logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 MAAF YANG SALAH

~ Aku yang minta maaf walau kau yang salah ~
Abhimana Pratama
**
“Awh sakit!” pekik Abhi saat Ayla sedang mengobati luka di sudut bibirnya.
“Tahanlah sebentar, Mas ....”
Ayla mengobati luka suaminya dengan penuh perhatian, Abhi tak henti memandang kagum pada wanita di hadapannya. Meski telah disakiti berkali-kali, tak sedikit pun mengurangi rasa cintanya pada perempuan berkulit putih itu.
Setelah selesai, Ayla memapah Abhi untuk naik ke kamar mereka yang terletak di lantai atas. Lalu ia membantu suaminya itu untuk berganti pakaian dan membimbingnya ke tempat tidur.
“Istirahat ya, Mas. Apa mau aku buatkan minuman hangat?” tawar Ayla sambil menarik selimut untuk menyelimuti Abhi.
Abhi menggeleng pelan. “Temani aku saja,” pintanya seraya memegangi tangan Ayla.
Ayla menghela napas pelan kemudian mengangguk. “Baiklah, sekarang Mas segera tidur ya,” ucapnya sambil duduk di samping Abhi dan mengusap kepala suaminya itu.
Abhi memejamkan mata, tangannya tak lepas memeluk lengan Ayla dengan erat seolah tak mengizinkan istrinya itu pergi darinya. Ayla mengamati wajah suaminya yang terlihat teduh dan menenangkan, entah ke mana saja dirinya hingga baru menyadari hal itu. Tangannya terulur untuk membelai wajah sang suami, lalu berhenti tepat di atas bibir Abhi yang menarik perhatiannya.
Abhi tersenyum lalu membuka mata dengan perlahan, Ayla sedikit terkejut dan ingin menarik tangannya dari wajah Abhi namun pria itu menahannya. Tangan Abhi terulur untuk mematikan lampu tidur di sampingnya, lalu membawa sang istri dalam dekapan hangat untuk melakukan rutinitas malam mereka sebagai suami istri.
Meski pun Ayla belum mencintai Abhi, namun mereka tetap menjalankan kewajiban dan hak masing-masing layaknya suami istri pada umumnya. Abhi terus berdoa dan berharap pada Allah untuk membukakan pintu hati Ayla agar bisa mencintainya seperti dirinya mencintai wanita itu.
**
Ayla langsung beranjak dari tempat tidur begitu selesai menjalankan kewajibannya pada sang suami. Wanita itu menyalakan lampu tidur lalu mengenakan piama yang selalu tergantung di samping tempat tidur. Setelah itu ia membuka laci untuk mencari sesuatu dari dalam sana yang selalu dikuncinya, namun tak juga ia temukan.
Abhi ikut terbangun karena sinar lampu yang menyilaukan matanya, ia memicingkan mata saat melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 02.00 pagi lalu bangun dan duduk bersandar pada sandaran tempat tidur.
“Kamu cari apa, Sayang?” tanya Abhi yang menguap sambil menutup mulutnya dengan satu tangan.
Ayla menghentikan aktivitasnya, lalu menoleh pada suaminya yang sudah duduk bersandar sambil melipat tangan di depan dada. “Aku cari ... ini Mas, apa itu ... hmm vitamin. Iya aku cari vitaminku, kenapa nggak ada ya di sini,” jawabnya dengan gugup sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Vitamin apa?”
“Ya vitamin, Mas. Untuk menambah imun biar nggak gampang sakit saja.”
“Yakin yang kamu maksud itu vitamin?” tanya Abhi menyelidik.
Ayla mengangguk ragu. “I—iya Mas ....”
Abhi menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, memakai celananya dengan cepat. Lalu berjalan menghampiri Ayla dengan bertelanjang dada.
Ayla menutup laci dan menguncinya dengan cepat saat Abhi telah berada di hadapannya.
“A—ada apa, Mas?” tanya Ayla dengan gugup, wajahnya menunduk tak berani menatap langsung pada sang suami.
Abhi menatap Ayla dengan pandangan penuh selidik. “Sejak kapan vitamin berubah menjadi obat anti hamil?” tanyanya dengan kedua tangan yang bersedekap di depan dada.
Ayla mendongakkan wajah, menatap tak percaya pada sang suami yang melontarkan pertanyaan itu padanya. “Da—dari mana Mas tahu itu obat anti hamil?” tanyanya balik dengan mengerutkan dahi.
Abhi tersenyum masam. “Ayla ... aku nggak sebodoh yang kamu pikir. Ini rumahku, di mana saja kamu menyembunyikan hal sekecil apa pun aku pasti akan mengetahuinya.”
Ayla terdiam, tak berani membalas ucapan sang suami.
“Sejak kapan kamu meminum obat itu?”
Ayla masih enggan menjawab, wanita itu menunduk sambil memainkan ujung piama yang ia kenakan.
“Nggak mau jawab juga?”
Drrt... Drrt...
Ponsel Ayla yang ia letakkan di atas meja samping tempat tidur bergetar, Ayla dan Abhi melirik bersamaan pada layar ponsel yang menampilkan nama sang pemanggil ~Davin~.
Abhi segera meraih ponsel itu dan menggeser tombol hijau di atas layar. “Anda punya sopan santun tidak? Ini masih pukul 02.00 pagi tapi Anda sudah mengganggu seorang wanita yang mana dia adalah istri saya. Mulai sekarang, jangan harap kalian bisa membodohi saya lagi,” ucap Abhi dengan tegas kemudian mematikan panggilan itu sambil berjalan keluar kamar membawa ponsel Ayla.
Ayla tak berani mengganggu suaminya yang tengah marah, wanita itu sangat tahu jika suaminya itu sedang marah maka ia tak akan berani mendekat. Abhi adalah seorang pria yang penyabar, namun saat ada yang membuatnya marah maka lelaki itu lebih memilih diam dan menghindar sampai ia siap untuk berbicara dan menyelesaikan masalahnya.
**
Keesokan paginya, Abhi dan Ayla masih saling berdiam diri tak ada yang berniat untuk memulai percakapan lebih dulu. Sampai akhirnya Abhi mengembalikan ponsel pada Ayla dan meminta maaf pada istrinya itu.
“Maaf ...” ucap Abhi lirih, namun masih bisa terdengar oleh Ayla.
Ayla mengerutkan dahi memperhatikan suaminya yang sedang menatapnya dengan sendu. “Maaf untuk apa, Mas?”
“Maaf, sudah sedikit keras sama kamu semalam dan ... menyita ponsel kamu.”
Ayla mengangguk pelan lalu memasukkan ponsel ke dalam tasnya. “Nggak papa, Mas.”
“Kamu mau ke mana?”
“Ke rumah ayah sama bunda, kenapa?”
“Mas antar ya?”
“Oh nggak usah Mas, aku bisa naik taksi. Lagian kan Mas juga mau berangkat kerja,” tolak Ayla lalu berjalan melewati Abhi.
“Ayla ...” panggil Abhi membuat istrinya itu menghentikan langkah lalu berbalik menghadapnya.
“Ada apa lagi?”
Abhi berjalan mendekat menghampiri Ayla. “Aku sudah meminta maaf meskipun kenyataannya kamu yang salah, sekarang sikap kamu masih seperti ini padaku. Apa yang harus aku lakukan untuk membuat kamu mencintaiku?” tanyanya dengan sorot mata sendunya.
Ayla menghela napas dan menghembuskan dengan kasar. “Berapa kali aku harus katakan sama Mas Abhi? Aku nggak cinta sama kamu, Mas. Yang aku cintai hanya Da—“
“Cukup!” potong Abhi cepat. “Jangan pernah ucapkan nama itu lagi dalam setiap pembicaraan kita. Sekarang kita ke rumah ayah dan bunda, biar mas ikut sekalian,” ucapnya dengan tegas lalu berjalan melewati Ayla menuju garasi mobil.
Ayla hanya bisa menggeleng heran dengan sikap suaminya itu, lalu ia pun melangkahkan kakinya dengan gontai menyusul sang suami. Setibanya di garasi, mereka dikejutkan dengan kedatangan tamu yang tak terduga.
“Ayla ...” panggil seorang pria dengan antusias yang berlari kecil menghampiri Ayla.
“Kamu ....”
**

Book Comment (172)

  • avatar
    Advantur Advan

    sangat seru ceritanya

    07/08

      0
  • avatar
    Viina Siagian

    bagus

    31/07

      0
  • avatar
    MadzimElty

    Very good

    26/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters