logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 4

Sekelompok orang berhamburan kelas tanda jam pembelajaran sudah selesai. Zefannya dengan seorang perempuan yang berada dibelakangnya kini mensejajarakan langkah untuk berada tepat di sisi Zefannya. Dia adalah perempuan yang menelepon Zefannya minggu kemarin saat berada di rumah sakit untuk menjenguk Vero dan dia juga yang menyelamatkan Zefannya dari kecanggungan suasana. Zefannya memang harus berterimakasih pada perempuan bernama Yuri di sampingnya.
“Anya, hari ini jadi ‘kan mau bahas tugas yang minggu kemarin?” tanya Yuri yang berada tepat di samping Zefannya.
“Iya ayo!” jawabnya mengajak Yuri untuk berbelok kearah kiri tapi langkahnya terhenti ketika suara yang dikenal memanggilnya.
“Mami,” teriak anak laki-laki dari ujung koridor tempat Zefannya berdiri.
Zefannya sangat ingat suara siapa itu, dan siapa lagi jika bukan Vero dan Bima yang berada di sisinya. Zefannya sungguh malu karena Vero memanggil dengan sebutan mami ditambah melambaikan tangan padanya dan membuat semua atensi mata yang berada di sekitar kampus memandangnya. Zefannya yakin Vero tidak akan pernah mengatakan itu jika bukan Bima yang menyuruhnya.
“Ri sebentar ya,” pamitnya pada Yuri dan menghampiri kedua lelaki yang terpaut umur sangat jauh ini.
“Vero lagi apa disini?” tanya Zefannya dengan berlutut untuk mensejajarkan tubuhnya dengan bocah kecil yang menarik perhatian setiap orang.
“Mau bertemu mami,” jawabnya polos.
Zefannya seketika mengalihkan pandangannya dengan mendelik tajam pada Bima saat Vero memanggilnya seperti itu. Sedangkan yang menjadi tersangka abai dan bersikap seolah tidak tahu ada yang melihatnya dengan tatapan tajam.
“Vero, kenapa panggil Aunty pake sebutan mami?” tanya Zefannya dengan usapan lembut di kepala Vero agar merasa tidak terinterogasi dengan pertanyaannya.
“Tidak boleh?” jawab Vero yang nadanya terdengar ketakutan.
“Boleh sayang tapi harus izin dulu sama Aunty ya. Jadi Vero jangan manggil seseorang tanpa sebutan biasanya ok?”
“Maafin Vero,” mengatupkan mulutnya dan memaikan kedua telunjuk di depan dadanya karena merasa sangat bersalah. “Aunty marah?” sambungnya dengan tatapan yang menggemaskan. Sungguh jika Vero sudah mengeluarkan kegemasannya siapapun tidak tega untuk melanjutkan perkataannya dan yang Zefannya lakukan menghela nafas sambil tersenyum tanda ia benar-benar gemas dengan bocah yang memiliki pipi tembam dan mata indah.
“Tadi iya sekarang tidak karena Vero sudah minta maaf.”
“Maaf Aunty, Vero hanya di suruh oleh Uncle untuk manggil seperti tadi. Karena kata Uncle biar Aunty tahu ada Vero disini,” dengan menunjuk Bima, sedangkan tersangka mengalihkan pandangan ke arah lain. Bukan Vero yang melakukan kesalahan tapi memang sudah di briefing untuk mengatakan itu.
Sudah Zefannya duga karena siapa lagi jika bukan laki-laki ini yang selalu cari masalah dengan dirinya akhir-akhir ini, entah selalu mengirim pesan di setiap harinya atau mengirim berbagai makanan ke rumah dan sekarang dengan beraninya datang ke kampus untuk menjebak Zefannya agar mau ikut dengannya.
“Jangan mengajarkan anak yang tidak baik!” perintahnya ketus.
“Karena kamu ga akan lihat jika Vero tidak memanggil,” jawab Bima tak kalah ketus.
“Aunty ayo jalan-jalan!” perdebatan sengitnya tertunda kala Bocah kecil menarik-narik baju Zefannya.
“Sayang Aunty ada tugas, jadi tidak bisa hari ini,” ucap Zefannya dengan nada lirih karena merasa bersalah.
“Tapi kata Uncle, Aunty mau hari ini,”
Bima benar-benar keterlaluan, setiap harinya dia membuat poin keburukan agar Zefannya makin membencinya.
“Kamu tidak pernah membalas pesanku dan kuanggap itu iya,” jawab Bima terlebih dahulu sebelum perempuannya mengarahkan berjuta cacian.
“Sayang, Aunty bisa saja hari ini tapi setelah Aunty mengerjakan tugas, dan tugas Aunty saat ini sangat banyak pasti akan sangat lama jika Vero menunggu. Aunty tidak mau membuat Vero menunggu.” Mencoba membujuk Vero yang kini merajuk ingin bermain dengannya. Bukannya Zefannya ingkar hanya saja saat ini tugasnya lumayan banyak dan tidak mau membuat Vero menunngu.
“Kamu selesai kapan?” suara Bima menginterupsi.
“Aku tidak tahu, mungkin lama jadi lebih baik kamu pulang saja bawa Vero aku tidak mau bikin dia nuggu,”
“Ok Vero kita tunggu Aunty hanya satu jam, kita bisa main dulu disini bagaimana?”
“Ok Uncle.” Sambil berlari menuju kolam ikan yang ada di tengah taman.
“Siapa yang bilang satu jam? kenapa kamu selalu bertindak seenaknya?” Zefannya mulai tersulut emosi.
“Karena kamu tidak memberi jawaban pasti. Jadi aku yang memutuskan.” Jawabnya dengan sangat santai.
“Terserah, yang jelas aku akan menyelesaikan tugasku sampai selesai.”
Bima hanya mengedikkan bahunya sebagai jawaban sedangkan Zefannya berlalu dengan tampang yang sangat kesal. Ok poin Bima makin bertambah untuk membuat Zefannya sangat membenci Bima.
“Hati-hati sayang,” ucapnya dengan setengah berteriak.
Oh sungguh orang ini benar-benar akan menemui ajalnya jika saja Zefannya tidak bisa menahan amarahnya. Tentu saja sebelumnya dia sudah di perhatikan dan kini Bima memanggilnya dengan sebutan itu menambah setiap mata mengalihkan kembali atensinya pada Zefannya seperti akan menguliti Zefannya saat ini juga. Terlebih teman di hadapannya ini yang memandangnya menunggu penjelasan.
Tatapan tajam Zefannya dapatkan setelah sampai di depan temannya. Yuri berpikir kalau sebelumnya mereka pasti bertemu terlebih dahulu tapi Yuri tidak tahu cerita sebelumnya dan sekarang menuntut jawaban dengan menatap Zefannya tajam bersiap untuk mengiterogasi atau mungkin seperti singa lapar yang memperhatikan mangsanya.
“Apa?” tanya Zefannya yang sadar dengan tatapan Yuri.
“Kalian balikan?” pertanyaan yang sudah bisa Zefannya tebak.
“Tidak.”
“Lalu kenapa dia datang membawa Vero dan memanggilmu seperti itu?”
“Kamu jangan menambah beban kepadaku sekarang, jadi ayo kita kerjakan cepat dan jangan membahas yang tidak perlu,” jawab Zefanya berlalu meninggalkan Yuri yang terpaku dengan tatapan penasaran.
“Kamu berhutang cerita padaku,” perintah Yeri mengikuti langkah Zefannya
Yeri adalah temannya Zefannya saat pertama kali di kampus dan mereka sangat dekat hingga di semester akhir ini. Sudah pasti Yeri mengetahui bagaimana hubungan sahabatnya ini karena Zefannya selalu bercerita padanya bahkan perihal alasan yang menjadi putusnya hubungan Bima dan Zefannya yang sudah terjalin selama 3 tahun.
“Oke akhirnya selesai, ah badanku rasanya remuk,” diiringi peregangan pada otot yang terasa kaku.
“Sejak kapan kalian berhubungan kembali?” tanya Yeri dengan nada menginterograsi
“Minggu lalu karena Vero sakit dan ingin bertemu denganku.”
“Sudah kuduga dan sekarang dia mengambil kesempatan untuk bertemu denganmu lagi. Lalu berlanjut sampai sekarang?”
“Tidak.”
“Kupikir dia mempunyai senjata untuk mendekatimu kembali.” Pendapat Yeri yang kemungkinan sangat benar.
“Aunty.”
Perbincangannya terhenti kala melihat bocah gemas yang berlari menuju keduanya dan mengarahkan atensinya untuk melihat bocah 5 tahun itu.
“Aunty sudah selesai? Ayo kita pergi!”
“Hai Yeri sudah lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?” sapa Bima untuk mendapatkan lampu hijau agar Yeri mengijinkan Zefannya pergi. Bima cukup takut untuk berhadapan dengan perempuan cerewet seperti Yeri bahkan saat Yeri tahu alasan mereka mengakhiri hubungan Bima dimarahi habis-habisan bahkan memukul tanpa rasa ampun. Jadi Bima cukup waspada untuk perempuan satu ini.
“Baik,” jawab Yeri dingin.
“Aku pinjam dulu sahabatmu, dia ada urusan yang harus diselesaikan. Ayo sayang,” menarik lengan Zefannya untuk segera berdiri.
“Lepaskan aku bisa sendiri, dan jangan memanggilku dengan sebutan itu,” menepis tangan Bima dan menuntun Vero.
“Kamu tidak akan bangun jika tidak di paksa.”
“Kalau begitu mari Yeri kita berangkat dulu.” Pamit Bima pada Yeri dengan senyuman untuk mendapatkan kembali citra baiknya.
Hanya anggukan itu yang bisa Yeri berikan sebagai jawaban, karena jujur saja dia pun ikut kesal melihat sahabatnya sendiri di sakiti. Yeri tahu betul jika Zefannya tidak akan terlalu larut dalam kesedihannya. Bahkan saat Zefannya putuspun ia tidak pernah melihatnya menangis ataupun tidak semangat. Justru Zefannya bersikap seperti biasa dan bercerita tanpa menangis ataupun merasa sakit. Tapi Yeri tahu betul bahwa sahabatnya sangat terpuruk hanya saja Zefannya pandai meyembunyikannya.

Book Comment (45)

  • avatar
    Butir Butir Pasir Dilaut

    ceritanya bagus seakan nyata

    14d

      0
  • avatar
    Ardianta Verza

    Bagus

    13/08

      0
  • avatar
    Anang Full

    bagus

    09/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters