logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2

Zefannya melangkahkan kakinya terlebih dahulu disusul dengan Bima yang sejak tadi menunggunya di ambang pintu. Setelah mereka sampai di depan mobil Bima Zefannya melangkahkan kembali kakinya untuk pergi namun tangannya dicekal oleh Bima terlebih dahulu.
“Mau kemana?” tanya Bima
“Aku akan pesan ojek online jadi kamu tidak perlu repot untuk mengantarku,” ucap Zefannya.
“Kamu sudah menerima tawaran ibu, jadi cepatlah naik.” Perintahnya dengan menarik Zefannya dan mendudukannya di kursi depan.
Tidak ada percakapan yang tercipta hanya hening, sang pengemudi fokus dengan jalanan sambil mencuri pandang penumpang di sampingnya, sedangkan sang penumpang mengalihkan pandangan keluar jendela disampingnya.
“Kenapa belok sini?” tanya Zefannya dengan menegakkan tubuh karena ini bukanlah jalan pulang menuju rumahnya.
“Kita ke cafe dulu,” jawab Bima singkat.
Inilah alasan mengapa Zefannya tidak mau, karena Bima selalu bertindak dengan apa yang ia inginkan tanpa meminta pendapat. Terlebih jika saat dalam mood marah laki-laki ini tidak akan pernah mendengarkan lawan bicaranya.
“Aku mau pulang,” Bima tidak menggubris ucapan Zefannya
“Kalau kamu tidak mau mengantarku turunkan aku disini!” perintah Zefannya mutlak sedangkan Bima masih sibuk menancapkan gas seolah ocehan perempuan disampingnya adalah angin lalu.
“Kau tuli? Aku bilang turunkan aku di sini.” Zefannya benar-benar naik pitam untuk kali ini.
Tidak ada jawaban dari lawan bicara yang ada hanya senyuman dengan memandang jalanan.
“Sialan.” Oke akhirnya kata ini terucap dari mulut manis Zefaanya
“Bibirmu harus di beri hukuman sayang,” memarkirkan mobilnya, karena tujuannya kini telah sampai.
Zefannya sungguh kesal dengan semua jalan pikirnya Bima entah laki-laki ini memang tuli atau mencari kesempatan di waktu ini. Andai saja jika bukan karena Vero sakit dan bukan permintaan ibunya Bima untuk diantar pulang oleh anaknya, saat ini mungkin ia sedang menikmati istirahatnya.
“Kamu mau turun atau aku beri hukuman disini?” tidak ada kata yang keluar dari mulut Zefannya, ia hanya menjawabnya dengan segera keluar dari mobil.
“Aku ingin pulang,”
“Aku bilang masuk dulu,”
“Aku lelah Bima, kalu kamu tidak mau mengantarku aku bisa pulang sendiri.” lirih Zefannya karena cukup lelah untuk meninggikan suaranya.
“Jangan buat aku marah Anya, apa susahnya menurut kali ini saja!”
Zefannya masuk diikuti Bima di belakangnya dan mengistirahatkan tubuhnya di kursi dekat jendela.
“Siapa yang suruh kamu duduk disitu? Ikut aku!” tanya Bima yang berkacak pinggang di depan Zefannya yang sudah mendudukkan bokongnya di meja dekat pintu masuk, tujuannya agar ia bisa cepat melarikan diri meskipun itu hal yang mustahil untuk saat ini.
“Aku mau pulang!”
“Setelah ini aku antar kamu pulang,”
Zefannya pasrah dan lebih memilih untuk mengikutinya, sebenarnya bisa saja dia lari mencari taksi atau pesan ojek online, tapi untuk saat ini tenaganya benar-benar habis dan ia tidak mau membuat keributan di tempat orang.
Bima memasuki ruangannya diikuti Zefannya di belakang. Zefannya sungguh malas jika sudah harus memasuki ruangan ini, ada cerita menyakitkan atau lebih tepatnya ruangan ini yang menyebabkan putusnya hubungan keduanya, tunggu bukan ruangannya tapi kedua lawan jenis yang ada di dalamnya.
“Cih, ruangannya masih sama saat aku terakhir kali datang. Aku ingin pulang sekarang, aku tidak sudi datang ke tempat ini lagi,” ucapnya dan berniat untuk kabur namun sebelum Zefannya bergerak, Bima sudah menariknya dan menyeretnya ke sofa.
“Sialan, kamu benar-benar membuatku harus membencimu untuk kesekian kali,”
“Aku tidak akan melakukan itu jika kamu menurut sayang, dan satu lagi sejak kapan bibirmu kamu gunakan untuk kata seperti itu?” tanya Bima dengan nada menggoda tepat di depan wajah Zefannya.
“Tanyakan pada dirimu sendiri!” tegas Zefannya menantang bahwa ia tidak takut sama sekali meskipun di hati kecilnya ia sungguh takut dan ingin berlari. Zefannya tahu betul jika laki-laki dihadapannya marah maka akan berbuat sesuka hatinya, tapi apa daya jika ia menurut ia juga berada dalam masalah besar.
Bima memajukan tubuhnya dan mengunci pergerakan Zefannya. “Kalau begitu biar aku hukum sayang.” Zefannya refleks mendorong tubuh Bima.
“Brengsek, berhenti membuatku untuk terus membencimu. Aku tidak seperti jalangmu yang lain, dan satu lagi jangan perlakukan aku sama dengan mantanmu yang busuk itu.” Zefannya melangkahkan kakinya dan membuka kenop pintu, namun tangannya di cekal dan tubuhnya di kunci dengan kedua lengan Bima di kedua samping tubuhnya.
Bima memajukan wajahnya membuat Zefannya diam membatu sekaligus takut. “Aku tidak akan pernah melepaskanmu dan aku akan selalu mendapatkanmu,” bisiknya tepat di telinga kanan Zefannya yang sudah diselimuti rasa takut.
Zefannya sungguh tidak habis pikir dengan mantan kekasihnya ini, apa mungkin semenjak mereka putus laki-laki ini mengalami kecelakaan dan menyebabkannya berlaku begitu brengsek seperti demikian.
“Apa yang ingin kau katakan? waktuku terbuang percuma hanya melihat tingkahmu yang membuatku muak.”
Bima menegapkan tubuhnya dan berdiri di hadapan Zefannya dengan tatapan yang begitu serius.
“Anya, aku tahu aku salah tapi kumohon beri aku kesempatan untuk kembali lagi padamu,” lirih Bima tanda ia serius dengan ucapannya.
“Berapa lama kamu menjalin hubungan dengannya?”
“6 bulan selama kamu pergi pertukaran pelajar di Korea.” jawabnya dengan penuh rasa bersalah.
“Aku memafkanmu tapi untuk memperbolehkan kamu masuk ke kehidupanku seperti dulu itu suatu hal yang tidak mungkin. Kamu merusak semua kepercayaanku. Sekali kamu melakukan itu kamu akan terus melakkunnya, terlebih selama 6 bulan kamu berhasil menjalankannya. Itu sudah jadi kebiasanmu. Apakah kamu tidak merasa bersalah di waktu 6 bulan itu?”
“Sayang, aku tahu aku salah, aku ingin jujur yang sebenarnya. Aku dan dia menjalin hubungan lebih dulu sebelum denganmu. Bahkan bisa dibilang aku dan dia tidak ada kata putus karena dia yang pergi begitu saja tanpa ada kabar bahkan setelahnya dia tidak pernah menghubungiku. Jadi kuanggap hubungan kami selesai. Tapi saat kamu pergi ke Korea dia datang lagi dan aku masih mencintainya pada saat itu, jadi aku putuskan untuk mejalin hubungan denganmu dan juga dengannya. Aku tahu aku serakah dan tidak mau kehilangan kalian sama sekali, dan kini aku sudah putuskan, aku memilihmu Sayang,” ucap Bima panjang lebar berharap semua kejujurannya dapat membuat Zefannya menerima kembali Bima.
“Aku tidak pernah meminta kamu untuk memilih aku ataupun dia. Karena seandainya aku yang terpilih itu artinya aku jatuh di lubang yang sama. Jadi aku lebih baik tidak pernah terpilih olehmu, dan satu lagi berhenti memanggilku dengan sebutan itu! Aku bukan siapa-siapamu lagi.”
“Anya aku tidak mau kehilanganmu. Kamu yang selama ini mengerti aku, bahkan aku bisa membangun cafe ini karena bantuanmu, kamu selalu ada di sampingku hingga aku berhasil mewujudkan impianku untuk membuat usaha sendiri. Anya aku mohon.”
“Aku tidak meminta balas budi atas semua yang kamu katakan barusan. Tolong minggir aku ada urusan.”
“Anya aku mohon dan aku kini benar-benar berubah.”
“Berhentilah memohon, aku tidak suka jika ada yang memohon terus menerus seolah aku adalah orang yang paling jahat disini. Katakanlah aku jahat karena membuatmu terus memohon tapi aku cukup lelah untuk semua yang telah kamu lakukan dan... itu sulit untuk menerimamu kembali,” lirih Zefannya mengingat bagaimana dirinya lelah menghadapi sikap Bima yang telah merusak kepercayaannya. “Kubilang aku sudah memafkanmu, jadi lebih baik kita jalani saja kehidupan masing-masing. Jangan mengangguku,” sambungnya.
“Ayo aku antar pulang.”
Hanya kalimat itu yang mampu Bima katakan. Karena sekuat apapun penjelasan dia, perempuan di hadapannya ini memang keras kepala. Bima pikir ini waktu yang tepat untuk membicarakannya setelah mereka tidak pernah bertemu selama satu tahun tapi ternyata Bima salah, Zefannya masih tetap teguh pada pendiriannya. Sesakit itu yang Zefannya terima hingga membuatnya sulit untuk menerima Bima.
Jika di bilang Zefannya masih mencintainya, ya benar tentu saja Zefannya masih mencintai Bima begitupun sebaliknya. Namun kesalahan serta kebohongan yang dibuat Bima benar-benar membuat Zefannya hilang kepercayaan pada Bima.

Book Comment (45)

  • avatar
    Butir Butir Pasir Dilaut

    ceritanya bagus seakan nyata

    14d

      0
  • avatar
    Ardianta Verza

    Bagus

    13/08

      0
  • avatar
    Anang Full

    bagus

    09/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters