garra.
"Apa!" Sedikit berteriak. "Siapa yang mau nikah?! Siapa yang mau dinikahkan?!"
Untuk sesaat, kedua pria idaman kampus itu menjadi pusat perhatian. Suara Nicole yang terkesan kaget, mampu menarik perhatian Quen yang juga berada tak jauh dari posisi mereka.
Bukan Garra bila tak dapat mengatasi hal itu, Garra menanggapi dengan santai semua mata yang tertuju pada mereka. Cukup menatap tajam pada masing-masing pandangan orang, itu sudah cukup mengembalikan keadaan seperti semula. Tatapan elang menjadi ciri khasnya.
Percuma Nicole bertanya, karena tak ada sepatah kata pun yang keluar lagi dari mulut Garra. Pandangan pria itu menatap lurus pada meja yang berisikan Quen, Hannele, termasuk Eder. Kekasih yang juga tidak pernah jauh dari Quen, seisi kampus menjuluki mereka "Couple Goals", tapi tidak dengan Garra. "Kembar Siam" kalau Garra menjuluki mereka berdua.
"Kalau kalian di sini, ingin sebuah pembuktian. Maka akan aku buktikan, agar kalian bisa membedakan mana "rumor" dan mana "kenyataan"."
Sebuah rencana luar biasa, terbesit di dalam pikiran. Ia yakin, kali ini Quen tidak akan bisa tertawa seperti yang baru saja ia lihat sekarang.
***
"Quen, semua orang mengira kita tunangan. Hanya karena aku menyematkan sebuah cincin di jari manismu. Lucu sekali, kan, mereka suka sekali menyebar sesuatu yang hanya dilihat oleh mata, tanpa harus mencari tahu dulu kebenaran dari kabar itu." Eder terkekeh, mengetahui kabar burung terkait pertunangan mereka.
"Tunangan? Menarik. Apa hal itu bisa terwujud?" Quen menatap Eder. Tatapan yang selalu sama, bila mereka sudah membicarakan hal tersebut.
Baik Hannele mau pun Eder, sama-sama menatap ke arah Quen. Sebuah tatapan tak yakin yang dilemparkan Hannele.
Apa yang bisa kita lakukan sebagai manusia biasa, jika iman sudah berbicara?
"Ketika kalung rosarioku dan tasbihmu bertemu. Aku sadar, bahwa yang kasat mata mau pun tidak kasat mata sudah berbeda. Walaupun, di amin yang sama, iman yang berbeda."
Eder menatap lekat kedua manik coklat Quen. Walau tak ada sepatah kata pun yang keluar. Pria itu yakin, Quen dapat memahami makna tersirat dari dalam sorot mata, yang kini saling memandang.
Quen tersenyum kecil memandang bandul berbentuk salib, seolah memang sulit untuk mendaki bersama, tembok penghalang yang disebut "Iman" itu.
***

Book Comment (7)

  • avatar
    BiasaManusia

    😇😇😇😇😇

    06/02/2023

      0
  • avatar
    Taufik Renaldi

    lanjutannya mana lagi kak? udh lama ditunggu lanjutannya

    28/10/2022

      0
  • avatar
    FadhlanMuhamad

    bagus ko

    13/05/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters