logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 28

Mereka pergi untuk berjalan-jalan. Sedangkan Yeri pergi ke supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan. Tidak ada tempat spesial yang mereka kunjungi, hanya peegi ke pusat perbelanjaan yang ada di sekitar kampus. Vero sangat senang bertemu dengan Zefannya, semua hal yang Vero simpan untuk diceritakan pada Zefannya ia ceritakan satu persatu dengan penuh antusias.
"Vero lapar," ucapnya dengan mengusap perut membuat ketiga orang dewasa itu menghentikkan langkahnya dan tertawa bersama.
"Baiklah ayo kita makan. Vero mau makan apa?" tanya Zefannya.
"Sushi," lantangnya.
"Wah Vero suka sushi sejak kapan? Dulu saat aunty tawari sushi Vero selalu menolak," rajuk Zefannya dengan nada sedih yang ia buat.
"Itu karena Vero belum suka, tapi saat ini sudah suka karena aunty Kirana selalu memberikan sushi sebagai makan siang untuk Vero juga uncle," jawabnya lancar membuat Kirana sedikit tersentak kaget. Harusnya Vero tidak mengatakan hal seperti itu. Jujur saja membiat Kirana was-was. Anak kecil memang selalu jujur.
Zefannya mengalihkan pandangannya pada Kirana yang hanya diam dan menatap Vero dengan senyuman.
"Aunty, Vero juga sekarang sudah bisa makan sayur karena sarapan buatan aunty Kirana sangat enak," sambungnya.
"Wah Vero hebat, ucapkan terimakasih pada aunty Kirana, karena sudah mau membuat makanan enak untuk Vero jadai Vero akan terus sehat."
"Aunty Kirana terimakasih makananya enak. Lain kali buatkan juga untuk Aunty Vero biar sehat."
"Iya sama-sama, nanti aunty akan buatkan," ucap Kirana penuh kelembutan.
"Kalau begitu ayo kita makan, sepertinya perut anak gembul ini sudah demo sejak tadi." Vero hanya tertawa. Mereka melanjutkan perjalanannya ke restoran sushi sesuai keinginan Vero.
Zefannya bergandengan dengan Vero jalan terlebih dahulu. Sedangkan Bima dan Kirana jalan berdampingan dibelakang. Tidak ada percakapan yang diciptakan baik Bima ataupun Kirana keduanya larut melihat suasana sekitar dan menyimak pembicaraan Vero juga Zefannya yang berada di depannya. Canggung itu yang Kirana rasakan. Jika tahu begini dia tidak akan menyetujui untuk ikut berlibur.
Vero yang duduk bersebelahan dengan Kirana dan Bima yang bersebelahan dengan Zefannya. Kini mereka sedang menyantap makananya dan susana hening pun begitu tercipta, hanya suara dentigan sumpit yang tercipta sebagai pengiring keheningan.
"Apa sushinya tidak enak?" interupsi Zefannya sebagai pembuka dalam pembicaraan.
"Kirana?" tanyanya lembut untuk yang kedua kali karena belum mendapat jawaban. Bima dan Vero sontak menatap Kirana seperti menuntut Kirana untuk menjawab.
"Ah, Kau berbicara denganku?" kikuk Kirana.
"Tentu. Apa ada masalah?"
"Tidak," jawabnya dengan senyuman tapi raut wajahnya tidak bisa berkata bohong.
"Kau sakit? Semenjak kemarin kau banyak diam." Bima ikut menyela.
"Aku baik-baik saja," jawabnya lembut meyakinkan.
Kirana tidak ahli dalam mengelabui orang lain terkait mimik wajahnya. Jika ia sedih, senang, dan perasaan lain yang ia sedang rasakan wajahnya tidak akan sungkan untuk memperlihatkannya.
"Kau sungkan? Jangan begitu anggap saja aku sebagai temanmu juga. Tidak usah canggung," ucap Zefannya mengusap lembut punggung tangan Kirana memberikan ketenangan.
Hanya senyuman yang bisa Kirana balas untuk ucapan Zefannya. Karena ia bingung harus mengatakan apa. Ia merasa bersalah dan merasa sakit sekaligus.
"Aku dengar kau teman Bima saat sekolah menengah pertama. Bagaimana sikapnya? Pasti menyebalkan. Benarkan?" tuntut Zefannya agar Kirana tidak merasa canggung.
"Hei! Seenaknya kau mengatakan aku menyebalkan. Aku tidak seperti itu. Benarkan Kirana?" elak Bima tidak terima.
Kirana dan Vero ikut tertawa. Zefannya berhasil membuat Kirana berbicara untuk menceritakan Bima saat dulu masih sekolah. Mengikis rasa canggung yang sejak tadi tercipta. Itu memang keahlian Zefannya.
Sedangkan Bima hanya mendengarkan saja, ikut mengelak rasanya percuma, Zefannya punya seribu kata untuk membuat Bima bungkam. Jadi Bima lebih memilih membalas semua pertanyaan-pertanyaan Vero yang tidak pernah ada habisnya.
Posisinya kini berganti Kirana yang bersama Zefannya dan Bima dengan Vero. Semakin berbicara lebih dalam menggali memori Kirana terkait Bima di masa lalu membuat Kirana sudah tidak canggung lagi dan tidak malu untuk berucap seperti sebelumnya. Kirana orang yang lembut dan juga menyenangkan saat diajak berbicara, itulah yang Zefannya gambarkan. Padahal sebetulnya Kirana sangat susah untuk bergaul dengan orang baru. Tapi dengan Zefannya lain halnya. Zefannya sangat senang memiliki teman baru seperti Kirana. Ia tidak beranggapan Kirana sebagai saingannya dalam mengetahui sikap Bima dan semua hal tentang Bima. Karena menurutnya itu bukan suatu ajang perlombaan yang perlu dipersaingkan. Satu lagi sebagai penegasan Zefannya senang bisa kenal dengan Kirana.
Cantik, dewasa, pintar, menyenangkan. Itu yang Kirana gambarkan pada sosok Zefannya. Zefannya mampu membuat Kirana yang notabenenya sulit untuk berteman dengan orang lain kini bisa mudah. Kirana merasa minder dan paham bahwa dirinya tidak mampu menyaingi Zefannya bagaimanapun itu. Ternyata hal seperti ini yang membuat Bima melabuhkan hatinya pada Zefannya. Semakin sulit untuk membuat Bima melirik atau bahkan mengetahui perasaan Kirana yang sebenarnya. Perasaan yang telah ia kubur dalam kini memang harus sudah bisa dilenyapkan.
Zefannya berhasil membuat Kirana dekat dengannya. Tidak hanya berbicara masa lalu Bima mereka berdua juga membicarakan hal lainnya. Tentu saja Kirana senang karena ia bisa memiliki teman dengan mudah tidak seperti saat sekolah dulu ia sangat sulit untuk mendapatkan orang yang meu mengobrol dengannya. Kirana cenderung cuek dan lebih senang menyendiri sampai saat ini kecuali dengan Bima, dan sepertinya sekarang kekasih Bima juga ikut masuk dalam daftar seseorang teman baik yang Kirana miliki.
Mereka melanjutkan dengan membeli kebutuhan Zefannya dan juga kebutuhan ketiganya selama tinggal di sini dalam beberapa hari kedepan. Tadinya Zefannya ingin menitip saja pada Yeri sebagai pembalasan tapi ia urungkan karena mereka berempat bingung harus pergi kemana lagi. Rencananya lusa mereka akan pergi ke Lotte World yang ada Seoul mengingat Zefannya untuk besok harus bertemu dengan salah satu Profesor terkait tugas penelitiannya.
Langit yang tadinya biru berubah menjadi warna jingga yang sebentar lagi akan tergantikan dengan warna gelap. Mereka memutuskan untuk pulang karena lelah seharian berjalan kesana kemari meskipun diam lebih banyak saat mereka makan karena Kirana dan Zefannya yang tiada hentinya mengobrol. Vero sudah terlelap di pangkuan Bima karena energinya sudah habis dan terlelap adalah pilihan utama.
"Aku senang bisa mengenalmu. Lain kali kau harus membuatkanku makanan juga, atau mengajarkanku untuk memasak." ucap Zefannya di depan hotel.
"Tentu saja, aku akan senang hati mengajarkanmu," jawabnya antusias.
"Kau akan pulang sendiri?" Zefannya merespon dengan anggukan dari pertanyaan yang Bima lontarkan.
"Biar aku mengantarmu. Aku akan tidurkan dulu Vero."
"Tidak perlu. Kau perlu istirahat."
"Ku anggap kau setuju." Putusan Bima. Sifatnya yang pemaksa ternyata masih melekat dalam dirinya. "Kau bisa menemani Vero 'kan?" sambungnya menatap Kirana.
"Iya tentu jangan khawatir."
Bima menggandeng lengan Zefannya untuk masuk menuju hotel dan menunggu di lobi selama Bima menidurkan Vero. Tadinya Zefannya ingin menolak tapi ia juga tidak bisa menolak karena kekasihnya itu yang keras kepala membuat keputusan sendiri, dan juga ada alsan lain bahwa Zefannya memang merindukan berbincang dengan Bima. Sejak bertemu di hari ini Zefannya menghabiskan waktunya berbicara dengan Kirana juga Vero. Sebenarnya siapa disini yang menjadi kekasih Bima. Jadi Bima jadikan kesempatan ini untuk berbincang dengan kekasihnya.

Book Comment (45)

  • avatar
    Butir Butir Pasir Dilaut

    ceritanya bagus seakan nyata

    12d

      0
  • avatar
    Ardianta Verza

    Bagus

    13/08

      0
  • avatar
    Anang Full

    bagus

    09/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters