logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 4 Kenapa Bu Ipah?

Rahasia dokter Andi
Part 4
***
Dokter Andi kemudian masuk ke ruang kerja beliau. Sementara aku menuju ke ruang apotek. Tampak ada beberapa orang teman di sana. Mereka sedang mengobrol sambil menunggu waktu jam pulang kerja, seperti biasanya.
"Udah lihat ruangan bagian dalam perumahan-nya, Mbak?" tanya Bu Zub, begitu dia melihat aku masuk ke ruang apotek.
"Udah, Bu. Tadi ditemani sama dokter Andi. Lumayan besar juga ya ternyata dalamnya," jawabku, sembari duduk di sebelah Bu Ipah.
"Memangnya Mbak Lulu mau tinggal di perumahan itu?" tanya Bu Yayuk.
"Iya, Bu. Insya Allah. Biar nggak capek tiap hari harus pulang pergi dari rumah ke sini."
"Mau sama siapa Mbak Lulu tinggal di situ?" tanya Bu Siti.
"Mungkin sendirian, Bu. Soalnya saya nggak ada orang yang bisa diajak untuk nemani," jawabku.
Bu Siti terlihat mengerutkan kening sambil menatapku.
"Memangnya Mbak Lulu nggak takut apa, tinggal di situ sendirian?" tanya Bu Siti lagi.
Aku tersenyum.
"Takut sama apa, Bu?" tanyaku.
"Ya barangkali saja, ada yang tiba-tiba numpang tidur di kamarnya Mbak Lulu," jawab Bu Siti sembari terkekeh.
Aku tersenyum kecut mendengar gurauan Bu Siti.
"Ihh … Bu Siti ngarang aja. Bikin takut Mbak Lulu nanti," kata Bu Yayuk.
"Ya siapa tahu kan, namanya juga rumah udah lama nggak ditempati," kata Bu Siti.
"Nggak usah takut, Mbak Lulu. Kan tempatnya di depan jalan. Lagipula ramai kok di situ," kata Bu Ipah, seraya menepuk tanganku.
Lagi-lagi aku hanya tersenyum menanggapi ucapan para staf senior itu.
"Jadi kapan mau mulai nempati rumah itu, Mbak?" tanya Bu Zub.
"Kata dokter Andi sih, suruh nunggu dibersihkan dulu sama Aris. Biar nggak kotor banget. Meskipun tadi pas saya ke sana masih kelihatan bersih. Mungkin sekitar 2 atau 3 hari lagi, soalnya dokter bilang Aris sekarang sedang izin pulang kampung," jawabku.
"Jadi besok mau pindahan bawa barangnya kapan, Mbak?" tanya Bu Ipah.
"Iya, biar nanti kami bantuin, asal jangan pas hari libur aja," kata Bu Zub menimpali.
Bu Siti dan Bu Yayuk pun mengangguk mengiyakan.
Aku tersenyum mendengar ucapan mereka. Senang rasanya, punya rekan kerja yang baik hati dan ringan tangan. Bersedia membantu tanpa harus diminta terlebih dulu. Walaupun mereka semua adalah staf senior jauh di atasku.
"Terima kasih sebelumnya atas tawaran Ibu-Ibu semua. Tapi saya pindahnya cuma bawa baju sama perlengkapan mandi aja kok, Bu. Dokter Andi bilang, saya boleh pakai semua barang beliau dulu yang ada di perumahan itu. Soalnya kata dokter Andi, beliau belum sempat untuk mindahinnya," kataku.
"Wah … enak kalau gitu, Mbak. Mbak Lulu nggak usah bawa-bawa barang lagi, tinggal masuk aja, nggak repot," kata Bu Yayuk.
"Iya, Bu. Alhamdulillah, dokter Andi mau meminjamkan dulu semua barang-barangnya ke saya," jawabku.
Kami berempat kemudian mengobrol hal yang lain, sampai tiba waktunya pulang. Aku memang staf paling muda di Puskesmas Sukajadi. Staf puskesmas yang lain sudah senior semua. Oleh karena itu, aku yang harus menyesuaikan diri. Agar hubungan yang harmonis di antara staf puskesmas tetap terjalin.
***
"Mbak Lulu kok belum pulang?" tanya dokter Andi, saat aku sedang menunggu bus.
"Belum, Dok. Bus-nya belum datang," jawabku.
"Kalau gitu ikut dengan saya saja, Mbak. Kebetulan sekarang saya mau ke provinsi," ajak dokter Andi.
Aku bergeming. Sejenak aku merasa ragu untuk menerima ajakan dokter Andi.
"Mbak Lulu, kok malah diam. Ayo ikut mobil saya saja, biar cepat sampai di rumah," ajak dokter Andi lagi.
Aku tak segera naik ke mobil dokter Andi. Sebentar aku melihat ke arah jalan. Tak tampak satu buah bus pun di kejauhan. Berarti mungkin masih lama bus yang akan ke provinsi lewat. Aku menarik napas panjang.
"Ayo, Mbak. Tunggu apa lagi? Daripada berdiri di sini kelamaan kan. Panas dan banyak debu."
Akhirnya aku menerima tawaran dokter Andi. Perlahan aku membuka pintu depan, dan naik ke dalam mobil beliau.
***
Dua hari kemudian, aku sudah menempati perumahan dokter. Tentu saja setelah dibersihkan terlebih dahulu oleh Aris. Aku tak perlu berangkat pukul 6 pagi lagi untuk menunggu bus. Aku juga tak harus kesorean lagi sampai di rumah saat jam pulang kerja.
"Mbak Lulu, numpang rebus air untuk bikin minum kopi dong," kata Bu Zub, saat jam istirahat tiba.
Aku sedang membereskan buku-buku register dan peralatan untuk periksa hamil yang baru digunakan. Bu Fatma izin tak masuk kerja hari ini, jadi aku lumayan sibuk.
"Oh … iya, Bu. Boleh. Sebentar ya, saya beresin ini dulu," kataku, seraya meneruskan pekerjaan.
Tiga menit kemudian aku dan Bu Zub menuju ke perumahan dokter. Aku lihat Bu Zub membawa beberapa bungkus kopi dan mie instan.
"Mau pada ke mana?" tanya Bu Ipah, ketika kami melewati ruang apotek.
"Ke rumah Mbak Lulu, mau numpang rebus air untuk bikin air kopi sama mie," jawab Bu Zub, sambil terus melangkah.
"Aku ikut dong," kata Bu Ipah. Dia lalu menyusul kami yang sudah sampai pintu keluar.
Kami segera masuk, sembari mengucapkan salam, begitu pintu depan kubuka. Bu Zub langsung menuju ke dapur, Bu Ipah melihat-lihat setiap ruangan. Sedangkan aku duduk di kursi ruang tamu.
Aku mengernyitkan kening, ketika melihat Bu Ipah berdiri terpaku di depan pintu kamar tidurku beberapa saat. Dia seperti yang sedang melihat sesuatu. Segera aku beranjak dari duduk dan menghampirinya.
"Sedang lihat apa loh, Bu. Kok sampai bengong gitu?" tanyaku, seraya menepuk pundak Bu Ipah.
Dia tampak terkejut, lalu menoleh ke arahku.
"Ihh … Mbak Lulu, bikin kaget aja," kata Bu Ipah, sambil memegang dadanya.
"Habisnya dari tadi saya perhatikan, Bu Ipah bengong di depan kamar tidur saya. Kayak ada yang sedang dilihat. Memangnya Bu Ipah lihat apa di kamar saya?" tanyaku.
"Oh … eh … nggak ada kok, Mbak. Nggak ada yang sedang saya lihat. Saya balik ke puskesmas duluan ya," jawab Bu Ipah gugup. Dia lalu buru-buru keluar. Tentu saja apa yang dia lakukan membuat aku jadi penasaran.
[Bu Ipah kenapa ya, kok tiba-tiba buru-buru pergi? Mukanya juga kayak yang ketakutan gitu]
Aku lantas melihat ke dalam kamar tidurku, tapi aku tak melihat sesuatu hal yang mencurigakan di dalam sana.
Tak lama berselang, Bu Zub keluar dari dapur dengan membawa nampan berisi tiga gelas air kopi panas dan 3 mangkuk mie rebus. Dia kemudian duduk sambil meletakan nampan itu di atas meja tamu.
"Loh … Bu Ipah ke mana, Mbak?" tanya Bu Zub, ketika dilihatnya Bu Ipah tak ada lagi di ruang tamu.
"Udah balik duluan ke puskesmas, Bu. Tadi dia buru-buru. Mungkin ada yang mau dikerjakan," jawabku.
***
Bersambung

Book Comment (344)

  • avatar
    Pipit Hanyanto

    semangat bikin karya baru lagi...semua karya nya sdh aku baca semua...jempol buat kakak....sukaaaa

    06/01/2022

      1
  • avatar
    LaundryHappy

    alur ceritanya bikin penasaran dan nggak bisa di tebak🤩 suka banget bacanya,,, membuat pingin lanjut baca terus sampai tamat🤗👍👍

    03/01/2022

      0
  • avatar
    Ria Friana

    aku suka crita yg berbau horor, misteri. penuh teka teki, jd waktu baca berasa jedag jedug.. pokok nya keren lah sensasi nya kalau baca cerita model beginian, semangat terus yaa untuk penulisnya. good luck 🤗

    31/12/2021

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters