logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Terperanjat

Hari-hari berikutnya Malika semakin canggung, terkadang salah tingkah bila tanpa sengaja bertemu langsung dengan Erga. Ia tetap menjaga batas agar Silva tidak mencurigainya. Seperti malam minggu ini, Silva mendatangi rumah Malika. Silva yang tidak tahu apa-apa tentang perasaan Malika, dengan happy-nya curhat tentang kekasihnya itu kepada Malika.
Dari bercerita tentang kado pemberian Erga yang sudah ke sekian kalinya ia mengatakannya kepada Malika. Pokoknya ini cewek bucin banget alias budak cinta banget. Bagaimana jadinya jika Erga berkhianat dan meninggalkannya?
“Ya ampun, Sil, curhatnya itu-itu mulu dah. Lagian malam minggu ngapain elo malah ke rumah gue. Emang nggak jalan sama Erga?”
“Nanti setengah jam lagi dia datang kok, gue sengaja menyuruhnya datang ke sini. Habis elo tahu sendiri kalau gue belum boleh pacaran sama bokap gue. Makanya, kadang kalau dia mau ketemu gue pasti kalau nggak ke tempat Shereen, tempat elo atau tempat dia dan Vera.”
“Emang elo pernah diajak ke rumahnya?”
“Pernah kok, pas gue baru jadian 2 hari. Keluarganya juga baik banget sama gue. Emang sih dia tinggalnya sama sepupunya, si Rifky. Jadi gue diajaknya ke rumah ortunya.”
“Dia kenapa nggak tinggal sama ortunya?” selidik Malika penasaran alias kepo.
“Dia bilang ortunya Rifky yang nyuruh, supaya Rifky nggak sendirian di rumah. Maklum ortunya sering dinas keluar kota. Bokap nyokap-nya Rifky emang sering dinas ke luar kota. Mereka katanya sih, punya bisnis masing-masing.”
Setengah jam berlalu, akhirnya Erga tiba di rumah Malika. Silva terlihat bahagia dan senang banget. Sebenarnya di sisi lain Malika juga senang melihat Erga walaupun harus jadi obat nyamuk. Begitulah nasib Malika malam ini, yang harus rela menjadi obat nyamuk.
“Ya, jadi obat nyamuk dong gue,” ucap Malika meledek dua sejoli itu.
“Ya, emang kita berdua mau ngapain coba, orang kita ngobrol-ngobrol aja. Makanya suruh Shereen atau pacar elo ke sini,” sahut Erga.
“Ya, 'kan udah ada elo yang datang, Ga,” ucap Malika dalam hati.
“Punya pacar dari Hongkong," ketus Malika.
Erga dan Silva pun tertawa berbarengan meledek Malika.
Malika menghubungi Shereen, menyuruhnya datang ke rumahnya. Tapi Shereen tidak bisa karena dari tadi sore ia sudah pergi dengan keluarganya. Vera pun ia hubungi, tapi katanya lagi tidak enak badan makanya tidak bisa keluar rumah.
“Sial, benaran jadi obat nyamuk gue nih,” batin Malika seraya merengut.
“Elo kenapa, Ka? Kok kayak kesal gitu tampangnya?” tegur Silva dengan wajah menyelidik.
“Nggak apa-apa kok, cuma jadi obat nyamuk aja," balas Malika di akhiri tawa terpaksanya.
“Yaelah, nggak usah nganggap gitu sih. Lagian kita cuma ngobrol biasa aja kok. Elo juga, 'kan bisa nimbrung.”
"Oh iya, gue belum kasih Erga minum. Bentar, ya, Ga, Sil.”
Malika lari ke dalam rumah dan melangkah ke arah dapur. Tak lama kemudian ia sudah membawa 1 gelas minuman dan membawanya ke teras depan rumahnya. Jika Silva sedari tadi sudah ia suguhkan minuman dan juga aneka cemilan.
Ketika Malika menuju teras dan sampai di pintu depan, Malika pun menghentikan langkahnya nyaris menumpahkan minuman yang ia bawa dari dapur. Ia melihatnya ....
Apa yang Malika lihat?
Erga dan Silva tidak mengetahui jika ada sepasang mata yang melihat dengan terkejut bahkan terpancar amarah api cemburu dari sepasang mata tersebut.
“Sory ya, gue lama ambil minumannya. Nih diminum dulu, Ga,” tutur Malika yang sebelumnya sempat menitikkan air matanya.
“Oh iya, Ka nggak apa-apa,” sahut Erga.
“Eh ... elo kenapa, Ka? Kok merah gitu matanya kayak habis nangis aja,” tegur Silva penasaran.
“Oh iya, ini ... ehh ... gue ... ehmm ... kelilipan gitu mata gue tadi di dapur. Makanya tadi agak lama keluar ke terasnya.”
“Ohh, gue kira habis nangis. Lagian merah gitu mata elo, Ka,” ujar Silva.
“Yaudah ahh, nggak usah dibahas."
***
Sepulangnya Silva dan Erga, tinggallah Malika terduduk diam di teras rumahnya. Ia masih mengingat kejadian 1 jam yang lalu. Kini ia betul-betul tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia ingin jujur akan tetapi itu tidak mudah.
Akhirnya ia menghubungi Shereen. Kemudian berkata sejujurnya yang telah terjadi hari ini. Sebagai teman atau sahabat dari kecil, Shereen pun berniat membantu masalah yang kini telah di hadapi oleh Malika.
“Kenapa gue harus melihatnya, melihat Erga mencium bibir Silva? Gue sungguh nggak kuat menahan semua ini. Gue harus mengakui semuanya,” batin Malika, tanpa terasa buliran bening terus mengalir deras membasahi pipinya.
Tak ada yang lebih menyakitkan daripada cinta dalam diam. Sejak menyukai Erga, ia sering melamun tiap malam di kamarnya. Bahkan detak jantungnya selalu berdegup sangat keras setiap bertemu dengan Erga. Dan perasaan bersalah saat bertemu dengan Silva.
***
Seminggu kemudian, Shereen mengajak Malika ke tempat Vera. Untuk menyelesaikan masalah yang sedang di hadapi oleh Malika. Sebelumnya Shereen telah berkata jujur kepada Vera. Ia pun tampak terkejut dan tak percaya.
Vera mungkin hampir tidak memercayainya, tetapi setelah kedatangan Shereen dan Malika ke rumahnya, barulah ia mulai percaya dengan apa yang dikatakan oleh Shereen by phone.
"Jujur aja, gue sempat kaget waktu elo cerita semuanya di telepon, Reen. Tapi ... ehmm, gimana dengan Silva? Apa dia sudah tahu soal ini?" tutur Vera seraya menoleh ke arah Malika, yang sedari tadi hanya duduk menundukkan kepalanya.
"Dia belum tahu, Ver," sahut Shereen.
"Aduh, jadi sekarang gimana dong? Kalau dia tahu gimana? Gue sebagai sepupunya Erga juga bingung. Di sisi lain, gue kasian sama Silva dan ngerti banget perasaan Malika. Sumpah, jadi serba salah gue. Gue belum bisa kasih solusi nih, gimana, ya?" Vera tampak frustrasi memikirkan persoalan yang sedang di hadapi oleh Malika.
Mereka bertiga pun membisu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Akhirnya, Shereen pun membuka suara. "Gue sih pengennya supaya si Erga tahu aja, Ver. Yang kemarin gue jelaskan di telepon lho."
"Aduh, gue nggak yakin," ucap Vera ragu.
Setelah berapa saat mereka berdiskusi, Vera pun menyetujui rencana Shereen. Ia pun sama seperti Shereen berniat membantu Malika. Walaupun pada awalnya tidak setuju dengan pendapat Shereen. Vera hanya takut jika Silva mengetahui dan memang harus tahu seharusnya.
“Ya udahlah, mau bagaimana lagi kalau udah suka, ya ... kita juga bingung. Sebentar, Ka, gue panggilkan Erganya dulu. Kebetulan dia 2 hari nginap di rumah ortunya,” tutur Vera.
Rumah Erga memang bersebelahan dengan rumah Vera karena mereka saudara sepupu.
“Ya, Ver thank's ya,” ucap Malika.
“Tapi emang elo udah siap mengatakan yang sebenarnya kepada Erga?”
“Gue udah siap, walaupun agak nervous nih.”
Tidak lama setelahnya, datanglah Erga menghampiri Shereen dan Malika. Lalu Vera dan Shereen mengatakan maksud tujuannya. Erga pikir ada Silva di antara mereka. Vera segera saja menarik Erga ke luar rumah. Lalu disusul oleh Shereen.
"Ah, serius elo?" pekik Erga, membelalakkan bola matanya saking ia terperanjatnya.
Selesai Vera dan Shereen mengatakan semuanya, Erga pun tampak tidak percaya. Mungkin ia berpikir, bagaimana mungkin Malika bisa menyukainya?
"Apa iya, karena waktu nge-prank Silva eh, Malika jadi baper benaran? Kayaknya nggak mungkin deh. Apa nih anak berdua lagi ngerjain gue, ya?" pikir Erga dalam hati.
***
Hi, Readers!
Ini novelku yang pertama di platform ini.
Semoga kalian suka dengan ceritaku ini, ya.
Wah, semakin seru nih. Apa jadinya jika Silva mengetahui semuanya?
Baca terus kisahnya, yuk!
Terima kasih & selamat membaca.
Ikuti jejakku di IG: @yenifri29 & @yukishiota29

Book Comment (13)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    05/08

      0
  • avatar
    riwprojects

    semangat kak Yuki bagussss kok

    24/06

      0
  • avatar
    Indra Suryanto

    Bagus

    16/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters